Black Stone High School tampak seperti beberapa bangunan berbaris yang dijadikan sekolah. Mereka tidak memiliki gedung berlantai dua, sehingga sekolah ini terlihat luas dengan dinding yang mengitarinya masih baru. Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya, karena Black Stone bukanlah kota besar. Aku harus melewati hutan tak berkesudahan selama dua jam. Jalan yang berkelok-kelok dan curam membuat kota ini semakin terpencil. Sebuah kota yang tepat untuk hidup sebagai makhluk supernatural yang tersembunyi.
Cahaya terasa terik meskipun ini masih pagi. Tempat parkir masih sedikit terisi. Diisi oleh mobil-mobil cukup tua, hingga membuat mobilku tampak mencolok. Haruskah aku membeli mobil yang lebih membaur? Sebaiknya tidak. Aku tidak ingin membuang uangku hanya untuk berbaur.
Pagar besi itu berbau karat dan kelupas cat lama. Dinding-dinding berbata merah itu berbau lumut. Aku turun dari mobil dan menyibak rambut. Hawa panas bukanlah favoritku, tetapi memulai hari di pagi yang cerah tetaplah lebih baik. Lagi pula, angin di area ini sangat sejuk, jadi secara keseluruhan aku menyukai tempat ini.
“Kalau saja aku tidak berkali-kali memasuki SMA, ini pasti hari pertama yang menyenangkan.”
Saat aku berjalan ke arah kantor staff, siswa-siswa menatap penasaran. Selalu begitu di setiap tempat. Orang-orang yang jarang kedatangan orang baru, kecuali mereka yang telah lahir dan tinggal di sini. Selain itu, ada kejadian yang tak mengenakkan. Tentu saja mereka akan langsung penasaran.
Ngomong-ngomong kejadian, aku berhenti di majalah dinding. Ada kertas berita yang dipajang tanpa izin. Headline ‘Apa yang terjadi pada Black Stone yang damai?’ terpasang besar. Ditambah dengan foto amatir korban kebakaran yang disensor. Serta banyak tulisan yang menarik. Aku tersenyum tipis. Para remaja di sini bagus juga.
Jadi, biar kulihat apa yang mereka tulis. Gadis tak berdosa kembali terbunuh. Kali ini korban tidak menghilang atau tercabik-cabik seperti biasa, tetapi terbakar hingga habis. Apakah ini ada kaitannya dengan makhluk yang dilihat para pemancing di hutan?
“Ada yang melihat makhluk itu di hutan,” gumamku.
“Jangan percaya tulisan itu!” tegur seseorang di belakangku. Suaranya begitu dekat, hingga napasnya terasa hangat di tengkuk. Aku terlonjak. Sial, bagaimana aku tidak menyadarinya? “Oh! Maaf, aku mengejutkanmu?”
Lelaki itu mundur selangkah. Namun karena badannya yang besar, perbedaan satu langkah itu tidak membuat segala hal lebih baik. Rambutnya coklat gelap, seperti pohon tua, dan sedikit lebih terang di setiap ujungnya, agak panjang daripada kebanyakan lelaki dan sedikit ikal. Matanya seperti coklat panas yang penuh energi. Berkilat demi mengimbangi senyum jahilnya. Pandangannya menilai sekilas, kemudian kembali pada mataku. Hidungnya mancung, agak bengkok di depan. Wajahnya diwarnai sedikit bintik yang manis, sementara kulitnya putih.
Lehernya agak terlalu panjang tetapi kencang. Bahunya lebar, tidak membungkuk, dan dari kausnya yang tipis tampak dipenuhi otot. Aku tidak akan terkejut jika diberitahu dia adalah punggawa suatu olah raga. Dia cocok untuk itu. Tangannya panjang dan tampak kuat. Begitupula kakinya. Pakaian yang digunakannya hanyalah celana jeans dan kaus berlengan pendek, tetapi terlihat bagus karena mereka mengekspos seluruh keunggulan lelaki ini. Sepatunya berwana hitam, dengan tali yang bisa lepas kapan saja. Tas yang dibawanya menggantung serampangan.
Saat tahu aku sedang mengamatinya, dia tersenyum lebar. Bagus. Sepertinya aku tahu bagaimana orang ini dipandang rekan-rekannya.
“Kau murid baru itu, ya?” tanyanya. Aku mengangguk, sembari membenarkan tas punggungku yang melorot. “Sudah tahu kelasmu yang mana? Ingin kuantar? Oh benar, namaku Daniel Steel. Panggil saya Danny.”
“Aku Hyde. Hydenia,” aku menjilat sudut bibirku. Selalu tidak menyenangkan memperkenalkan diri menggunakan nama belakang. “Scott.”
“Hyde,” ulangnya sembari mengangguk. “Sekolah ini cukup luas. Aku bisa mengantarmu ke kelas. Di mana kelas pertamamu?”
“Aku belum ke kantor staff,” jawabku acuh. “Dan aku bisa membaca petunjuk jalan. Jadi, kau tidak perlu repot.”
Kukira Daniel akan menyerah, tetapi dia malah menyeringai lebar. “Nah, bukankah lebih senang jika kau ada teman.”
Mataku memicing. Mulai jengkel dengan semua ini. Mereka selalu sama, dan didekati orang yang kemungkinan populer di sebuah sekolah bukanlah hal yang bagus. Aku ingin fokus dengan penyelidikanku, dan berdasarkan pengalamanku, memiliki seseorang seperti Daniel yang mendekatiku tidak akan berjalan bagus.
Aku menyilangkan tangan dan mengganti tumpuan kaki, lantas melihatnya dengan tatapan paling skeptis yang kumiliki.
“Dengar, Steel!”
“Danny,” koreksinya tidak peduli.
“Okay, Danny. Aku tidak perlu teman, dan sejujurnya orang sepertimu bukanlah orang ingin kujadikan ‘teman’. Aku tahu kau penasaran dengan anak baru, tetapi kurasa tidak ada gunanya mendekatiku.”
Daniel tersenyum miring. Tidak termakan ucapan pedasku. “Itu benar tentang penasaran pada anak baru. Kota ini bukan destinasi yang tepat untuk hidup remaja. Tentu saja kami penasaran, pelarian seperti apa yang masuk ke kota ini.”
Aku mengangkat sebelah alis. “Dan?”
“Aku ingin menyapa,” katanya sembari mengangkat bahu. “Aku lebih baik dari pada orang-orang lain.”
Daniel menunjuk beberapa siswa lelaki yang baru datang di balik bahunya. Mereka tampak saling bergermbol dan mencuri pandang. Orang-orang yang mencoba mencari peruntungan dengan anak baru. Tentu saja itu terjadi di banyak tempat.
“Apa maksudmu dengan kau lebih baik?”
“Percaya padaku. Teman-temanku sudah berspekulasi banyak sebelum ini. Seperti yang kukatakan, mereka yang kemari sebagian besar adalah pelarian. Tidak jarang seorang pecandu lari ke sini setelah dikeluarkan dari sekolahnya.” Dia tersenyum. Sekarang senyumnya hanya diisi keramahan tanpa niat terselubung. “Aku hanya tidak ingin kau ditanya-tanya.”
“Terima kasih,” kataku tidak bisa menahan diri. Kebaikannya begitu manis sehingga sulit untuk tidak menyukainya. “Akan tetapi, kau tidak perlu melakukannya.”
Dia mengangkat bahunya. “Tidak masalah. Kalau kau ingin bertanya sesuatu ....”
“Tidak. Tidak perlu,” tolakku segera. Akan tetapi, mataku kembali tertuju pada kertas berita di majalah dinding. “Ada apa dengan itu?”
Daniel menampilkan wajah terkejut, lantas tertawa. Tawanya sangat menyenangkan untuk didengar. Rasanya memang tidak bagus untuk berteman dengannya. Dia seperti pangeran dari negeri dongeng yang diberi nyawa. Tentu banyak sekali yang menyukainya.
“Ini pertama kalinya seorang gadis bertanya hal mengerikan seperti itu.”
“Aku penasaran,” kataku. Lantas menunjuk kalimat tentang menemukan makhluk saat sedang memancing. “Apa yang terjadi padanya?”
“Yang itu hanya rumor. Kau tahu? Dari mulut ke mulut. Sebaiknya jangan terlalu mempedulikannya. Rumor selalu dibesar-besarkan,” jelasnya dengan senyum jahil yang lucu. “Dan yang ini, gadis ini benar-benar terbakar. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia sudah ditemukan terbakar oleh orang yang lewat. Dugaannya seseorang dendam dengannya, dan yah ... kau tahu? Seseorang terkadang bisa gelap mata.”
“Tetapi orang yang menghilang dan tercabik-cabik?”
“Kota ini dikelilingi hutan. Kami tidak tahu apa saja yang ada di hutan, kan?”
“Kau benar,” gumamku, sembari meletakkan tangan di bawah bibir. “Tidak ada yang tahu apa saja yang ada di dalam hutan.”
Daniel menunduk sembari menyeringai jahil. “Sudah menyesal pindah ke mari?”
“Yang benar saja,” gerutuku. “Oke. Terima kasih informasinya.”
“Mau kutunjukkan kelasmu?”
“Tidak,” ketusku membuat Daniel tertawa.
“Kau memang unik, Hyde. Nah, aku tidak akan memaksamu lagi. Mari bertemu lagi nanti.”
Mari bertemu lagi?
Tentu saja kami akan bertemu lagi. Aku mendesah lelah saat akhirnya selesai dengan semua berkas administrasiku. Guru yang sudah mengajar tampak kesal, tetapi dia memberiku kesempatan untuk lepas sekarang. Lagi pula bukan salahku terlambat. Petugas Staff menanyaiku macam-macam tentang kehidupan dan sebagainya. Agaknya, beliau memastikan aku bukan pecandu yang baru selesai rehabilitasi. Ternyata Daniel tidak bohong, juga tentang bertemu lagi.
Orang itu sudah tahu kita akan sekelas, karena itulah dia mengatakannya. Daniel tampak tersenyum lebar dan melambai padaku. Sehingga aku membuang muka, tetapi kemana pun aku menatap semua orang melihatku penasaran. Mereka pasti merasa aku tontonan yang menyenangkan. Sudahlah. Aku segera duduk di kursi nomor tiga yang tersisa.
Teman sebangkuku tersenyum malu-malu. Dia gadis dengan kepang ke samping yang indah. Rambutnya tebal dan hitam sehingga model rambut itu sangat cocok untuknya. Matanya kecil, pipinya sedikit chubby, tetapi tangannya pendek. Dia menggunakan baju yang sedikit kebesaran, tetapi tampak manis untuknya.
“Hai!” sapanya. “Aku Naomi Brown.”
“Hydenia,” balasku singkat. Dia memberikan bukunya padaku. “Trims.”
Dia tersenyum sebelum kembali menghadap ke depan. Ternyata aku memiliki teman sebangku yang menyenangkan. Sepanjang jam pelajaran itu, alih-alih berkonsentrasi penjelasan Kromosom di depan, aku lebih memikirkan tentang kasus terbakar itu. Aku sudah menduga tentang kota ini tidak hanya bermasalah dengan orang yang terbakar itu, tetapi tercabik-cabik dan menghilang? Seberapa sering? Sebelum peristiwa Gadis Rembulan itu terjadi, ada banyak orang menghilang di kota itu. Karena itulah kami ditugaskan di sana.
Lalu di kota ini, apakah pelakunya ada di sini?
Aku menggigit bibir gugup, lantas berjengit ketika bel pergantian kelas berbunyi. Sebaiknya aku memikirkannya nanti. Aku bangkit, meminta lembar tanda tangan yang harus kukumpulkan nanti, lantas pergi ke luar kelas sebelum seseorang mengekoriku.
TBC
Hydenia ditelan kekuatannya.“Sialan!”Luc harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, atau tidak ada waktu untuk menarik gadis itu kembali dari kegilaannya. Semakin lama orang itu hidup, semakin banyak penderitaan yang dimilikinya. Black Mist memakan penderitaan itu, mengembalikan trauma yang terkubur dalam, menjadikannya lemah, dan pada akhirnya membuat pemiliknya gila.Black Mist seharusnya tidak dimiliki manusia manapun, tetapi Hydenia memilikinya.Itu adalah alasan Luc bersamanya. Bukan hanya karena gadis itu pemberani dan sangat menarik, tetapi juga kekuatan gila yang mengendap di dasar tubuhnya. Sebuah pasir hitam yang mengerikan. Begitu melihatnya, Luc bisa melihat kengerian yang akan ditimbulkannya bila dia lepas kendali.Meski begitu, Hydenia adalah orang yang sangat menganggumkan. Kepercayaan dirinya. Caranya mengangkat kepala. Keanggunannya saat bertarung. Semua itu membuatnya terus berada di sebelahnya. Keinginan ‘ak
Sihir adalah sesuatu yang paling misterius. Akan tetapi, ada hal yang lebih misterius daripada sihir.Kekuatanku.Awalnya, aku adalah Pemburu Artemis biasa yang menggunakan senjata. Ibu mengajariku dengan baik, tetapi hanya sampai sana. Aku bukan pemilik sihir. Aku bukan pemburu yang mengagumkan. Akan tetapi, aku bukan orang naif.Aku membunuh dan membunuh bila diperlukan. Bahkan tanpa ragu. Aku pemberani dan tidak kenal takut. Aku tak peduli pada siapa yang ada dihadapanku. Sehingga aku bisa menantang malaikat maut dengan kata tak sopan tanpa takut mereka akan mencabut nyawaku.Karena mereka takkan melakukannya.Saat Luc kuberitahu alasannya, dia tertawa sangat keras. “Kau benar. Aku takkan membunuhmu. Kecuali apa yang ada di dalamku mulai membuat masalah.”Dulu, aku masih begitu muda dan bertanya, “Apa yang ada di dalamku?”“Pedang bermata dua. Sesuatu yang hebat. Sesuatu yang berbahaya.&r
Tubuhku terpelanting saat cakar Smith menghantam dengan kekuatan penuh.Kekuatannya terlalu besar untuk ditahan. Aku hanya mampu menghindarinya dan bila pedang dan cakar kami bertabrakan, aku pasti kalah. Pertama, aku harus menyelesaikan ini dengan kecepatan, jadi aku mengubah pedangku menjadi lebih kecil dan mudah digunakan. Pemikiran itu berjalan lurus ke tanganku, dan pedang panjang itu berubah menjadi belati.Smith menyerang lagi. Kali ini serangan itu berhasil kuhindari dan pohon di belakangku hancur sebagian. Cakar itu bahkan bisa menghancurkan sebagian pohon yang solid. Tenang, Hyde. Kau telah menghabiskan hidupmu dengan bertarung dan hanya hidup dengan bertarung. Melawan serigala seperti ini takkan ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya.Akan tetapi, aku tetap khawatir dengan Daniel. Semua rencana ini akan berhasil bila Daniel selamat, atau dibunuh saja. Sayangnya, aku tak tega melakukannya. Oleh karena itu, pilihan kami hanya satu menyelamatkannya dan
Orang-orang itu berteriak bersahut-sahutan. Aku tidak bisa memastikan mereka yang mengetahui penyergapan kami adalah hal baik atau buruk, tetapi yang paling penitng, aku bersyukur kami telah berpencar.Aku melemparkan pedang panjang untung Luc. Kami tidak ingin menggunakan sabitnya, jadi Luc selalu meminjam kekuatanku. Sementara aku mulai membidik dengan busur. Serigala-serigala itu terus bermunculan selagi kami mulai menyerbu ke tempat ritual.Tiga serigala kembali muncul dan pasti ada lebih banyak. Luc menapak tanah, kemudian dia menghilang. Dalam satu kedipan lelaki itu berada di belakang mereka, siap menebas, tetapi tampaknya mereka sudah mendapat pelatihan. Mereka tidak menolah, hanya langsung melompat pergi.Sang Penyusup pasti memberitahu mereka cara melawan malaikat maut.Malaikat Maut memiliki kecenderungan bertarung dengan teknik teleportasinya. Teknik itu hanya dimiliki oleh Malaikat maut, karena mereka menggunakan gerbang menuju negeri orang m
Air terjun. Pohon raksasa kembar. Jalan setapak. Mobil-mobil.Serena segera menyadari tempat apa yang kami bicarakan. Dua hari kemudian kami segera menyusun rencana. Serena sudah sembuh sepenuhnya, Kei telah sadar. Aku dan Luc masih belum mencapai kesepakatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya, tapi kami telah berbaikan.“Kita akan bertarung bersama lagi,” katanya. Dia mencium tanganku perlahan. “Kita akan sama-sama keluar dari kekacauan ini.”Aku tertawa kecil. “Kau bahkan tidak bisa mati.”“Kehilanganmu sama saja mati bagiku.”Itu terdengar seperti lagi-lagi pernyataan cinta, tetapi Luc hanya tersenyum. Satu dari sedikit senyumnya yang tulus dan kami bersiap berangkat.Ada banyak ambulan yang siap masuk begitu kami selesai. Entah apa yang dikatakan Sheriff Steel, tetapi yang terpenting mereka akan di sana begitu kami menghentikan banyak manusia serigala.Di pertempuran, kematian ad
“Kau harus kembali jika sesuatu terjadi.”Itu adalah kali kelima, atau mungkin lebih, Luc mengatakannya. Dia menuntunku ke tempat tidur seolah aku adalah orang sakit, tetapi aku tidak tega menolaknya. Aku menyentuh lengan Luc.“Aku akan baik-baik saja,” kataku untuk kesekian kalinya.Naomi bergerak gelisah di pintu kamar dan Serena hanya bersungut-sungut. Mereka diberitahu tentang bahaya perjalanan Link itu, tetapi kami tahu itu adalah satu-satunya cara. Aku harus menemukan Daniel dan orang-orang itu secepat mungkin. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Bila mereka tiba-tiba saja memutuskan akan melakukan ritual itu sekarang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Daniel lagi.Aku menarik napas perlahan dan mengeluarkannya dari hidung.Tangan Luc menggenggamku. Cukup erat, tetapi tidak menyakitkan. Ekspresinya masih menunjukkan ketidak terimaaan, tetapi aku cukup keras kepala untuk menolaknya.Aku merilekskan