Share

THAT NIGHT

THAT NIGHT

“Aku mulai khawatir mengajakmu berkencan,” Ujar Hwan, membuka pembicaraan.

“Eoh, kenapa ?, kau tidak suka cara berpakaianku ?,” Tanya Ji Eun yang seketika panik.

“Bukan begitu, hei, dengarkan aku dulu. Apapun yang kau pakai selalu membuatmu cantik, aku khawatir saja ada yang merebutmu,” Ujar Hwan.

Ji Eun berusaha menahan tawanya dan pipinya memerah.

“Oppa sudah berapa kali pacarana ?,” Tanya Ji Eun.

“Kenapa tiba – tiba menanyakannya ?,” Hwan balik bertanya.

“Mulutmu manis sekali, seolah sudah terlatih untuk merayu wanita,” Ujar Ji Eun.

“HEY !,” Hwan menoleh sekilas dan melotot.

Ji Eun terkekeh, “Kalau begitu kenapa pandai sekali merayu ?,” Tanya Ji Eun.

“Aku sebenarnya pandai bernegosiasi, bukan merayu. Dan aku orang yang cukup jujur dan spontan, jadi apa yang kukatakan bukan hanya rayuan, aku sungguh – sungguh,” Ujar Hwan.

“Ah, ne.”

“Ah, ne ?, tidak mau bilang terimakasih atau apapun ?,” Tanya Hwan.

Ji Eun kembali tertawa.

“Aku kira kita akan canggung selama beberapa saat, tapi ternyata, kau lebih baik dari yang kukira,” Ujar Ji Eun.

“Sama sepertimu, aku tidak sabar bertemu denganmu,” Ujar Hwan.

Ji Eun menoleh dan menatap Hwan.

Mencoba mempercayai telinga dan matanya akan apa yang baru saja Hwan katakan.

“Benarkah ?, atau kau hanya mau menghiburku ?,” Tanya Ji Eun.

“Ah, tentu saja, kenapa..,” Kalimat Hwan terhenti saat ia melihat sepasang mata Ji Eun yang berkaca – kaca. Hwan memilih untuk mengemudikan mobilnya menuju parkiran lebih dulu, lalu ia menatap Ji Eun.

“Wae ( kenapa ) ?, kenapa kau terlihat sangat kaget ?,” Tanya Hwan.

“Kau benar – benar menungguku selama ini ?,” Tanya Ji Eun.

“Eoh, aku memang sudah pernah berkencan. Tapi entah mengapa aku dengan cepat mengakhiri hubunganku karena, aku selalu teringat padamu,” Ujar Hwan.

“Oppa, cubit aku.”

Hwan tertawa dan akhirnya mencubit gemas pipi Ji Eun.

“Kenapa kaget sekali sampai berkaca – kaca ?, kau terharu ?,” Tanya Hwan.

Ji Eun membiarkan Hwan menghapus air matanya dan berusaha tersenyum, “Kau tahu banyak sekali cerita mengerikan tentang perjodohan kan ?, aku, aku benar – benar selalu memikirkan dan menunggumu, tapi aku takut kau tidak merasakan yang sama,” Ujar Ji Eun.

Hwan menggenggam tangan Ji Eun, “Jangan khawatir, aku baru saja mengatakannya kan ?.”

“Ayo, kita makan malam dulu, aku lapar,” Ajak Hwan.

Sepanjang langkah mereka habiskan dengan bergandengan tangan dan bersendau gurau.

“Mau belanja dulu atau makan malam ?,” Tanya Hwan.

“Belanja ?, kita kan makan malam,” Ujar Ji Eun.

“Ayolah, aku tidak tahu seleramu, tapi aku benar – benar suka semua barang yang dijual di mall ini,” Ujar Hwan.

Hwan sudah mereservasi sebuah ruangan di Restoran Jepang yang ia pilih, mereka akan terus buka sampai Hwan datang. Jadi ia tidak perlu khawatir berlama – lama belanja.

“Tidak ada yang menarik ?,” Tanya Hwan.

Mereka sudah melihat banyak gerai dan Ji Eun hanya memandangnya, tanpa menunjuk atau terlihat tertarik dengan barang – barang yang dijual.

“Hmm, aku bukan tipe orang yang terlalu suka belanja kecuali kebutuhan. Aku hanya mengoleksi tas dan barang – barang yang sangat kusuka saja, bagaimana kalau langsung makan ?.”

Hwan menghela napas, “Hmm, baiklah. Padahal aku ingin membuatmu belanja, ah sebentar,” Hwan menarik Ji Eun ke sebuah tempat.

“Kemana ?, bukankah kau bilang restorannya diatas ?,” Tanya Ji Eun.

Ji Eun pasrah mengikuti langkah Hwan yang ternyata membawanya ke toko perhiasan.

“Oppa, mau beli apa ?,” Tanya Ji Eun.

“Ah, anda sudah datang,” Si pramuniaga tiba – tiba saja berkata seperti itu saat Ji Eun dan Hwan sampai di toko perhiasan.

“Ne.”

Tak lama si pramuniaga kembali dengan sebuah kotak berwarna hitam yang terbuat dari beludru.

“Sudah kusiapkan, tuan.”

“Ne, aku juga sudah melunasinya. Boleh kubawa sekarang ?,” Tanya Hwan.

“Ne, tentu saja.”

Pramuniaga cantik itu meletakkan kotak hitam tadi di dalam shopping bag yang juga berwarna hitam dengan sedikit aksen silver dan tulisan Chaumet Paris.

Hwan membawanya dan berjalan keluar.

Ji Eun hanya diam saja, menunggu Hwan bicara. Hingga mereka sampai di restoran.

Mereka memesan Sushi dan wine.

“Aku juga tidak banyak makan malam sepertimu, tenang saja,” Ujar Hwan.

“Pantas saja kau punya badan yang bagus,” Puji Ji Eun.

“Ah, sayangnya aku belum bisa menunjukkannya, nanti saja setelah menikah. Tapi kalau kau mau kau bisa melihatnya malam ini,” Goda Hwan.

“Aku tidak penasaran, tidak usah terburu – buru.”

Hwan mencibir.

Usai makan, Hwan meletakkan shopping bag tadi di hadapan Ji Eun.

“Ini hadiah kecil dariku karena sudah mau menungguku dan bersedia untuk dijodohkan denganku. Ini juga tanda bahwa kau jadi milikku,” Ujar Hwan.

“Ah, oppa.., jangan buang – buang uang,” Omel Ji Eun.

“Bukan buang – buang uang namanya, aku hanya ingin membahagiakan calon istriku,” Hwan beranjak dan menggandeng Ji Eun, lantas mengecupnya.

“Buka saja di rumah, dengan hadiah ini, ingatlah, kau hanya milikku seorang,” Ujar Hwan setengah berbisik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status