Share

Bab 8

Author: Athena Hexa
last update Huling Na-update: 2025-08-19 19:30:33

Preman itu menginginkan uang bukan makanan. Rupanya, preman itu adalah bos para tunawisma disana.

“Hei, anak kecil, jangan sok pahlawan !” Seorang preman dengan tato dan anting-anting besar di telinga mendorong Dewa dengan kasar. Dewa yang saat itu berusia 14 tahun terjerembab jatuh di trotoar berdebu.

“Aku hanya memberinya makanan, adik itu menangis kelaparan,” Jawab Dewa masih berusaha tenang. Clara melihat semuanya dari balik gerobak pedangan somay yang berada tak jauh dari tempat Dewa. Sepeda mininya, ia parkir di sebelah gerobak somay itu.

“Jangan banyak omong, anak kecil!” salah satu preman yang lain, yang bertubuh paling kurung, mengangkat kerah Dewa hingga tubuh Dewa ikut terangkat, “Kalau punya uang, kasih, kami gak butuh makanan !” Ujar preman itu lalu kembali menghempas tubuh Dewa ke Trotoar. Tak hanya itu, tiga orang preman lalu mengeroyok Dewa, dan merampas uang milik Dewa dan juga ponselnya.

 Clara ketakutan dan menutup mulutnya sendiri, lalu dengan berani, ia memutuskan bersepeda ke pos polisi terdekat, dan saat polisi datang, para preman itu lari, meninggalkan dewa yang hampir pingsan. Polisi segera mengejar preman untuk menangkapnya.

Clara yang panik membawa Dewa di boncengan sepedanya lalu pergi ke klinik tak jauh dari lokasi, disana dewa mendapatkan pertolongan pertama. Saat tiba di klinik, Dewa hampir pingsan karena lukanya cukup parah.

“Ka…kamu…?” Dewa menatap Clara yang memapahnya. Clara gadis 13 Tahun dengan rambut dikepang dua dan pin bintang di kerahnya.

Clara yang tiba-tiba menyadari Dewa memandangnya, langsung memalingkan wajah, “Aku bukan siapa-siapa, kamu bisa melupakan aku. Tapi, kumohon, kamu harus bertahan, kamu harus selamat ya !” Ujar Clara gugup. Ia snagat takut jika Dewa mengenalisnya sebagai Clara si penguntit.

Clara yang tergesa-gesa pun segera pergi, saat tenaga medis membawa Dewa dengan brankar. Saking gugup dan paniknya Clara, ia tak sadar jika Dewa menarik pin bintang di kerahnya. Dewa masuk ke IGD menggenggam pin bintang itu.

Sejak saat itu, Clara tak pernah lagi bertemu Dewa. Baik di jalan, maupun di sekolah. Dewa pindah sekolah. Clara merasa dunia kembali hancur. Ia tidak punya harapan lagi. Ia merasa sangat sendirian.

Bukan saja kehilangan Dewa, Sejak hari Clara membawa Dewa ke puskesmas, Clara menyadari bahwa pin bintangnya juga telah hilang. Ia telah mencarinya di semua tempat, di tas, di kamar, di sekolah, di jalan. Nmaun, pin itu tak juga ia temukan.

“Dimana kuletakkan pin bintang itu?” berkali-kali Clara mencari pin itu, namun tak dapat ia temukan. Pin itu sangat berarti baginya, karena merupakan pemberian terakhir Ibunya sebelum wafat. Di balik pin itu, ada pesan khusus dari ibunya untuknya, pesan yang beitu manis, “Selalu semangat, ya !” tulis ibunya dengan pulpen khusus sehingga tulisannya berukuran sangat kecil namun masih bisa terbaca.

Hidupnya kini terasa begitu sepi, keluarganya tidak menyayanginya, smenagat hidupnya telah pindah sekolah, bahkan kenangan terakhir ibunya kini tak lagi ia simpan. Namun, kesendirian itu akhirnya berakhir, Kakeknya dari pihak ibu, mengetahui perlakuan buruk keluarganya yang ia terima, datang menjemputnya. "Cucu Kakek, kamu tidak akan tinggal di sini lagi. Kamu akan tinggal bersama Kakek," kata Kakeknya dengan lembut.

 Clara akhirnya hidup bersama kakeknya. Kakeknya adalah pria yang sangat baik. Kakeknya mengajarkannya banyak hal, memberikan kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan dari ayahnya. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Kakeknya meninggal saat ia berusia 18 tahun.

 Clara kembali sendirian, tetapi kali ini, ia tidak tinggal bersama Wina dan Belinda. Ia tinggal di rumah besar yang merupakan warisan ibunya. Ia juga mewarisi perusahaan periklanan besar yang merupakan milik ibunya. Ia menjadi CEO di usia 23 tahun.

 "Aku akan membuktikan pada mereka, bahwa aku bisa menjadi orang yang sukses tanpa bantuan mereka," batin Clara.

 Clara menyeka air matanya. Ia menyadari, dirinya kembali ke titik nol. Ia kembali merasa sendirian. Dewa yang ia cintai sejak dulu, yang ia pikir akan menjadi pelindungnya, ternyata sama saja dengan yang lain. Ia memilih untuk percaya pada Belinda, ia memilih untuk pergi dan meninggalkannya.

 "Apakah aku tidak pantas dicintai?" bisik Clara, suaranya pecah. "Apakah aku tidak pantas bahagia?"

 Ia kembali menangis, kali ini dengan suara yang keras. Suara tangisnya memenuhi kesunyian malam,

Dari Belakang, terdengar suara derap langkah mendekati bangku tempat Clara berada.

bukan hanya sepasang kaki, namun suara derap langkah beberapa orang, membuat Clara bergidik.

seolah memanggil kembali kenangan-kenangan pahit yang selama ini ia coba lupakan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 29

    "Aku tahu, Dewa," suara itu kembali terdengar. "Aku tahu kau rela melakukan apa saja untuk wanita ini. Kau rela mengorbankan segalanya, bahkan nyawamu." Suara itu berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kau tahu, aku sangat suka menonton drama. Dan sekarang, aku akan menciptakan sebuah drama untukmu. Kau tahu, satu tepuk, dua nyamuk tertangkap. Kamu dan dia akan segera mati.""Apa maumu?" tanya Dewa, suaranya dingin."Mudah saja. Aku ingin kau berlutut di hadapanku," kata suara itu. "Jika kau berlutut, aku akan melepaskan wanita ini. Dan kau... kau akan mendapatkan hadiah dariku."Dewa membeku. Ia tidak pernah berlutut di hadapan siapa pun. Bahkan di hadapan kakeknya sendiri. Berlutut di hadapan orang yang tidak ia kenal, itu adalah sebuah penghinaan. Namun, ia tidak peduli. Ia akan berlutut. Ia akan melakukan apa saja untuk Clara.Clara, yang mendengar perkataan itu, langsung menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir deras. Ia tidak ingin Dewa berlutut.

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 28

    Clara merasa takut. Apalagi membayangkan jika penculiknya tidak akan segan-segan untuk mencelakai Dewa. Ia pun mencoba berteriak lagi, memanggil nama Dewa."Jangan khawatir," lanjut suara itu. "Aku akan memastikan dia datang kemari. Dan dia akan melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana kami memperlakukan wanita yang dicintainya."Clara membelalakkan matanya. Jantungnya berdebar kencang. Suara itu tertawa, lalu melanjutkan, "Kalian tahu apa yang harus dilakukan."Para pria berpakaian hitam itu mulai mendekat. Clara merasa panik. Ia mencoba berteriak, mencoba melarikan diri, tetapi ia tidak bisa. Ia tidak berdaya. Ia merasa sangat takut. Salah satu dari mereka menunduk, lalu menarik kerah gaunnya. Kain satin yang ia kenakan robek, memperlihatkan pundaknya yang mulus. Clara menangis, air matanya membasahi lakban yang menutup mulutnya."Jangan takut, Nona. Ini hanya akan menyakitkan sebentar," bisik salah satu dari mereka, dengan suara serak. "Tuan kami hanya ingin bersenang-senan

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 27

    "Sebelum lanjut kita ke markas dulu!" Seru Dewa penuh antisipasi. Dewa tiba di markasnya, sebuah bangunan minimalis di kawasan elit Jakarta. Ruangan itu dipenuhi dengan monitor yang menampilkan berbagai grafik dan data. Begitu ia melangkah masuk, semua orang langsung berdiri, menyambutnya dengan hormat. Dewa tidak membuang waktu. Ia berjalan ke meja utama. "Cek semua CCTV di kota ini yang dilewati mobil itu," perintah Dewa, suaranya dipenuhi otoritas yang tak terbantahkan. "Aku ingin kalian lacak pergerakannya dengan teliti!"Kevin dan timnya segera bekerja. Jari-jari mereka menari di atas keyboard komputer, mata mereka fokus pada monitor yang menampilkan ribuan rekaman CCTV dari berbagai sudut kota. Suara klik tombol dan bisikan-bisikan pelan memenuhi ruangan.Dewa menatap monitor, hatinya berdebar kencang. Ia tahu, Clara dalam bahaya. Ia tahu, ia harus menemukannya secepat mungkin. Rasa bersalah dan penyesalan menggerogoti hatinya. Ia seharusnya tidak membiarkan Clara sendirian.

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 26

    Dewa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Jakarta yang ramai di pagi hari. Hatinya dipenuhi tekad, ia harus menemui Clara dan meluruskan semua kesalahpahaman. Ia tahu, foto-foto itu adalah kebohongan yang disebarkan untuk menghancurkan mereka.Sesampainya di kantor Clara, Dewa langsung berlari ke dalam gedung. Ia tidak memedulikan satpam yang berteriak padanya. Ia masuk ke dalam lift, menekan tombol lantai Clara, hatinya berdebar kencang. Ia berharap Clara masih berada di ruangannya, menunggu Dewa. Namun, saat pintu lift terbuka, Dewa langsung menuju ruangan Clara. "Clara...?!"Ia menemukan ruangan Clara kosong. Komputer Clara mati, dan tidak ada tanda-tanda Clara di sana.Dewa segera berbalik dan berlari ke meja keamanan. Ia menemui satpam yang berada di sana, satpam yang tadi berteriak padanya. "Di mana Nona Clara?" tanya Dewa, suaranya dipenuhi rasa panik."Nona Clara? Tadi pagi, keluarga Wijaya datang menjemputnya untuk persiapan pertunangan," jawa

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 25

    Dewa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Jakarta yang ramai di pagi hari. Namun, pandangannya kosong, dan hatinya terasa hancur berkeping-keping. Ucapan Clara terngiang-ngiang di telinganya. Silakan ajukan resign. Aku akan mencari asisten lain yang lebih profesional. Lupakan saja. Semalam tidak pernah terjadi. Kata-kata itu begitu tajam, begitu dingin, begitu berbeda dari Clara yang ia kenal semalam.Sambil mengemudi, Dewa mengambil ponselnya, lalu menghubungi seseorang. "Halo, Tunda acara lamaran siang ini," katanya dengan suara tegas. "Aku ingin kau selidiki siapa di balik penyerangan tadi malam. Aku mau tahu siapa dalangnya."Ia lalu menghubungi nomor lain, nomor kakeknya. "Kakek... maaf, aku harus membatalkan acara lamaran siang ini.""Apa?! Kenapa?!" Suara kakeknya terdengar kaget dan marah. "Semua sudah siap! Kenapa kamu batalkan, Dewa?!""Ada hal yang harus aku selesaikan, Kek," jawab Dewa, suaranya dipenuhi rasa frustrasi. "Maafkan aku."Ia meng

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 24

    Clara menatap Dewa dengan mata yang dingin, menyembunyikan badai di dalam hatinya. Dewa merasa hatinya sangat sakit, ia menatap dalam ke arah Clara mencoba menggali kebenaran dalam tatapan dingin itu. Dewa perlahan meraih tubuh ramping Clara dan memeluknya perlahan. sebuah pelukan yang terasa rapuh, tak bertenaga, dan begitu lembut. Clara diam. Ia tak menolak. Anggap saja ini pelukan terakhir kita, batin Clara. Dewa yang merasa Clara tak menolaknya namun juga tak membalas pelukannya, menatap Clara sekilas. Wajah cantik itu masih sedingin es, Dewa memeluk Clara semakin erat. di telinga Clara, Dewa berbisik, "Bahkan kamu bisa menghukumku jika aku salah, asal Kamu tidak menikahi orang lain. " Suara Dewa terdenga bergetar. tidak seperti suaranya yang selalu lantang dan tegas saat presentasi. atau sikapnya yang selalu profesional. Dewa kini memperlihatkan sisi rapuhnya. Pelukan itu sudah lebih dari lima menit, semakin lama memeluk Clara, Dewa semakin hancur karena Clara seperti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status