Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku

Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku

last updateLast Updated : 2025-09-21
By:  Athena HexaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
30Chapters
265views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Clara Arneta Wijaya, Seorang gadis berusia 23 Tahun yang kehilangan kasih sayang dari keluarganya, Kini menjadi CEO Perusahaan Iklan terkemuka peninggalan mendiang ibunya. Clara Jatuh cinta pada pandangan pertama pada Asistennya yang sangat dingin dan profesional. Asistennya memiliki misi tersembunyi sehingga bergabung dan mau menjadi asisten Clara. Ayah Clara, David Wijaya merupakan petinggi perusahaan Obat terkemuka, memiliki seorang Istri bernama Wina dan Anak bernama Belinda, yang merupakan ibu sambung dan adik tiri Clara. Meskipun mereka keluarga, mereka sangat ingin menghancurkan Clara.

View More

Chapter 1

Bab 1

"Tidak ada yang cocok, Melda," ujarnya, suaranya serak. Ia memijat lehernya yang kaku.

Clara Arneta Wijaya menekan pelipisnya, pusing. Ruangan kantornya yang serba modern, dengan jendela kaca setinggi langit-langit yang menawarkan panorama gedung-gedung Jakarta, terasa sesak. Ruangan ini, yang ia warisi bersama dengan jabatan CEO dari mendiang ibunya, seharusnya menjadi tempat yang memberinya kekuatan, tetapi hari ini, ruangan itu terasa seperti sangkar emas yang pengap.

Di hadapannya, tumpukan berkas dari sepuluh kandidat asisten pribadi yang baru saja ia wawancarai teronggok tak tersentuh. Semua sama. Terlalu formal, terlalu kaku, terlalu ambisius dengan cara yang salah. Ia membutuhkan seseorang yang bisa membaca pikirannya, bukan sekadar pelayan. Ia butuh seorang partner.

Melda, manajer HRD yang setia dan sudah bekerja untuk ibunya, menghela napas maklum. Ia tahu betul standar tinggi Clara. "Maaf, Nona Clara. Kami sudah berusaha mencari yang terbaik."

"Yang terbaik itu bukan tentang nilai IPK tertinggi atau pengalaman terbanyak. Yang terbaik itu tentang chemistry," gumam Clara, lebih kepada dirinya sendiri. "Saya tidak ingin bekerja dengan robot."

Melda mengangguk. "Saya mengerti. Kami akan mencari lagi—"

"Tunggu!" Pintu ruang kerja Clara terbuka pelan. Riko, asisten Melda, muncul dengan ekspresi ragu. "Ada apa, Riko?" tanya Melda.

"Maaf mengganggu, Bu Melda, Nona Clara. Ada satu lagi kandidat yang datang. Pendaftarannya menyusul, tapi berkasnya luar biasa. Ia menelpon langsung ke saya dan berhasil meyakinkan saya untuk memberinya kesempatan wawancara."

Clara mengangkat alisnya, tertarik. "Menyusul? Berani sekali. Siapa namanya?"

"Dewa," jawab Riko, menatap berkas di tangannya. "Dewa Pradipta."

Nama itu terdengar familiar di telinga Clara. Ia mengangguk. "Baik. Suruh dia masuk."

Melda menoleh ke Clara dengan ekspresi kaget. "Nona, apa Anda yakin? Kita bisa menjadwalkannya untuk besok—"

"Tidak perlu. Suruh dia masuk sekarang," potong Clara tegas. Sebuah firasat aneh menggerogoti hatinya. Ada harapan kecil yang tiba-tiba membuncah.

Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Clara menegakkan duduknya, pandangannya tertuju pada sosok yang memasuki ruangan. Waktu seolah berhenti. Detak jantungnya langsung berpacu tak terkendali.

Seorang pria berdiri di ambang pintu, tinggi semampai dengan bahu tegap. Ia mengenakan setelan jas berwarna abu-abu gelap yang pas di badannya, memancarkan aura profesionalisme tanpa kesan kaku. Kemeja putihnya bersih, dasinya diikat rapi, dan rambutnya yang hitam pekat ditata dengan rapi. Namun, yang paling menarik perhatian Clara adalah wajahnya. Wajah yang sama yang sering ia bayangkan dalam mimpinya, wajah yang tak pernah dilupakan sejak ia masih remaja.

Mata tajamnya yang berwarna coklat gelap menatap langsung ke arah Clara. Bibirnya tipis, tetapi lekuknya tegas. Ada karisma yang tak terlukiskan di wajahnya, semacam kekuatan yang tenang namun mendominasi.

"Clara?" Suara itu. Suara yang dalam dan serak, tetapi penuh otoritas. Suara yang sama yang dulu sering didengar saat pria itu memimpin upacara bendera di sekolah.

Clara menelan ludah. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi gagal. "Dewa?" panggilnya, suaranya nyaris berbisik.

Pria itu tersenyum tipis. Senyum itu tidak menjangkau matanya, tetapi cukup untuk membuat Clara kembali ke masa lalu. Ia adalah Dewa, kakak kelasnya di SMP, ketua OSIS yang sangat dikagumi. Pria yang membuat hati kecilnya berdebar, pria yang ia kagumi dari jauh. Pria yang tiba-tiba pindah sekolah di kelas sembilan tanpa kabar, meninggalkan lubang kosong di hatinya.

"Ya. Maaf atas keterlambatan saya," kata Dewa, melangkah masuk dan menutup pintu dengan pelan. "Saya pikir saya harus mengambil kesempatan ini."

Clara masih terpaku, memandangi setiap inci perubahan pada Dewa. Pria remaja yang ia kenal kini telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang memancarkan pesona maskulin yang kuat. Wajahnya yang dulu sedikit tirus kini lebih tegas, dengan rahang yang kokoh dan sorot mata yang lebih dalam.

Melda, yang menyadari suasana canggung itu, berusaha memecah keheningan. "Baiklah, Bapak Dewa, silakan duduk."

Dewa menoleh ke Melda, mengangguk sopan, lalu duduk di kursi yang tersedia di hadapan meja kerja Clara. Clara, berusaha mengumpulkan kembali keberaniannya, menarik napas dalam-dalam. Ia harus bersikap profesional.

"Jadi, Anda Dewa Pradipta," ujar Clara, mencoba membuat suaranya terdengar tegas. "Saya tidak melihat berkas Anda di tumpukan sebelumnya."

Dewa menyandarkan punggungnya, menatap Clara dengan santai. "Seperti yang Riko katakan, saya baru mengirimkannya hari ini. Ada beberapa hal yang harus saya urus."

"Hal-hal apa?" tanya Clara, langsung ke intinya.

Dewa hanya tersenyum tipis. "Hal-hal pribadi. Saya yakin Anda tidak ingin tahu."

Clara merasa tergelitik oleh nada santai Dewa. Dulu, ia selalu bersikap tegas, tetapi juga hangat. Clara masih ingat bagaimana Dewa selalu membela anak-anak yang tertindas, bagaimana ia berbicara dengan lembut kepada mereka yang membutuhkan, meski di depan umum ia selalu menampilkan wajah serius dan karismatik.

"Anda tahu saya?" Tanya Clara.

Dewa mengangguk. "Clara Arneta Wijaya. Putri Bapak David Wijaya..."

Clara menegang saat nama lengkapnya disebut secara fasih, bahkan nama ayahnya pun Dewa tahu. Ia tidak menyangka Dewa mengetahuinya. Ia selalu berpikir Dewa tidak menyadari kehadirannya. "Jadi, Anda tahu siapa saya."

"Tentu," jawab Dewa. "Saya tahu, Anda adalah CEO di sini." Clara terkesiap. Setidaknya, ia kini sadar bahwa Dewa tak mengingatnya dulu sebagai adik kelas yang begitu mengaguminya. Clara menegakkan punggung dan mengangkat dagunya.

"Dan Anda ingin menjadi asisten pribadi saya," ujar Clara, nadanya sedikit tidak percaya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Athena Hexa
Semoga berjodoh Clara dan Dewa
2025-08-19 22:24:26
0
30 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status