Share

Bab 9

Penulis: Athena Hexa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-19 21:58:07

Langit malam yang gelap pekat di atas taman terasa semakin mencekam bagi Clara. Ia masih duduk sendirian di bangku itu, jaket parasut tipis yang dikenakannya tak mampu menghangatkan tubuhnya yang mulai menggigil.

Pikirannya kacau balau, dipenuhi rasa sakit dan kesepian.

Tiba-tiba, suara tawa dan derap langkah kaki yang berat, memecah keheningan. bukan sepasang kaki, melainkan derap langkah beberapa orang. Clara bergidik, Clara mendongak, matanya membelalak saat melihat sekelompok pemuda mabuk berjalan sempoyongan ke arahnya.

"Wah, wah... lihat siapa yang kesepian di sini," ujar salah satu dari mereka, dengan seringai cabul. Cepat-cepat Clara menyeka air mata yang jatuh ke pipinya.

"Sendirian, nona manis, lho, mengapa kamu menangis sendiri disini?" tambah pemuda lainnya, matanya jelalatan menatap Clara.

Clara segera bangkit, tubuhnya serasa lelah untuk menanggapi pemuda-pemuda itu, ia mencoba berbalik dan berlari, tetapi langkahnya terhenti.

Mereka sudah mengepungnya, menghadang dari segala arah. Jantung Clara berdegup kencang, ia merasa seperti tikus yang terperangkap. Ia mundur, menjauhkan dirinya dari sentuhan kotor mereka. Bukan karena ia takut, tapi ia merasa malas meladeni pemuda-pemuda mabuk yang sudah pasti bukan lawannya.

"Mau lari ke mana, sayang?" Pemuda yang paling dekat mengulurkan tangannya, mencoba meraih lengan Clara.

"Pergi ! Kalian akan menyesal berurusan denganku !" Teriak Clara dengan penuh keberanian. Meskipun saat ini, hatinya begitu pedih. Hidupnya yang kesepian, dan kini masalah datang pun saat ia sendirian harus menghadapinya.

"Wah,..wah,.. nona cantik ini rupanya galak juga, ya.." Ujar salah seorang pemuda mabuk yang bertubuh tegap, sambil menggosok-gosokkan kedua tangannya seolah memberi pemanasan sebelum menangkap mangsa.

"Bagus sekali, Nona, aku paling suka perempuan galak. Mulut yang pedas, akan membuat kami makin semangat !" pemuda yang lainnya menimpali.

Clara memasang kuda-kuda. Ia ahli dalam bela diri. sejak kakeknya merawatnya, kakeknya juga rutin melatihnya ilmu beladiri karate dan belajar langsung dari seorang ahli karate terkemuka di negaranya.

Clara dengan santai mengikat rapi rambutnya, dan matanya memancarkan ketenangan yang tajam. Di hadapannya, empat orang pemuda mabuk itu mengelilinginya, tawa sinis mereka memecah kesunyian malam.

Salah satu pemuda maju dengan wajah penuh nafsu, tangannya hendak meraih Clara. Tanpa ragu, Clara melakukan Gedan Barai, menangkis tangan pemuda mabuk itu dengan cepat. Gerakannya halus, namun penuh kekuatan. Pemuda itu terkejut, langkahnya mundur sesaat.

Melihat temannya diserang, dua pemuda lain menyerang dari samping. Clara dengan sigap melakukan tendangan lurus ke arah perut preman di sebelah kanannya, membuatnya terhuyung-huyung. Kemudian, ia memutar tubuhnya dan dengan cepat melancarkan Gyaku Zuki, pukulan lurus ke arah wajah pemuda gemuk di sebelah kiri. Suara pukulan itu menggema di keheningan malam.

Melihat teman-temannya jatuh, pemuda yang paling tegap maju. Ia menyerang Clara dengan pukulan yang kuat. Clara tidak menghindar. Ia menerima serangan itu dengan  tangkisan lengan bawah yang kuat. Ia lalu membalas dengan serangan siku yang telak mengenai ulu hati pemuda itu, membuatnya sesak napas.

Clara berdiri tegak, napasnya teratur. Keringat membasahi pelipisnya, tetapi ekspresi wajahnya tetap tenang. Ia menatap ke empat pemuda mabuk yang tergeletak, lalu dengan tenang membenarkan jaket parasutnya.

Setelah memastikan semuanya aman, ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan taman sepi itu. Di sekelilingnya, malam kembali hening, seolah-olah pertarungan sengit itu tidak pernah terjadi.

Saat Clara hendak meninggalkan taman dengan terburu-buru, tubuhnya menabrak dada bidang seorang pria yang aromanya sangat Clara kenal. Dewa !

Clara mundur beberapa langkah, memegangi keningnya yang sedikit sakit. Dewa menatapnya penuh kekhawatiran.

"Untuk apa kamu kesini ?!" Tanya Clara ketus. 

Dewa tak menjawab. Namun, dengan gerakan secepat kilat, Dewa memeluk Clara dan melakukan tendangan memutar yang akurat mengenai kepala pemuda mabuk bertubuh gemuk yang hendak mengayunkan pisau ke arah Clara. Dengan jurus pamungkas dari Dewa itu, Pemuda bertubuh gemuk itu akhirnya tak berdaya.

Aakhhh,…Clara menjerit, saat Dewa memutar tubuhnya tiba-tiba. ia sempat mendengar suara 'Srak..' sebelum suara rintihan pemuda gemuk itu yang hanya sesaat. Pemuda itu sudah terkapar tak berdaya di detik berikutnya.

Clara membuka matanya. Di hadapannya, berdiri sosok Dewa, dengan tatapan tajam dan rahang mengeras. Pemuda yang tadi hendak mengayunkan pisau ke arahnya kini sudah tergeletak di tanah.

"Dewa, kakimu berdarah...," Clara melihat ke arah celana Dewa yang sobek oleh pisau dan melukai kakinya di bagian betis. 

Dewa menggelengkan kepala, agar Clara tak khawatir. 

Dewa adalah seorang ahli bela diri tingkat tinggi. Gerakannya begitu luwes dan mematikan, seperti tarian yang indah namun penuh kekuatan. Ia memegang sabuk hitam karate, dan itu terlihat dari pukulannya yang terarah dan tendangannya yang mematikan.

Dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk Clara, Dewa menghubungi kantor polisi. "Halo, di taman kencana ada empat pemuda mabuk membuat onar, mohon segera ditangani." Klik, Dewa menutup telepon dan cepat-cepat membawa Clara ke mobil.

Di dalam mobil, Dewa menoleh ke arah Clara. Clara masih mematung, tubuhnya menggigil. Wajahnya pucat pasi, matanya berkaca-kaca, dan bibirnya bergetar. Dewa segera melepas jaket tebal yang ia kenakan, lalu dengan lembut menyampirkannya di bahu Clara. 

Dewa menatap wajah cantik Clara dengan penuh kekhawatiran.

"Nona Clara, katakan, apakah ada yang terluka..?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 9

    Langit malam yang gelap pekat di atas taman terasa semakin mencekam bagi Clara. Ia masih duduk sendirian di bangku itu, jaket parasut tipis yang dikenakannya tak mampu menghangatkan tubuhnya yang mulai menggigil.Pikirannya kacau balau, dipenuhi rasa sakit dan kesepian.Tiba-tiba, suara tawa dan derap langkah kaki yang berat, memecah keheningan. bukan sepasang kaki, melainkan derap langkah beberapa orang. Clara bergidik, Clara mendongak, matanya membelalak saat melihat sekelompok pemuda mabuk berjalan sempoyongan ke arahnya."Wah, wah... lihat siapa yang kesepian di sini," ujar salah satu dari mereka, dengan seringai cabul. Cepat-cepat Clara menyeka air mata yang jatuh ke pipinya."Sendirian, nona manis, lho, mengapa kamu menangis sendiri disini?" tambah pemuda lainnya, matanya jelalatan menatap Clara.Clara segera bangkit, tubuhnya serasa lelah untuk menanggapi pemuda-pemuda itu, ia mencoba berbalik dan berlari, tetapi langkahnya terhenti.Mereka sudah mengepungnya, menghadang dari s

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 8

    Preman itu menginginkan uang bukan makanan. Rupanya, preman itu adalah bos para tunawisma disana.“Hei, anak kecil, jangan sok pahlawan !” Seorang preman dengan tato dan anting-anting besar di telinga mendorong Dewa dengan kasar. Dewa yang saat itu berusia 14 tahun terjerembab jatuh di trotoar berdebu.“Aku hanya memberinya makanan, adik itu menangis kelaparan,” Jawab Dewa masih berusaha tenang. Clara melihat semuanya dari balik gerobak pedangan somay yang berada tak jauh dari tempat Dewa. Sepeda mininya, ia parkir di sebelah gerobak somay itu.“Jangan banyak omong, anak kecil!” salah satu preman yang lain, yang bertubuh paling kurung, mengangkat kerah Dewa hingga tubuh Dewa ikut terangkat, “Kalau punya uang, kasih, kami gak butuh makanan !” Ujar preman itu lalu kembali menghempas tubuh Dewa ke Trotoar. Tak hanya itu, tiga orang preman lalu mengeroyok Dewa, dan merampas uang milik Dewa dan juga ponselnya. Clara ketakutan dan menutup mulutnya sendiri, lalu dengan berani, ia memutuskan

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 7

    Clara duduk sendirian di bangku taman, tempat Dewa meninggalkannya. Udara malam terasa dingin menusuk kulit, tapi hatinya jauh lebih dingin. Jaket parasut tipis yang ia kenakan tak mampu menghangatkan hatinya.Air mata sudah mengering di pipinya, menyisakan jejak asin yang perih. Ia menatap langit malam yang gelap, yang dipenuhi bintang-bintang yang berkedip. Ia merasa begitu kecil, begitu sendirian. Selalu begitu. Sejak dulu. "Kenapa? Kenapa ini harus terjadi lagi?" bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya parau. Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, ke saat-saat di mana ia merasa dunianya hancur. Ia masih ingat betul, saat ia berusia sepuluh tahun, ibunya meninggal karena keracunan makanan.Clara kecil yang lugu tidak tahu apa-apa, ia hanya tahu bahwa ibunya pergi dan tidak akan kembali. Ia merasa sangat kehilangan. Ia sering bertanya pada ayahnya, "Ayah, Ibu akan kembali, kan?" Ayahnya hanya diam, menatap Clara dengan pandangan kosong. Namun, belum genap sebulan ibunya mening

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 6

    Setelah mengantar Belinda ke Lobi dan memastikannya pulang dengan aman, Dewa kembali ke kantor dengan langkah tergesa. Ia harus kembali ke Clara dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, bahwa ia tidak percaya Belinda begitu saja. Namun, saat ia melangkah di lobi, sebuah mobil mewah berhenti di depan gedung. Seorang pria berjas hitam, bertubuh tegap, keluar dan menghampirinya. "Tuan Dewa," sapa ajudan itu dengan hormat, suaranya tenang dan tegas. "Sudah waktunya Anda pulang." Dewa menghentikan langkahnya, menatap ajudan itu dengan tatapan tajam. "Pulang? Aku sudah bilang, aku belum akan pulang. Ada urusan yang harus kuselesaikan." "Tetapi Tuan Besar sudah menanti, Tuan. Misi Anda di sini sudah terlalu lama," ucap ajudan itu lagi, matanya menyiratkan peringatan. "Aku yang menentukan kapan misiku selesai, bukan dia. Aku akan pulang jika waktunya sudah tepat," jawab Dewa, suaranya mengandung otoritas. Ajudan itu mengangguk, lalu berbalik, kembali ke mobilnya. Tak lama kemudian, p

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 5

    Keesokan paginya, Suara ketukan di pintu ruangan Clara terdengar ragu. Clara, yang sedang menandatangani beberapa berkas, mendongak. Dewa masuk dengan raut wajah tenang seperti biasa. Ia mengenakan kemeja putih yang pas di tubuhnya, memperlihatkan otot-otot lengannya yang terbentuk. Penampilannya yang selalu sempurna adalah satu-satunya hal yang bisa mengalihkan perhatian Clara dari tumpukan pekerjaan. "Ada apa, Dewa?" tanya Clara. "Maaf mengganggu,Nona Clara. Ada tamu yang datang untuk menemuimu. Dia tidak punya janji, tapi dia bilang ini penting," jawab Dewa. Clara mengernyit. "Siapa?" Dewa tampak sedikit ragu. "Belinda." Mendengar nama itu, Clara menghela napas. "Suruh dia masuk," katanya, nada suaranya berubah dingin. Dewa mengangguk, lalu keluar. Tak lama kemudian, Belinda masuk dengan senyum manis yang dipaksakan. Ia mengenakan gaun berwarna peach dan riasan yang sedikit tebal. Dewa tetap berdiri di ambang pintu, tetapi Belinda langsung menyuruhnya pergi. "Dewa,

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 4

    Jas Dewa yang tebal dan hangat langsung melingkari bahu Clara. Aroma maskulin yang menguar dari jas itu menenangkan Clara. Jas itu menutupi noda sirup di dada Clara dengan sempurna. Dewa kemudian merangkul bahu Clara, membawanya menjauh dari kerumunan, melindungi Clara dari tatapan sinis dan bisikan-bisikan yang menyakitkan. "Maafkan aku yang lengah melindungimu. " Ujar Dewa nampak menyesal. Sekilas ia melirik ke arah Belinda yang nampak angkat bahu dengan wajah innocent, lalu ia menatap Wina yang tersenyum miring dan David yang bingung harus berbuat apa. "Kita pulang," kata Dewa dengan suara tegas, "tugasmu di sini sudah selesai. Kamu sudah melakukan bagianmu." Belinda, yang merasa Dewa tidak menghiraukannya, berteriak, "Dewa! Kenapa kamu menolong dia? Dia kan cuma kakak tiriku yang selalu bikin masalah!" "Dia adalah atasan saya," jawab Dewa dingin tanpa menoleh sedikit pun. "Tugas saya adalah melindunginya." Belinda tercengang. Ia tidak menyangka Dewa akan bersikap dem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status