Share

02. Debat dengan Saingan Bisnis

"Serena dalam bahaya? Lalu bagaimana denganku? Apa aku tidak perlu bantuan kalau dalam bahaya?" Leina menggerutu di sepanjang jalan.

Dia sudah lima belas menit berjalan di trotoar. Pikirannya kemana-mana sehingga tak bisa fokus ke jalanan. Kedua matanya mulai sembab, tapi dia sanggup menahan diri agar tak menangis.

Dia menggerutu lagi, "lagipula siapa yang butuh bantuannya? Detektif apanya? ... dia itu 'kan cuma pria brengsek yang tergila-gila dengan wanita penggoda itu!"

Karena melamun itulah, dia tak sadar sedang berpapasan dengan seodang wanita cantik berambut panjang.

Wanita itu berpenampilan begitu menarik, blazer hitam dengan rok span dengan belahan di paha kiri.

Ia menyapa, "Leina?"

Suaranya sontak membangkitkan amarah dalam diri Leina. Dia berhenti berjalan, lalu menoleh.

Iya, itu adalah Serena. Wanita yang paling membuatnya cemburu berat.

Serena tersenyum. "Ada apa denganmu? Kamu kelihatan marah? Ada masalah dengan Arsen?"

"Bukan urusanmu."

"Kamu mau ke mana? Belanja untuk makan malam? Mau aku temani? Kebetulan nanti 'kan aku harus menginap di rumah kalian, jadi aku ingin membantu memasak."

"Apa— menginap?“

"Arsen belum bilang? Dia sudah setuju menjagaku dari ancaman pembunuhan 'kan, jadi dia ingin aku tinggal di rumah kalian untuk beberapa hari."

"Aku tidak diberitahu apapun tentang ini!”

"Mungkin nanti kamu akan diberitahu."

"Pokoknya tidak boleh! Di rumah kami hanya ada dua kamar tidur, kamu mau tidur di mana?"

"Mungkin di kamar Arsen."

"Kamu sudah gila, ya?

"Memangnya kenapa? Arsen pasti senang sekali tidur denganku 'kan?"

"Kamu jangan seenaknya ngomong!“

"Tidak masalah 'kan? Atau kamu cemburu?"

"Aku tidak cemburu!“

"Kalau begitu aku tidur denganmu."

"Ranjangku hanya untuk satu orang!"

"Kamu saja yang tidur dengan Arsen, dan aku tidur di kamar kamu?"

"Apa—” Wajah Leina memerah. Antara marah, cemburu dan juga malu. Dia membayangkan hal-hal yang akan terjadi di dalam kamar. "Ja-Jangan sembarangan kamu!"

"Ya kalau tidak mau, berarti aku yang tidur dengan Arsen."

"Tidak boleh, enak saja!"

Serena tersenyum kecil, merasa berhasil menggoda Leina. "Kamu terang-terangan sekali kalau sangat tergila-gila dengan Arsen."

"Sudah kubilang jangan sembarangan ngomong! Aku tidak tergila-gila dengannya!“

"Tuh 'kan cemburu."

"Jangan mempermainkanku!"

Serena menahan tawa melihat tingkah Leina selalu saja cemburu padanya. Dia berkata, "Sudahlah. Bagaimana kalau kita belanja bareng, kita bisa masak bareng juga."

"Tidak usah sok baik.“ Leina benar-benar dilanda kecemburuan. Dia merasa diejek, dipermainkan. "Aku tahu kamu cuma mau berdekatan dengan Arsen!”

Dia tidak suka dengan nada bicara Serena yang ramah. Dia yang paling tahu kalau wanita itu menggunakan mulut manisnya untuk memanfaatkan orang.

Serena terus menggoda Leina, "kalau misalnya aku memang ingin berdekatan dengan Arsen, hak kamu apa melarangku?“

"Aku ini asistennya!”

"Terus?“

" ...” Leina tertegun. Dia baru sadar kalau memang tidak punya hak melarang Arsen bersama siapapun.

Tetapi, selama tiga tahunan ini mereka sudah bersama, tinggal di satu rumah, meskipun beda kamar— tetap saja, harusnya mereka lebih dari rekan kerja 'kan?

Tidak.

Arsen tidak mencintainya.

Serena berkata lagi, "aku tahu kalian tinggal bersama, tapi bukankah itu karena kamu tidak punya tempat lain? Arsen menerima kamu karena berhutang budi pada mendiang ayahmu, Dokter Gio.“

Kasihan?

Jadi, perasaan Arsen padanya hanyalah kasihan. Leina makin patah hati.

Tak cukup disitu, Serena kembali bicara, "selain itu, kamu juga lebih mirip pembantu rumah tangga di rumah Arsen. Semua kebutuhannya kamu penuhi 'kan?”

Memasak, mencuci baju, menyiapkan kopi— semua itu sudah menjadi rutinitas Leina. Dia tak bisa membantah kalau posisinya lebih pantas disebut pembantu daripada asisten.

Selama ini, Hans si informan lebih banyak tahu tentang pekerjaan Arsen sebagai detektif daripada dirinya.

Tak bisa menjawab apa-apa, Leina kemudian pergi dengan cepat. Wajahnya dipenuhi perasaan amarah sekaligus sedih.

Serena hanya melihatnya menjauh. Dia menghela napas panjang, kemudian bergumam, "sepertinya aku sedikit berlebihan menggodanya. Dia mudah sekali cemburu. Lucunya."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status