Share

03. Pergi dari Rumah

Gedung Arsen memiliki tiga tingkat. Dasarnya adalah kantor detektif, sementara, dua tingkat di atas merupakan tempat tinggalnya bersama Leina selama ini.

Sudah tiga tahun mereka hidup bersama. Saat itu— Leina masih berusia tujuh belas tahun, baru lulus SMA. Dia dititipkan setelah ayahnya, Dokter Gio, meninggal dunia akibat kecelakaan. Karena tak punya sanak saudara lain, Arsen menerimanya tinggal bersama.

Arsen menganggap Leina seperti adik sendiri atau malah anak sendiri. Tetapi, dia sadar perasaan di hatinya tidak demikian.

Hari sudah malam, tapi ternyata suasana di dalam rumah sangat sepi. Dia lantas menuju ke dapur. Terlihat, meja makan masih kosong.

"Leina tidak pulang ...“ Arsen sudah bisa menduga kalau wanita itu ngambek perkara tadi pagi.

Dia mengambil ponselnya, lalu memeriksa aplikasi GPS khusus. Selama ini, dia selalu merasa aman karena memasang alat pelacak di ponsel Leina.

Akan tetapi, saat ini alat pelacaknya tak terdeteksi. Sontak saja, dia menjadi panik. "Ponselnya mati? Ke mana dia?"

Ada suara langkah kaki.

Arsen menoleh, tak kaget melihat sosok Serena datang dengan membawakan sekantong makanan.

"Jangan cemas, Leina baik-baik saja," kata Serena kemudian.

"Serena?"

"Karena asisten pencemburumu itu tidak pulang, jadi aku belikan makanan untuk kita. Kita bisa bahas masalah pekerjaan setelah makan."

"Apa yang kamu sembunyikan?"

"Apa maksudmu?”

Pandangan Arsen meruncing kepada Serena. Sorot matanya begitu dingin. Suasana hatinya sangat buruk karena khawatir pada Leina.

Serena menaruh kantong belanjanya di atas meja makan. Dia menghindari pandangan dengan Arsen.

Sambil mengeluarkan kardus-kardus makanan, dia berkata, "oke, oke, aku tadi cuma menggoda Leina sedikit, aku tidak mengira kalau dia malah makin marah sampai pergi dari rumah."

Emosi, Arsen menyambar lengan Serena, mencengkeramnya agak kasar.

Dia menatap tajam wanita itu, lalu membentak, "apa sebenarnya niatmu! Apa yang kamu katakan padanya! Apa kamu sengaja ingin membuatnya pergi dari sini! Apa ini rencanamu!"

Serena terkejut. Baru kali ini, dia melihat Arsen yang biasanya tak banyak bicara, nyaris tak pernah emosi berlebihan bisa menjadi begini. "Arsen?"

"Kamu tahu dia cemburuan! Jangan-jangan kamu yang memberitahunya kalau aku menerima kamu jadi klien? Dia tadi pagi memarahiku karenamu!"

"Aku tidak memberitahunya."

"Sekarang dia pergi! Kalau dia dalam bahaya bagaimana!"

Serena menampar pipi Arsen untuk menyadarkannya. "Tenangkan dirimu! Mana mungkin aku ingin dia pergi dari rumah?"

Arsen tersadar dari kemarahannya. Dia melepaskan tangan Serena, kemudian berkata lirih, "maaf."

Serena menatap Arsen yang sangat gelisah itu. Dia berkata, "kamu tidak pernah begini. Kamu kacau sekali."

"Aku ..."

"Aku tahu kamu cemas karena ini pertama kalinya Leina tidak pulang."

Arsen kelihatan gelisah.

Serena berkata lagi, "aku sungguh tidak mengerti dengan sikapmu. Kamu selalu menghindari Leina, kamu tahu dia mencintaimu, tapi tak mau membalas cintanya. Di sisi lain, kamu juga tidak mau dia pergi.“

Tidak ada jawaban.

Tatapan mata Serena menjadi sendu. Dia merasakan keseriusan di mimik wajah Arsen. "Iya, aku sudah tahu alasannya. Kamu jatuh cinta padanya.”

Masih tidak ada jawaban dari bibir Arsen. Dia benar-benar tidak sanggup membahas hal ini.

Serena duduk di salah satu kursi meja makan. Dia terus menatap Arsen yang sedih.

Dia lantas berkata, "kamu tidak mau terikat dengan Leina karena takut dia dalam bahaya. Pekerjaanmu terkadang berurusan dengan kriminal— jadi, mungkin saja mereka akan balas dendam kepada Leina. Tapi, kamu juga tidak mau dia pergi darimu.“

"Aku tidak mau membahasnya.”

"Jujur saja, Arsen, aku agak cemburu sekarang. Aku tidak mengira— pria yang dulu sering menggodaku sekarang jatuh cinta pada wanita lain.“

"Sudahlah. Sekarang, katakan padaku, di mana Leina? kamu tahu ke mana dia?"

"Dia di rumah adikku."

"Adikmu yang playboy itu?"

"Iya."

"Kamu membiarkan Leina ada di rumah adik playboy-mu?"

"Kenapa? Takut asisten kesayanganmu itu tergoda oleh pesona adikku?"

Arsen kesal, malas menjawab. Dia duduk di salah satu kursi yang tersisa, menghindari pandangan dengan Serena.

Serena menyeringai. "Cemburu? Sebelumnya Leina tak pernah serumah dengan pria lain selain dirimu."

"Jangan berkata aneh-aneh. Leina itu masih kecil. Aku khawatir padanya karena dia tanggungjawabku."

“Kecil? Dia sudah dua puluh tahun, dia sudah dewasa, Arsen. Terserah dia mau bersama pria manapun 'kan? Dia tak perlu kamu rawat. Sudahlah, tidak perlu berbohong segala. Aku tahu kamu cemburu dan takut dia digoda adikku."

Arsen tidak menjawab, membuktikan kalau dia memang tidak sanggup membantah lagi. Suasana hatinya sangat buruk dan gelisah.

Ini pertama kalin Leina pergi dari rumah— dan rasanya seakan ada lubang menganga di dada.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status