Share

Asisten Tersayang Detektif Tampan
Asisten Tersayang Detektif Tampan
Penulis: Diosa

01. Asisten Detektif Pencemburu

"Kenapa kamu tidak mau membantuku?"

"Kamu lihat sendiri. Aku sibuk."

"Sibuk apanya? Kamu cuma baca koran sejak pagi!"

Tidak ada jawaban.

Kerutan di kening Leina makin banyak, membuktikan betapa kesal dia melihat Arsen, pria tiga puluh tahunan yang duduk santai membaca koran di balik meja kerjanya.

Leina sudah setengah jam berdiri di hadapan pria itu, mengomel tanpa henti. Akan tetapi, dia masih tak dipedulikan.

"Arsen! Kamu beneran tidak mau membantu sekalipun aku yang minta tolong!" teriaknya.

"Tidak."

"Keterlaluan!" Leina mengamuk sampai menggebrak meja. Gebrakan tersembut sampai membuat tumpukan buku di pinggir meja berjatuhan.

Arsen menghela napas panjang, lalu melipat korannya dan ditaruh di meja. Dia mengangkat wajah sehingga bisa melihat raut wajah marah sang asisten itu.

Seperti biasa, dia selalu memperlihatkan sorot mata acuh dan datar. Tidak ada seorang pun yang paham apa yang dia pikirkan.

"Kamu benar-benar tidak punya hati, aku kecewa padamu!" lanjut Leina dipenuhi perasaan murka. Dia menuding pria itu, lalu menuduh, "aku tahu kenapa kamu tidak mau membantuku ... Kamu diam-diam menerima permintaan kasus dari Serena, iya 'kan?"

"Memang iya."

"Kenapa kamu mau menerima permintaannya?"

"Kamu sendiri yang bilang kita tidak boleh pilih kasih klien, Serena menyewa jasaku, jadi apa salahnya?"

"Dia 'kan juga detektif, kenapa selalu saja minta tolong kamu yang menyelesaikan kasusnya? Kalian itu bukan rekan kerja!"

"Kali ini dia bukan ingin menyelesaikan kasus orang lain, tapi dia yang dalam masalah. Karena itulah dia menyewaku jadi bodyguard."

"Dalam bahaya apanya! Kamu cuma mau berdekatan dengannya saja!"

"Sudahlah, jangan mengomel terus. Lebih baik kamu buatkan aku kopi, oke?"

Leina seperti ingin menangis. Dia marah, cemburu, semuanya jadi satu. Kepalanya menggeleng tidak percaya— ternyata Arsen lebih memilih membantu saingan bisnis mereka ketimbang dirinya sekarang.

Arsen bertanya, "kenapa kamu melihatku seperti itu?"

"Padahal aku yang meminta tolong, aku asistenmu 'kan? Tapi kamu selalu mementingkan detektif wanita itu."

"Apa ini sikapmu kalau meminta tolong? Barusan menggebrak meja, lalu mengomeliku?"

Tak ada sahutan dari mulut Leina. Rasa cemburu terhadap Serena terlalu memenuhi hati dan pikirannya.

Arsen berdiri dari tempatnya duduk. Setelahnya, dia memutari meja, mendekati sang asisten itu.

Dia menyentuh dagu Leina, dipaksa agar menatap wajahnya. Dengan suara pelan, dia berkata, "oke. kamu bilang kamu mau minta tolong? Kalau begitu coba minta tolong dengan lebih lembut."

Napas Leina tertahan. Berdekatan dengan Arsen sangat mendebarkan jantung. Jarang sekali pria ini memperlakukannya begini. Di posisi begitu, wajah mereka begitu berdekatan.

Wajah tampan mempesona, sorot mata yang begitu menawan. Itulah yang dipikirkan oleh Leina saat menatap Arsen. Sudah tiga tahun dia bekerja untuk pria itu, dan selama itu pula— dia mencintainya.

Arsen tersenyum. Dia berkata lagi, "Kenapa diam saja? Apa lidahmu mendadak kaku? Sesekali kalau mau minta tolong itu jangan berteriak-teriak ini, coba dekati aku, lalu rayu aku ... aku akan membantumu."

Untuk sesaat, Leina merasa terbang mendengar kata manis itu. Terlebih senyuman Arsen begitu membiusnya.

Apa Arsen menggodanya? Apa pria ini menyukainya?, Itulah yang terlintas di pikirannya

Tetapi, kemudian dia sadar— Arsen memang perayu handal. Dia tidak merayu orang lain karena menyukainya, melainkan untuk mendapatkan informasi atau menenangkan orang yang sedang marah.

Iya, seperti dirinya yang tengah emosi sekarang, tentu saja Arsen akan merayu.

Leina mendorong dada Arsen, enggan melihat wajahnya. "Jangan menggodaku!"

"Sudah kuduga, kamu tidak bisa berkata manis."

"Bagaimana bisa aku berkata manis? Kamu saja tidak mau membantuku. Tapi, kalau urusan Serena selalu nomer satu."

"Kerjasama dengan Serena itu penting, dia punya akses informasi di kepolisian."

"Jangan bohong, bilang saja kalau kamu memang suka padanya! Akui sekarang!"

"Kenapa pembicaraan kita jadi melebar begini?"

"Pasti sebentar lagi kamu akan ke rumahnya. Iya 'kan?"

"Apapun yang kulakukan, itu adalah urusan pekerjaan."

Leina menahan emosi. Perasaan cemburunya semakin besar dan besar saja. Dia memang tidak punya hak melarang Arsen kemanapun, tapi tetap saja— dia tidak terima.

Dia menatap mata pria itu dengan serius. "Sekarang jawab saja, apa kamu mau membantuku atau tetap memilih menangani kasus Serena?"

"Serena sedang dalam bahaya, dia diincar oleh pembunuh bayaran. Aku harus melindunginya sementara."

"Intinya kalau dia yang dalam bahaya, kamu lebih mementingkannya? Bagaimana kalau aku yang dalam bahaya?"

"Bahaya apa? Kamu cuma mau buang-buang waktu saja 'kan?"

"Aku mau menyelamatkan anak mendiang temanku yang diculik. Bagaimana kalau dia dibunuh? Sampai hati kamu bilang aku buang-buang waktu?"

"Penculikan itu kasusnya polisi, laporkan saja sana. Kita tidak mengurus kasus beginian."

"Jadi, kamu tidak mau membantu?"

"Tidak mau."

Dada Leina sangat sakit mendengar penolakan itu. Dia merasa sangat kecewa sekaligus marah.

"Sudah cukup! Aku tidak akan meminta bantuanmu lagi!" Dia segera pergi dari ruangan itu, lalu membanting pintu dengan keras.

Setelah beberapa saat wanita itu pergi, pintu toilet di ruangan itu terbuka. Terlihatlah, seorang pria seumuran dengannya berjaket hitam keluar.

Dia berkata, "wah, Leina kalau mengomel seram sekali. Aku sampai tidak berani keluar toilet dari tadi."

Arsen melihat ke pintu yang barusan dibanting Leina. Sorot matanya berubah sedih.

"Tapi, Arsen, tega sekali kamu. Kenapa tidak membantunya saja?"

"Apanya yang dibantu? Leina itu bohong, cuma mengarang saja untuk cari perhatian. Dia selalu begitu kalau aku membantu Serena."

"Sudah jelas 'kan alasannya? Dia cemburu, loh. Jangan jahat-jahat begini. Kenapa kamu tidak mau perhatian sedikit padanya? Apa nunggu dia pergi dulu baru kamu sadar?"

"Hans, jangan dibahas." Arsen menoleh. Dia enggan membahas Leina, jadi bertanya, "jadi, bagaimana penyelidikanmu? Siapa yang mengincar Serena?"

"Aku sudah kirim berkasnya ke alamat e-mail-mu. Coba lihat."

Arsen mengambil ponselnya dari dalam saku celana. Dia melihat kiriman e-mail dari Hans. Ada foto seorang pria misterius di dalam berkas itu.

"Mereka sampai berani menyewa pembunuh bayaran seperti ini, Serena serius dalam masalah," katanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status