Iblis-iblis tak kasat mata, terus meniup tengkuk leher Mbayang dan Sukesih, membuat muda-mudi itu makin terbakar asmara, semakin dekat dengan lembah dosa karena birahi mereka terus menyala-nyala menuntun untuk dilampiaskan. Di sisi lain, Raja Akhirat tanpa sepengetahuan Dewa Pangatur Nasib, meniupkan hawa panas dari kedua mulutnya. Iblis-iblis yang menggoda pun berlarian pergi. hal itu membuat Mbayang kembali merasakan kembali racun pelemas tenaga yang ada dala tubuhnya.“Ummm,” Mbayang mengerutkan keningnya, melepaskan tangan dari tubuh Sukesih. Dia kembali memegangi dadanya yang kembali terasa sesak.“Kau kenapa?” tanya Sukesih panik melihat perubahan wajah yang nampak kesakitan.“Racun itu..., mmm, carikan aku, air kelapa…” ucap Mbayang menahan sesak di dadanya.Sukesih mengamati sekeliling. Dia melihat ada pohon kelapa hijau tak jauh darinya.“Tunggulah sebentar!” Sukesih bergegas bangkit berdiri, berjalan mendekati pohon kelapa hijau, mendongakkan kepala, mencari-cari kelapa muda
Melihat bahaya jelas di depan mata, Sukesih dengan sigap berdiri menjadi tameng untuk Mbayang. Hal itu membuat Cakraraya buru-buru menarik tapak saktinya yang sudah dekat mengenai batok kepala Mbayng.“Minggir, Sukesih!” bentak Cakraraya bersungut-bersungut.Bentakan Cakraraya tak menyurutkan nyali Sukesih. Gadis itu tetap berdiri tegap melindungi Mbayang dari serangan telapak Sakti Paman gurunya. Dia sudah siap, bila selembar nyawanya melayang.“Tidak, Paman. Mbayang sama sekali tidak bersalah. Kenapa paman begitu tega menurunkan tangan jahat, padannya!”Cakraraya menarik tangannya, bimbang . Dia masih tak tega bila harus melukai Sukesih. Dengan nada tinggi, dia kembali mengingatkan Sukesih agar tak ikut campur, atau dia tidak akan sungkan lagi.“Sukesih, murid laknat ini telah berani mencatut namaku dan bermain-main dengan pengobatan Kakang Bimantara. Bisa jadi, dia juga terlibat atas tewasnya begawan Wirasena. Minggir, Sukesih!” bentak Cakraraya dengan nada lebih tinggi, mengangkat
Lima orang pendekar padepokan segaran mengurung, pria misterius itu. serangan-serangan pedang pun dengan cepat di lancarkan, tapi pria itu bisa dengan lincah menghindar dan membalas dengan pukulan dan tendangan. Cakraraya yang terus mengamati makin kagum dengan ilmu silat pria misterius. Meski sudah di kepung dengan jurus-jurus mematikan, dia sama sekali belum mencabut keris di pinggangnya. “Hmm, ilmu pria ini tidak bisa dianggap remeh!” batin Jalasanda yang belum bisa melukai meski sudah mengeluarkan puluhan jurus pedang. Pria misterius juga mulai menyerang dengan serius, dia harus segera merobohkan lawannya atau dia cepat atau lambat akan kehabisan tenaga. Dia merentangkan kedua kaki dan tangannya, telapak tangannya membentuk seperti cakar elang. “Hiattt!” Tap! Serangan dari seorang murid padepokan segaran bisa dia jepit dengan cakar itu, tangan satunya menyerang tangan yang memegang pedang hingga terlepas, pria itu lalu berputar menyerang leher lawannya dengan sikut mengenai da
Sebagai ketua padepokan, Permana buru-buru menjelaskan tentang alasan Mbayang dan Sukesih dicurigai sebagai kaki tangan pengacau karena memang mereka berdua tidak ada di padepokan di malam dimana Begawan Wirasena tewas. Pangeran Gardapati pun kemudian memeriksa mayat sang Begawan disertai dengan beberapa orang pengikutnya.Pangeran Gardapati mengeryitkan kening saat seorang anak buahnya membisikkan sesuatu padanya.“Kau yakin?”“Hamba sangat yakin pangeran!”“Ya sudah, kau pergi dulu. aku harus bicara dengan para pemimpin padepokan ini.”Pangeran Gardapati lalu berjalan menuju aula padepokan. Di sana sudah ada Mbayang, sukesih dan para tokoh-tokoh utama padepokan. Diantaranya, Cakraraya, Gendis dan Bimantara. Nyi Dewi juga ikut menyambut kedatangan Pangeran yang terkenal sakti mandraguna itu.“Aku hanya kebetulan lewat, mengunjungi Mbayang, sama sekali tak ada niatan untuk membelanya. Ceritakan, apa kau benar-benar terlibat atau tidak! Bila memang terbukti, aku sendiri yang akan men
Wajah pangeran menggelembung menahan kesal. Dia yakin sekali begawan Wirasena dibunuh menggunakan jurus pedang terbang. Dia hanya tinggal mencari pedang siapa yang dipakai, maka semua tabir misteri akan terbuka."Adakah orang luar padepokan yang menguasai jurus pedang, murid yang sudah keluar atau saudara seperguruan Ki Bayu Seta?” tanya Pangeran Gardapati kembali menyelidik.Bimantara erdiri memberi hormat, baru kemudian menjawab pertanyaan pangeran Gardapati.“Ampun pangeran, saya boleh dibilang adalah murid generasi pertama padepokan ini. Awalnnya hanya ada saya dan Gendis, disusul Permana dan Cakraraya, baru perlahan padepokan ini mulai ramai. Bisa dibilang, belum ada murid yang turun gunung yang menguasai jurus pedang terbang. Guru kami juga tidak bercerita punya saudara seperguruan. Jurus-jurus pedang padepokan segaran adalah murni kreasi guru kami, yang merupakan perpaduan berbagai jenis ilmu pedang yang telah di sempurnakan.”“Hmm, jadi jelas, pelakunya adalah orang sendiri. k
Pangeran Gardapati berdiri dengan gagah mengawasi para prajuritnya melakukan pemeriksaan. Semua pedang telah terkumpul, peralatan dapun bekas makan Begawan Wirasena juga sudah diperiksa, tinggal menunggu hasil dari pemeriksaan.Permana, meski jantungnya berdebar tak karuan, dia berusaha untuk tidak panik. Rahasianya perlahan akan terkuak, dia sedikit menyesal melakukan tindakan gegabah pada Begawan Wirasena. Begitu tahu ada Begawan Wirasena, tanpa pikir panjang dia menghabisi Begawan itu agar Bimantara tidak sembuh. Apa yang disampaikan Pangeran Gardapati tidak meleset sama sekali. Dia tahu kalau Begawan adalah orang sakti, maka dia sengaja meracuni minumannya, dan saat tengah malam, dia menggunakan jurus pedang terbang untuk menghabisi sang Begawan. Dan ternyata, membaiknya kondisi Bimantara bukan karena sang Begawan tapi karena Mbayang. Kehadiran Pangeran Gardapati makin membuat rencananya berantakan. Kini, dia hanya berharap Nyi Dewi bisa melakukan pembersihan secepat mungkin agar
Sosok bercadar hitam itu berkelebat cepat menuju hutan. Gerakannya cepat, dengan ilmu ringan tubuh yang mumpuni. Tapi, yang mengejarnya juga bukan orang sembarangan. Tiba-tiba saja, di depannya sudah ada Cakraraya, yang bersendekap menatapnya dingin. Saat sosok bercadar hitam itu hendak berbalik, di belakangnya sudah ada dua orang Senopati tangguh, begitu juga di sebelah kanan dan kirinya. Sosok bayangan hitam itu terkepung dan tak bisa lagi melarikan diri lagi. Trrrang “Menyerahlah, kau sudah tidak bisa lari lagi!” Gendis yang muncul dari arah belakang berteriak dengan mata melotot. “Ha ha... kalian pikir bisa menangkapku. Hah, jangan mimpi kalian. Suwiwwit!” Pria bercadar hitam bersiul panjang, tak lama berselang, muncul dari balik semak-semak belasan orang berpakaian serba hitam menghunuskan pedang, mengepung. Cakraraya, Gendis dan empat orang senopati langsung melirik waspada, dengan kemunculan sekawanan musuh itu. mereka bersiap mencabut pedang dan bertarung. “Kita dijebak!”
Jalasanda tiba-tiba muncul. Dengan cepat, dia menghunuskan pedang dan bersiap menggunakan jurus pedang terbang, menyerang lelaki bercadar hitam yang hendak menerbarkan serbuk beracun. Cakraraya yang melihat Jalasanda, buru-buru berteriak mencegah.“Jalasanda... jangan!” Terlambat, pedang Jalasanda sudah terlanjur lepas dari tangan dan melesat cepat menuju dada lelaki bercadar.Sllup Jllleb!“Aaaaaaa’!”Jerit panjang parau, terdengar memilukan saat sebuah pedang menancap tepat di jantung lelaki bercadar hitam. Dengan mata melotot dan tangan kanan yang memegangi pedang yang menancap di dada, pria bercadar hitam menuding ke arah musuh-musuhnya, menjatuhkan serbuk racun yang tak sempat dia tebar. “Ka ka lian a akan menerima balasannya!”BrrakTubuh lelaki bercadar itu roboh ke belakang, matanya melotot dan tak bergerak lagi. Dua orang senopati bergegas menghampiri, yang satu memeriksa nadi, memastikan apakah lelaki itu masih bisa ditolong apa tidak, sedang Senopati yang satunya