Home / Romansa / Asmaraloka / Sisi Gelap

Share

Sisi Gelap

Author: Ainun Qolbi
last update Last Updated: 2022-05-21 11:40:29

Sambil mengantuk dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, Alfi mencuci nasi untuk dimasak, ibunya masih solat subuh, pukul lima pagi. Beberapa persiapan harus setiap hari dilakukan seperti memasak, mencuci baju, dan membuat pesanan es buah untuk pelanggan. Selain bekerja menjaga toko, Alfi juga mempunyai sampingan jualan es, hasilnya sudah jelas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pagi itu Alfi mendapat kabar baik dari adiknya, Icha berhasil lolos seleksi berkas disebuah perusahaan besar, dan akan segera interview beberapa hari kedepan. Perusahaan itu cukup bagus, karena untuk kandidat yang lolos seleksi, akan dibiayai sepenuhnya untuk perjalanan ke Jakarta. Icha lolos seleksi dan hanya menyisakan tiga calon kandidat, peluang keterima besar, tapi masi harus seleksi tes terakhir dengan langsung pemilik perusahaan tersebut.

Alfi bersyukur adiknya mendapat pekerjaan yang baik disebuah perusahaan properti di Jakarta, tidak seperti dirinya yang harus merelakan semua impiannya sejak ayahnya pergi dan ibunya jatuh sakit.

Pagi itu Alfi memasak daging ayam, sebagai perayaan kecil-kecilan untuk adiknya yang berhasil lolos seleksi, meskipun tidak mewah, namun perayaan itu sangat berarti bagi empat sosok manusia yang bernasib malang.

————

Sudah tiga hari anak Icha jatuh sakit, tubuhnya menggigil dan tidak bisa minum obat. Obat sampai menumpuk tidak diminum karena memang tidak bisa. Tubuhnya lemah, Alfi mengurus anak Icha seperti anak sendiri, tapi disisi lain, biaya pengobatan yang mahal, Alfi hanya bisa membawanya ke bidan, sebenernya bidan sudah menganjurkan untuk dibawa kerumah sakit yang memiliki peralatan medis yang lebih lengkap, tapi karena terkendala biaya, Alfi hanya bisa mengurusinya dirumah.

Pagi itu setelah semua pekerjaan rumah selesai, Alfi ingin membangunkan anak Icha untuk mandi dan sarapan, Alfi memegang jidatnya, ‘sudah dingin’ gumannya dalam hati, tapi saat dibangunkan, ia tidak bergeming, Alfi mulai panik, Alfi mengecek hidung, sama sekali tidak didapati bernapas, Alfi kemudian berteriak histeris. Pagi itu, ternyata anak Icha sudah meninggal.

Kabar duka segera disampaikan ke Icha, Icha langsung pulang dari bandar lampung, mengetahui anaknya telah tiada, kenapa setelah kabar baik datang selalu diiringi dengan kabar buruk.

Hari itu yang seharusnya mereka merayakan keberhasilan Icha, harus dibungkam dengan kematian anaknya. Hari yang seharusnya menjadi hari bahagia harus berubah menjadi hari duka. Ya memang benar, selalu ada keburukan yang mengiringi kabar baik.

Dipusara pemakaman, Icha duduk tersimpuh, memandang kosong nama anaknya, “maafkan ibu ya nak, harusnya ibu bisa membuayai pengobatanmu lebih awal, namun takdir berkata lain’ maafkan ibu nak, maafkan ibu.”

Alfi menenangkan adiknya, sambil mengelus bahu, “sudah, tidak ada yang harus disalahkan, relakan anakmu, karena dia sudah pasti sekarang bahagia disurga.”

“Kenapa harus sekarang kak.” Icha menangis sambil memeluk kakanya.

Disisi lain, mamanya hanya bisa menangis, karena keterbatasan bicara, ibunya merasa terpukul tidak bisa berbuat banyak untuk kebahagian kedua anak dan cucunya yang sudah meninggal.

“Kamu harus kuat, kamu masih memiliki masa depan panjang, anakmu akan sedih jika mengetahui ibunya terus menerus menangisi kepergiannya.” Alfi memberi motivasi.

“Untuk apa lagi aku bekerja kalau bukan untuk anakku kak? Aku sekarang sudah tidak memiliki alasan untuk semangat kak.” Ucap Icha sambil matanya berkaca-kaca.

Alfi memeluk adiknya, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Alfi, ia hanya bisa diam, karena sebenarnya yang merasa lebih hancur adalah Alfi, dia merasa lebih bersalah karena tidak bisa merawat keponakannya sendiri, sehingga adiknya jadi sedih, dan mamanya kehilangan cucu pertama.

Alfi memeluk Icha, mereka berdua menangis, tangis yang menguatkan, apapun keadaannya, mereka harus kuat, dalam hati Alfi berjanji untuk tidak lagi membut adik dan mamanya bersedih.

------

Icha harus merelakan anaknya, meskipun dalam keadaan bersedih dia harus tetap maju, menyongsong masa depan dihadapannya. Icha menyiapkan beberapa persyaratan terakhir untuk lolos seleksi, masih ada waktu satu minggu sebelum waktu itu tiba.

Semuanya sudah beres, tapi hanya satu persyaratan penting yang belum dia selesaikan, yaitu tanda tangan dari ayahnya. Icha sudah lama sekali tidak bertemu ayah, terakhir ketemu saat Icha masih dibangku sekolah menengah atas, sebenarnya bisa saja Icha memalsukan tanda tangan ayahnya, tapi dia tidak rela hati untuk memalsukan itu.

Dengan berat hati, Icha menguhungi nomor ayahnya, didunia maya maupun nyata Icha memang jarang sekali berhubungan dengan ayahnya.

Setelah dering ketiga, suara diujung sana menyapa,

“halo”. Tersedengar kaget, seperti kagetnya Icha saat ini.

“Halo ayah,” jawab Icha senormal mungkin.

“Iya, ada apa nak?” Ucap ayah Icha tanpa basa-basi.

Icha bercerita panjang tentang karirnya, mereka berdua berbincang seru di telvon, melepas kangen yang sangat karena terhalang jarak dan keadaan.

Icha juga bercerita tentang anaknya, ksedihan lalu menyelimuti pembicaraan kedua bapak beranak itu.

“Maafin ayah ya nak, ayah ga bisa berbuat banyak untuk menolongmu dan cucu ayah” terdengar suara bersalah dan penyesalan.

Icha berusaha menetralkan suasana, “ayah ada rencana jengukin kita nggk?”

Ditodong pertanyaan seperti itu, ayah Icha menjawab serba salah,

“maaf ya nak, untuk sekarang belum bisa”

Itu adalah kata maaf yang kesekian kalinya dalam pembicaraan telvon.

“Iya pa, nggk papa, yang penting papa sehat disana” ucap Icha.

“Pa, aku boleh ya memalsukan tanda tangan papa untuk persyaratan berkasku” lanjut Icha.

“Iya nak gapapa, papa sudah merestui kamu, semoga sukses selalu ya”

Icha lalu menutup telvon itu setelah beberapa percakapan basa-basi lainnya.

Sebenarnya Icha sangat butuh sosok ayah dalam kehidupannya, apalagi saat berat seperti ini, meski bagaimanapun Icha lebih kasihan kepada kakaknya, mimpinya harus rela direnggut oleh keluarga, dan mengorbankan cintanya sendiri untuk mengurus anaknya yang belum lama meninggal.

*

Alfi menjadi sosok ayah sekaligus kakak bagi Icha, mereka berdua saling menguatkan, bagaimapun keadaan keluarga mereka, sebagai anak pertama Alfi harus tetap tegar.

Setelah kematian anak Icha, beban Alfi sedikit berkurang, tapi dari sisi nalurinya Alfi sangat kehilangan, anak yang imut nan menggemaskan harus pergi untuk selama-lamanya.

Keluarga kecil itu diselimuti kesedihan beberapa waktu, lagi-lagi harus menerima cobaan yang terus menerus datang, beruntung mereka semua diberikan hati yang kuat untuk menjalaninya.

Rutinitas keseharian Alfi juga tidak jauh beda, tetap sama, berangkat kerja, masih menjadi penjual es sebagai kerjaan sampingan, tapi mereka menemukan harapan kecil, jika Icha ketrima bekerja diperusahaan properti, hidup mereka dapat sedik teringankan.

Gaji dari perusahaan tersebut sudah kebih dari cukup untuk mereka hidup, setiap malam, Icha, Alfi, dan ibunya selalu bangun, solat dan berdoa agar Icha dapat diterima kerja, harapan mereka sangat besar, usaha mereka juga sama.

Icha anak yang pintar, pintar memimpin dan cekatan, namun dia tidak tahu kandidat lain bagaimana keahlian mereka. Icha sangat berharap, bahkan sampai menangis tersedu-sedy setiap dia menengadahkan tangannya saat berdoa.

Ainun Qolbi

Disetiap kabar baik, pasti akan selalu diiringi dengan kanar buruk. Ini yang selalu terjadi pada keluarga Alfi. Saat datang kabar baik Icha lolos tes seleksi pekerjaan, tapi disusul denagn kabar buruk kehilangan yang membuat Icha hancur. Ini tengang buah hati Icha. Kabar menyedihkan.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Asmaraloka   Patah Hati yang Paling Patah

    Ain berdiri tegak di tepi pantai, angin laut yang sejuk menerpa wajahnya. Langit sore itu begitu tenang, seperti mencoba menenangkan hati yang sedang terbelah. Ombak yang berdebur di ujung kaki pantai seakan menjadi suara yang menggema di dalam pikirannya, mengingatkannya pada semua yang telah terjadi. Pada Bella, pada Alfi, pada segala hal yang telah menghiasi hidupnya—dan kini, semuanya terasa hilang begitu saja.Dia menatap horizon yang tak berbatas, di mana langit bertemu dengan laut. Seperti halnya dirinya, tak tahu lagi harus kemana, tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Keseimbangannya goyah, seolah semua yang telah dia perjuangkan selama ini hancur dalam sekejap mata. Momen-momen indah bersama Bella dan Alfi seperti bayangan yang terus terulang di pikirannya, namun setiap kali ia meraihnya, ia merasa semakin jauh darinya. Kenangan itu sekarang hanyalah serpihan-sepihan yang menorehkan luka di hatinya—luka yang tak akan pernah sembuh.Ain menar

  • Asmaraloka   Asmaraloka yang Hilang

    Kehidupan telah membawa Bella dan Ain melalui begitu banyak kejadian yang penuh teka-teki, pengorbanan, dan kehilangan. Mereka telah melewati jalan yang panjang dan berliku, dengan banyak kali terjatuh dan bangkit kembali. Namun, kali ini, di bawah langit yang sama, di tempat yang penuh dengan kenangan, mereka berdiri bersama, siap menghadapi kenyataan yang mereka takuti selama ini.Mereka telah mengalahkan Cakra, menghancurkan rencana balas dendam yang berbahaya. Namun, meskipun kemenangan itu membawa kedamaian sementara, keduanya tahu bahwa mereka harus menghadapi sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang telah mengikat mereka dengan masa lalu yang penuh kebingungan dan luka. Semua jalan mereka telah terjalin dalam satu kisah yang sama, kisah yang melibatkan Alfi, cinta yang hilang, dan semua pengorbanan yang telah mereka buat demi mencapai kedamaian.Bella dan Ain berdiri di tempat itu, di sebuah taman yang pernah menjadi saksi bisu dari banyak kenangan indah. Tam

  • Asmaraloka   Akhir yang Tak Berujung

    Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun langit dipenuhi bintang. Bella dan Ain berdiri di tengah keheningan, perasaan mereka masih terombang-ambing oleh apa yang baru saja mereka temui—tulisan tangan Alfi, pesan yang mengungkapkan bahwa kebenaran yang selama ini mereka cari ternyata lebih rumit dan lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Di atas batu itu, di tempat yang penuh kenangan, mereka menyadari bahwa Cakra masih mengendalikan banyak hal, meski kini, ia hanya ada dalam bayang-bayang.“Cakra,” Bella berbisik, suaranya penuh kebingungan dan ketakutan. “Dia masih ada, Ain. Kita bisa saja terjebak dalam perangkapnya tanpa kita sadari.”Ain mengangguk pelan, hatinya dipenuhi dengan keresahan yang mendalam. Meskipun mereka telah menemukan begitu banyak petunjuk, meskipun mereka akhirnya mengerti bahwa Alfi masih hidup dan mungkin menyimpan kunci untuk menghentikan Cakra, rasa takut itu tak bisa hilang begitu saja. Cak

  • Asmaraloka   Di Bawah Bintang yang Sama

    Langit malam terlihat lebih luas dari yang Bella ingat. Bintang-bintang berkelip cerah di langit yang gelap, seolah-olah menatapnya dengan tatapan penuh misteri. Tempat ini, sebuah taman kecil di pinggir kota, selalu menjadi tempat mereka bertemu di masa lalu—tempat yang penuh dengan kenangan manis, tawa, dan kebahagiaan yang tampaknya sudah lama hilang. Namun malam ini, suasana itu terasa berbeda. Udara yang biasanya menenangkan kini terasa berat, seolah menyimpan kegelisahan yang sama dalam dada mereka berdua.Bella berdiri di sana, di bawah pohon besar yang dulu sering mereka duduki bersama. Angin semilir menggerakkan dedaunan, dan bau tanah basah menguar di udara. Setiap langkah yang ia ambil menuju tempat itu terasa penuh keraguan, setiap detik semakin menambah ketegangan dalam dirinya. Begitu banyak yang telah terjadi sejak terakhir kali mereka bertemu. Begitu banyak kata yang tidak terucap, begitu banyak luka yang belum sembuh. Dan kini, di bawah bintang-bintang

  • Asmaraloka   Mimpi yang Terlupakan

    Bella duduk di tepi tempat tidurnya, mata terpejam rapat, mencoba mencari kedamaian dalam kegelapan yang melingkupi malam. Suara detak jam yang berdetak pelan, seakan-akan menjadi satu-satunya pengingat bahwa waktu terus berjalan, meskipun hidupnya terasa terhenti. Sudah berhari-hari sejak kejadian yang mengubah segalanya—sejak perpisahannya dengan Ain. Setiap saat yang dilaluinya seakan diselimuti oleh bayangan wajah Ain, yang seakan terus menghantuinya, meski ia berusaha sekuat tenaga untuk melupakan.Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya. Tidak ada suara hujan, tidak ada angin yang berdesir, hanya kesunyian yang terasa begitu pekat. Bella menarik napas panjang, berusaha mengusir semua pikiran yang datang mengganggu. Ia harus melanjutkan hidup. Itu adalah keputusannya. Ia tidak bisa terus berada di tempat ini, terjebak dalam kenangan yang menyakitkan. Tidak bisa terus menghukum dirinya sendiri atas keputusan yang sudah ia buat.Namun, seiring dengan pemiki

  • Asmaraloka   Janji yang Tak Tertunaikan

    Langkah Ain terasa semakin berat seiring semakin dekatnya ia dengan tempat itu. Jalan yang dilalui sudah begitu familiar, namun ada perasaan yang berbeda—sebuah rasa yang mencekam, seperti ada sesuatu yang tak terlihat mengikutinya, menunggu di balik setiap sudut. Hujan yang turun sejak tadi semakin deras, membasahi rambutnya, mengaburkan pandangannya, namun ia tidak peduli. Ini adalah perjalanan yang ia pilih untuk ditempuh. Perjalanan yang ia rasa tidak hanya akan mengungkapkan misteri Bella, tetapi juga dirinya sendiri.Taman itu—tempat yang pernah mereka kunjungi bertahun-tahun lalu—terletak di ujung jalan kecil, tersembunyi di balik pepohonan lebat dan pagar besi yang sudah mulai berkarat. Dulu, tempat ini adalah tempat yang tenang, penuh dengan kenangan indah, namun kini, setiap sudutnya terasa asing dan penuh dengan kesunyian yang menekan. Angin malam berdesir, membawa aroma tanah basah, dan suasana yang dulu nyaman kini terasa suram, seperti menyembu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status