Share

Cinta Tanpa Rasa Percaya

Cinta tanpa kepercayaan bagaikan perahu yang berlayar tanpa nahkoda, terombang ambing tanpa tujuan, hanya menunggu waktu hingga kapal tersebut menyerah, karam.

Dua hari sebelum keberangkatannya ke Dubai, Ain mengunjungi makam ibunya, di pusara itu ia mengusap nisan ibunya, berkeluh kesah tentang hidupnya yang selama ini merasa sendirian.

“Ma, mama apa kabar disana? Pasti mama baik-baik saja kan. Maaf ya ma aku kesini cuma ngeluh terus sama mama. Sekarang juga gitu ma” Ain tersenyum sejenak. “Ma masalahku saat ini bukan lagi tentang susahnya cari uang, aku udah cukup untuk dibilang berhasil ma, sekarang perusahaanku sudah mau buka cabang di Singapura ma, yang mau aku tanyakan sebenarnya cinta itu butuh pengorbanan nggak sih ma?

Ma, selama ini aku memang jarang banget bahkan hampir ga pernah sama sekali membahas tentang wanita yang kusukai, karena memang dari dulu aku malu untuk cerita ma, sekarangpun aku masih malu sebenarnya. Ma aku suka sama seseorang.”

Ain diam sejenak, mengamati sekitar, matahari mulai tenggelam di kaki langit, lampu-lampu rumah dihidupkan, tapi tak kuasa mencapai pemakaman, beberapa kunang-kurang mulai bermunculan.

Ain menceritakan tentang semuanya, mulai dari tindakannya mengajak Bella jalan-jalan, apa aku salah? Memang aku belum sepenuhnya melupakan Alfi, tapi aku ga mau menghabiskan waktu untuk mengenang Alfi. Aku harus merelakannya. Sampai kepada cerita pada malam itu, saat ia berbohong bahwa sudah lamaran.

Selesai bercerita panjang lebar, beberapa kunang-kunang hinggap di nisan Ibunya, menyadarkannya bahwa hari sudah benar-benar gelap. Ain tidak sadar sudah berapa lama ia berada disana.

“Ma sudah dulu ya, aku janji tahun depan akan kembali lagi kesini, mudah-mudahan dengan orang yang akan menjadi takdirku, dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku masih sangat mencintai Alfi, tapi dia mengecewakanku sebegitu dalam. Disisi lain, Bella sangat baik, memang aku tidak bisa mencintai Bella seperti cintaku kepada Alfi, tapi dia selalu dapat diandalkan dalam keadaan apapun, dan yang pasti mencintaiku apa adanya.

Dalam kondisiku seperti ini, aku sangat sulit untuk memilih mana wanita yang baik ma, aku ga tau wanita yang dekat denganku benar-benar menyukaiku atau hanya suka dengan uangku. Sudah ya ma, aku pamit, mama istirahat ya, selamat melanjutkan mimpi indah ya ma.”

…………

Setelah sampai Jakarta, Ain mengemasi barang yang akan dibawanya, tidak banyak, hanya beberapa pakaian untuk musim dingin, dan beberapa baju ganti. Ain memang sengaja tidak membawa barang banyak, karena ia sudah berencana untuk membeli perlengkapannya saat sampai Dubai.

Ain membuka ponselnya, mencari nomor Bella, setelah dering ke tiga, diujung sana Bella mengangkat telfon, “yaa?” Tanyanya manja.

“Penerbangan kita jam sepulum malam, kamu sekarang dimana?” Tanya Ain tanpa basa-basi.

Bella tersenyum gembira, ia sudah lama menunggu telepon itu, dan bosnya memang tipe orang yang tidak bisa basa-basi.

“Ini aku masih di padang, malam ini terbang ke jakarta” ujar Bella. Ia memang keturuan suku minang asli, itulah yang menyebabkan Bella memiliki kulit putih bersih, hidung mancung dan alis tebal. Sesuatu yang sangat diturunkan dari orang padang adalah tatapan matanya yang khas.

“Okee, besok aku jemput sore di apartemen kamu ya, kita cari makan abis itu langsung ke bandara, biar ga bolak balik.” Jelas Ain.

“Sempurna, sampai ketemu besok” ucap Bella mengakhiri percakapan.

“Safe flight ya” Ain menutup telepon.

Malam itu Ain tidak bisa menutup mata, tubuhnya di apartemen namun pikirannya entah kemana, seperti anak kecil yang tidak bisa tidur malam karena besoknya akan study tour. Seperti itulah yang Ain rasakan saat ini.

Apa yang dirasakan Ain tidak jauh berbeda dengan yang dirasakan Bella, dia gelisah, penerbangan yang seharusnya hanya memakan waktu tidak sampai dua jam, namun terasa lama sekali. Dia sudah tidak sabar untuk sampai jakarta, lebih tepatnya tidak sabar untuk menunggu hari esok.

………

Bella bangun kesiangan, ia kaget setelah melihat jam dinding yang menunjukkan angka sepuluh. Kepalanya agak sedikit pusing karena memang tadi malam dia sulit untuk tidur, badannya memang capek, tapi pikiran dan hatinya tidak bisa diajak kompromi untuk istirahat.

Bella kemudian membuat air panas, ‘mungkin secangkir kopi dapat meredakan sedikit rasa pusing’.

Setelah memesan makanan secara online, bella menghabiskan waktu menunggu sore hari dengan mengecek beberapa pekerjaannya, memastikan bahwa semuanya terkendali, dia tidak mau liburannya terganggu, apalagi karena pekerjaan. Bella membuka email, kandidat karyawan yang telah dipilih oleh Ain untuk memegang manajemen kantor pusat di Singapura.

“Oke, baiklah bos ternyata kamu lebih memilih Icha dibandingkan Gita.”

Bella memang selalu takjub dengan pilihan dan segala sesuatu yang dipilih oleh Ain, entah mengapa pilihan Ain selalu tepat. ‘Mungkin bos punya indra ke enam kali ya’, ia tersenyum kemudian menyeruput kopinya.

……..

“Hahahaha..” Bella tertawa terbahak-bahak.

“Kenapa kamu ketawa?” Tanya Ain heran.

“Gimana ga ketawa coba, ini first date kita dan kamu jemput aku pakai taxi.” Bella belepotan terpingkal-pingkal sambil menutup mulutnya.

Supir taxi melirik ke belakang lewat kaca sopir, ikut tersenyum yang sebenarnya juga menahan tertawa mendengar ucapan Bella.

Mengetahui sebab Bella tertawa, Ain jadi salah tingkah. “Jangan keras-keras, ntar kedengeran pak sopir!” Ujar Ain sambil menutup mulut bella dengan lembut.

Apa yang dilakukan Ain diluar dugaannya, Bella senang sekaligus kaget, karena selama ini yang dia lihat hanya kepribadian Ain yang serba serius, selalu terlihat kalem dan ternyata, hanya beberapa saat mereka bersama, Ain menunjukkan sisi lain kepribadiannya. ‘Selama ini aku salah sangka, ini pasti akan menjadi perjalanan yang menyenangkan’.

“Oke-oke aku diam.” Kata Bella meskipun masih sambil menahan ketawa.

“Kita mau makan apa ini, jangan sampai jawab terserah.” Ain melontarkan pertanyaan lain.

“Eeemm, kita cari makanan cepat saji aja ya, soalnya jam segini macet-macetnya Jakarta.”

“Pak ke McD atau KFC yang paling dekat dengan bandara ya.” Perintah Ain langsung.

“Meluncur.” Sahut sopir taxi.

Dalam perjalanan mencari makan, mereka berdua ngobrol seru, perjalanan panjang yang memakan waktu lama akan terasa cepat oleh mereka yang sedang bahagia, apalagi bagi mereka yang sedang jatuh cinta.

Mereka berdua sepakat untuk tidak membahas masalah pekerjaan selama liburan, dan mereka berdua mengangguk cepat.

……….

Roda belakang pesawat mulai mengambang, meninggalkan tanah ibukota Jakarta, terbang semakin tinggi menuju langit. Gemerlap lampu ibukota menghiasi pemandangan di luar kaca pesawat, membuat suasana itu menjadi semakin romantis bagi mereka berdua.

Setelah pesawat selesai take off, beberapa pramugari memperagakan cara memakai pelampung, cara evakuasi dan standar protokol keselamatan lainnya.

Bella menarik selimut, menyandarkan kepalanya di bahu Ain. Ain menyambutnya dengan mengacak-ngacak rambut Bella yang lurus, ia tersenyum.

“Istirahat yuk, besok bakal jadi hari yang panjang.” Ujar Bella.

“Sepanjang apapun hari, kalo dihabiskan berdua sama kamu pasti terasa singkat.” Jawab Ain menggoda.

Bella tersenyum malu, pipinya memerah, menggemaskan sekali.

Ain mencubit pipinya lembut, “jangan tidur dulu, tadi habis makan banyak, ntar jadi cepet gemuk loh” godanya.

“Hahaha aku udah ga percaya sama lulusan sarjana kesehatan yang udah lama, ilmunya pasti sudah pada kecampur-campur sama yang lain, udah ga murni.” Godanya balik.

“Bisa aja si ibuk ni, yaudah ayuk istirahat.”

Mereka berdua terlelap dalam penerbangan panjang menuju Dubai, cuaca cerah mengiringi perjalan mereka berdua, alam merestuinya, sepasang insan yang sedang menumbuhkan cinta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status