"Ah, kita kedatangan tamu, perkenalkan namaku Astaroth" Pria bertopeng itu melihat ke arah Razel. Tanpa sadar, Razel berlari, menaiki meja dan melompat, melemparkan pukulan telak kepada Astaroth "Aaaaahhhhhh!!!! lepaskan dia!" Teriak Razel. Pukulannya tepat mengenai wajah Astaroth "Hahahaha.... menarik! sangat menarik!" Astaroth tertawa terbahak-bahak. "Lari Razel! cepat pergi dari sini!" Ucap Angelo. Astaroth mencengkram pundak Angelo semakin erat, membuatnya terjatuh dan tak sadarkan diri. "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Tantang Astaroth. "Membunuhmu pastinya!" Razel mengambil pisau Jagdkommando milik Angelo dan menerjang Astaroth, menyerang lehernya. Astaroth menghindar, lehernya mengelak ke arah berlawanan, tetapi Razel menyadari lebih awal, jika serangannya akan di hindari. Dalam perhitungan sepersekian detik, tangan Razel menggeser, dari tusukan menjadi tebasan, mengarah leher Astaroth dan berhasil melukainya. "Aku menyukaimu!" Ucap Astaroth serta memegang lehernya
Sekejap saja, semua bangunan menjadi gelap gulita. Semua orang yang berada di club malam itu, panik. Bodyguard pun berdatangan, menjaga Serega dengan ketat. Ancaman Asmodeus beberapa waktu lalu, membuat mereka jauh lebih waspada. Turun dari atap menggunakan jet pack, Asmodeus mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat seperti bola lalu melemparkannya masuk ke dalam. Bola itu mengeluarkan asap putih, satu persatu para pengunjung dan bodyguard Serega berjatuhan. Menyadari hal itu, Serega menahan nafas. Berlari keluar dengan keadaan panik. Sesampainya di luar, Serega melihat sosok berjubah hitam, Asmodeus. Dari dalam saku jasnya, Serega mengeluarkan senjata api, desert eagle. Sejenis pistol dengan daya tembak 2000 joule. "Doorrrrrr! Doorrrrrr! Doorrrrrr!" Serega melepaskan tembakan ke arah Asmodeus. Dua peluru berhasil di hindari oleh Asmodeus, tetapi tidak dengan peluru ketiga. Peluru itu berhasil mengenai bahu Asmodeus, membuat jubahnya robek dan dari kulitnya mengeluarkan darah. "
"Hanya itu saja kemampuan Anda?" Ucap Asmodeus. Rizel masih tersadar "Aku... belum... kalah" Jawab Rizel terbata-bata. "Wajah Anda sudah babak belur dan berdarah-darah, jangan memaksakan diri Rizel" "Wajahku memang sudah keluar banyak darah, tetapi sekarang kamu sudah tidak bisa kemana-mana" Rizel berusaha berdiri, wajahnya berubah menjadi merah, tertutup darah yang keluar dari keningnya. "Apa yang Anda katakan?" "Lihat ini" Rizel menunjukan pergelangan tangan kanannya yang terborgol satu sama lain dengan tangan kirinya Asmodeus. "Apa!? tapi sejak kapan!" Asmodeus menggerakan tangannya yang terborgol. "Saat kamu akan membenturkan kepala, aku sudah persiapkan borgol ini dan mengincar tangan kirimu, meskipun keningku menjadi korbannya" Rizel menjelaskan "Cepat lepaskan! atau akan saya..." "Akan kamu bunuh? seperti saat aku berada di air terjun?" Rizel menyela. Asmodeus terdiam hanya menatap saudara kembarnya itu yang tengah berdiri penuh perjuangan. "Bunuhlah cepat, jika itu b
Di hadapan Claudia dan Steiner. Rizel menjelaskan bahwa identitas asli Asmodeus adalah saudara kembarnya. Sekejap suasana menjadi sangat hening, Rizel berusaha berdiri di tengah sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Steiner membantunya berdiri "Aku tidak peduli Asmodeus itu siapa karena yang terpenting Pak Rizel adalah atasan kami yang taat dengan peraturan hukum" "Betul Pak, sekarang lebih baik kita obati dulu luka Pak Rizel, rencana selanjutnya kita pikirkan nanti" Ujar Claudia. "Terima kasih" Singkat Rizel. Steiner mengantar Rizel ke rumah sakit sedangkan Claudia bersama anggota polisi lainnya memeriksa mecusuar yang menjadi tempat persembunyian Asmodeus. Tiga hari sudah, Rizel beristirahat menyembuhkan luka-lukanya. Mercusuar di heavenly beach terbatasi oleh garis polisi. Barang-barang Asmodeus yang berada disana di sita oleh pihak kepolisian. Gejolak fanatisme Asmodeus semakin meningkat. Banyak pemuda turun ke jalan mengenakan pakaian dan topeng yang nyaris mirip dengan
Keadaan masih baik-baik saja. Rizel melihat Delista tengah menyiram tanaman. Delista yang mengetahui suaminya kembali ke rumah dan turun dari mobil, menyimpan alat penyiram tanaman itu. Bertanya kepada Rizel. "Ada apa sayang, kenapa pulang lagi, apa ada sesuatu hal yang ketinggalan?" "Apa kamu melihat seseorang yang mencurigakan?" Rizel berbicara, mengawasi sekitar rumahnya. "Tidak ada, memangnya ada apa?" "Seseorang mengirimkan foto rumah kita" "Tapi aku tidak melihat siapapun" "Aku tidak jadi berangkat" Rizel melepas jasnya, masuk ke dalam rumah. Saat berada di ruang tamu, Rizel memanggil anaknya "Genia! Genia, kamu dimana?" "Ada apa Ayah?" Genia keluar dari dalam kamar. "Sampai kapan kamu libur sekolah?" "Sampai minggu depan, memangnya kenapa?" "Kemasi barang-barangmu, kita pergi sekarang ke rumah Nenek Helena" "Kerumah Nenek Helena? kenapa mendadak Ayah?" "Nanti Ayah jelaskan" Delista yang mendengar Rizel berbicara kepada Genia, turut masuk dan bertanya. "Kita ke ru
Cukup lama Rizel mencari seseorang yang tengah memata-matainya. Tidak ditemukan seorangpun yang berada disana. Hanya menemukan jejak sepatu dibalik pohon yang cukup jauh dari rumah Helena. Delista yang khawatir tengah menunggu Rizel di ruang keluarga. Kedatangan Rizel membuat jantungnya berdetak sangat kencang. Menyimpan senter dan ponselnya di atas meja, Rizel duduk serta mengambil nafas panjang. "Kamu menemukan seseorang?" tanya Delista. "Tidak ada seorangpun diluar sana, hanya ada jejak sepatu yang aku temukan" Rizel menjawab, raut wajahnya terlihat emosi. "Terus sekarang apa tindakanmu selanjutnya?" "Besok aku akan pergi ke kantor dan melacak keberadaannya. Jangan khawatir, aku pasti akan menemukannya sesegera mungkin" "Lebih baik ayah dan ibuku tidak harus tau soal ini, aku takut mereka semakin khawatir" "Kamu benar, sebaiknya mereka tidak perlu tau" "Sebaiknya kita beristirahat dulu, kamu kan dari pagi harus p
Genia berdiri di tengah-tengah mereka "Hentikan Ayah! Om Razel telah menyelamatkan Ibu, jika tidak ada dia mungkin Ibu sudah tewas terbakar api!" tangis Genia tak lagi terbendung. "Itu semua kebohongan yang dia lakukan Genia, jangan percaya!" Rizel tetap mengotot. Razel memakai topengnya kembali "Nafsu untuk menghabisimu telah hilang, silahkan lakukan saja apa yang Anda inginkan" Razel berpaling, hendak tuk pergi. "Om Razel, ini ponselmu, terimakasih sudah menyelamatkan Ibuku, sebentar lagi mobil ambulan pasti akan datang" Genia mengembalikan ponsel milik Razel. "Semoga kelak, kamu menjadi seorang wanita yang cerdas Genia" ucap Razel. "Laporan untukmu Asmodeus! ada seseorang dari arah jam 1 menggunakan sniper tengah bersiaga, menembak salah satu dari kalian!" ungkap Altema melaporkan melalui perangkat yang terpasang di telinga Razel. Altema menggunakan sebuah drone untuk mengawasi kawasan di sekitar Asmodeus "Seseorang akan menemba
Titik lokasi yang diberikan oleh Asmodeus tidak terlalu jauh. Rizel mencoba menenangkan diri, dia duduk tepat di samping Steiner. Rizel duduk dengan membungkukan badan, memegang kepalanya oleh satu tangan. "Steiner, aku ingin bertanya sesuatu" "Boleh Pak, silahkan" "Jika kamu menemukan seseorang yang membunuh anggota keluargamu, apa yang akan kamu lakukan?" "Membunuhnya bukan alasan terbaik, karena dengan membunuhnya pun tidak akan mengembalikan kematian seseorang" "Aku ingin meminta satu hal, temani aku ke suatu tempat" "Tentu saja Pak, aku siap mengantarkan Pak Brigjen kemana saja" "Ayo kita pergi sekarang" Rizel berdiri. Hujan masih belum reda. Mereka berdua pergi, menuju lokasi yang telah ditentukan oleh Asmodeus. Steiner mengemudi, melewati beberapa kendaraan yang melaju didepannya. Di tempat perumahan kumuh dan terbengkalai, Steiner berhenti. "Disini Pak?" tanya Steiner. "Iya, tidak salah lagi, disini lokasinya" "Tapi disini tidak ada satupun warga yang tinggal Pak"