"Hanya itu saja kemampuan Anda?" Ucap Asmodeus. Rizel masih tersadar "Aku... belum... kalah" Jawab Rizel terbata-bata. "Wajah Anda sudah babak belur dan berdarah-darah, jangan memaksakan diri Rizel" "Wajahku memang sudah keluar banyak darah, tetapi sekarang kamu sudah tidak bisa kemana-mana" Rizel berusaha berdiri, wajahnya berubah menjadi merah, tertutup darah yang keluar dari keningnya. "Apa yang Anda katakan?" "Lihat ini" Rizel menunjukan pergelangan tangan kanannya yang terborgol satu sama lain dengan tangan kirinya Asmodeus. "Apa!? tapi sejak kapan!" Asmodeus menggerakan tangannya yang terborgol. "Saat kamu akan membenturkan kepala, aku sudah persiapkan borgol ini dan mengincar tangan kirimu, meskipun keningku menjadi korbannya" Rizel menjelaskan "Cepat lepaskan! atau akan saya..." "Akan kamu bunuh? seperti saat aku berada di air terjun?" Rizel menyela. Asmodeus terdiam hanya menatap saudara kembarnya itu yang tengah berdiri penuh perjuangan. "Bunuhlah cepat, jika itu b
Di hadapan Claudia dan Steiner. Rizel menjelaskan bahwa identitas asli Asmodeus adalah saudara kembarnya. Sekejap suasana menjadi sangat hening, Rizel berusaha berdiri di tengah sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Steiner membantunya berdiri "Aku tidak peduli Asmodeus itu siapa karena yang terpenting Pak Rizel adalah atasan kami yang taat dengan peraturan hukum" "Betul Pak, sekarang lebih baik kita obati dulu luka Pak Rizel, rencana selanjutnya kita pikirkan nanti" Ujar Claudia. "Terima kasih" Singkat Rizel. Steiner mengantar Rizel ke rumah sakit sedangkan Claudia bersama anggota polisi lainnya memeriksa mecusuar yang menjadi tempat persembunyian Asmodeus. Tiga hari sudah, Rizel beristirahat menyembuhkan luka-lukanya. Mercusuar di heavenly beach terbatasi oleh garis polisi. Barang-barang Asmodeus yang berada disana di sita oleh pihak kepolisian. Gejolak fanatisme Asmodeus semakin meningkat. Banyak pemuda turun ke jalan mengenakan pakaian dan topeng yang nyaris mirip dengan
Keadaan masih baik-baik saja. Rizel melihat Delista tengah menyiram tanaman. Delista yang mengetahui suaminya kembali ke rumah dan turun dari mobil, menyimpan alat penyiram tanaman itu. Bertanya kepada Rizel. "Ada apa sayang, kenapa pulang lagi, apa ada sesuatu hal yang ketinggalan?" "Apa kamu melihat seseorang yang mencurigakan?" Rizel berbicara, mengawasi sekitar rumahnya. "Tidak ada, memangnya ada apa?" "Seseorang mengirimkan foto rumah kita" "Tapi aku tidak melihat siapapun" "Aku tidak jadi berangkat" Rizel melepas jasnya, masuk ke dalam rumah. Saat berada di ruang tamu, Rizel memanggil anaknya "Genia! Genia, kamu dimana?" "Ada apa Ayah?" Genia keluar dari dalam kamar. "Sampai kapan kamu libur sekolah?" "Sampai minggu depan, memangnya kenapa?" "Kemasi barang-barangmu, kita pergi sekarang ke rumah Nenek Helena" "Kerumah Nenek Helena? kenapa mendadak Ayah?" "Nanti Ayah jelaskan" Delista yang mendengar Rizel berbicara kepada Genia, turut masuk dan bertanya. "Kita ke ru
Cukup lama Rizel mencari seseorang yang tengah memata-matainya. Tidak ditemukan seorangpun yang berada disana. Hanya menemukan jejak sepatu dibalik pohon yang cukup jauh dari rumah Helena. Delista yang khawatir tengah menunggu Rizel di ruang keluarga. Kedatangan Rizel membuat jantungnya berdetak sangat kencang. Menyimpan senter dan ponselnya di atas meja, Rizel duduk serta mengambil nafas panjang. "Kamu menemukan seseorang?" tanya Delista. "Tidak ada seorangpun diluar sana, hanya ada jejak sepatu yang aku temukan" Rizel menjawab, raut wajahnya terlihat emosi. "Terus sekarang apa tindakanmu selanjutnya?" "Besok aku akan pergi ke kantor dan melacak keberadaannya. Jangan khawatir, aku pasti akan menemukannya sesegera mungkin" "Lebih baik ayah dan ibuku tidak harus tau soal ini, aku takut mereka semakin khawatir" "Kamu benar, sebaiknya mereka tidak perlu tau" "Sebaiknya kita beristirahat dulu, kamu kan dari pagi harus p
Genia berdiri di tengah-tengah mereka "Hentikan Ayah! Om Razel telah menyelamatkan Ibu, jika tidak ada dia mungkin Ibu sudah tewas terbakar api!" tangis Genia tak lagi terbendung. "Itu semua kebohongan yang dia lakukan Genia, jangan percaya!" Rizel tetap mengotot. Razel memakai topengnya kembali "Nafsu untuk menghabisimu telah hilang, silahkan lakukan saja apa yang Anda inginkan" Razel berpaling, hendak tuk pergi. "Om Razel, ini ponselmu, terimakasih sudah menyelamatkan Ibuku, sebentar lagi mobil ambulan pasti akan datang" Genia mengembalikan ponsel milik Razel. "Semoga kelak, kamu menjadi seorang wanita yang cerdas Genia" ucap Razel. "Laporan untukmu Asmodeus! ada seseorang dari arah jam 1 menggunakan sniper tengah bersiaga, menembak salah satu dari kalian!" ungkap Altema melaporkan melalui perangkat yang terpasang di telinga Razel. Altema menggunakan sebuah drone untuk mengawasi kawasan di sekitar Asmodeus "Seseorang akan menemba
Titik lokasi yang diberikan oleh Asmodeus tidak terlalu jauh. Rizel mencoba menenangkan diri, dia duduk tepat di samping Steiner. Rizel duduk dengan membungkukan badan, memegang kepalanya oleh satu tangan. "Steiner, aku ingin bertanya sesuatu" "Boleh Pak, silahkan" "Jika kamu menemukan seseorang yang membunuh anggota keluargamu, apa yang akan kamu lakukan?" "Membunuhnya bukan alasan terbaik, karena dengan membunuhnya pun tidak akan mengembalikan kematian seseorang" "Aku ingin meminta satu hal, temani aku ke suatu tempat" "Tentu saja Pak, aku siap mengantarkan Pak Brigjen kemana saja" "Ayo kita pergi sekarang" Rizel berdiri. Hujan masih belum reda. Mereka berdua pergi, menuju lokasi yang telah ditentukan oleh Asmodeus. Steiner mengemudi, melewati beberapa kendaraan yang melaju didepannya. Di tempat perumahan kumuh dan terbengkalai, Steiner berhenti. "Disini Pak?" tanya Steiner. "Iya, tidak salah lagi, disini lokasinya" "Tapi disini tidak ada satupun warga yang tinggal Pak"
Dia mendobrak masuk dengan hanya satu kali pukul, pintu utama pun melayang sekaligus hancur. Aruzel memastikan bahwa disana tidak ada seorang pun, hanya terdengar suara ayam berkokok yang memasuki musim kawin. Kakinya menginjak sesuatu "Kwek" Aruzel melihat kebawah, ternyata suara itu berasal dari boneka bebek yang terinjak oleh kakinya. Aruzel menyadari akan satu hal saat melihat kembali ke sekelilingnya "Papan tulis, tembok berwarna pelangi yang indah, poster-poster binatang beserta namanya, dan bangku-bangku kecil yang lucu" gumamnya. "Astaga sebenarnya ini tempat apa!!!" Aruzel berlari keluar, melihat sebuah papan yang tergeletak di halaman. Aruzel mengangkatnya lalu membacanya "Taman Kanak-kanak Pelangi Indah" "Brengsek, kau menipuku Lucifer sialan! Jika ketemu nanti, akan aku temukan semua anggota tubuhmu tanpa tersisa sedikitpun!" Aruzel melemparkan senjata apinya dan berteriak-teriak. Menendang semua yang ada dihadapannya.
Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B