Share

Petualangan Dimulai

Author: Rumza
last update Last Updated: 2021-10-09 09:30:00

Pagi pun menyingsing, sinarnya menyeruak dari ufuk timur. Malam dingin berganti dengan pagi yang hangat.

Ayam berkokok saling bersautan, bagai alarm yang setia setiap pagi berbunyi. Membantu orang-orang terbangun dari lelapnya tidur dimalam hari.

***

Saat menjelang shalat subuh, kami semua di bangunkan oleh para santri yang berjaga. Gembok di luar pintu pun dibuka, agar kami semua bisa shalat berjamaah di musholla.

Saat malam selepas ba'da insya, pintu asrama akan di gembok dari luar dan dibuka lagi menjelang subuh. Begitulah setiap malam.

Para santriwan akan berjaga di sekeliling pesantren, menyusuri lorong-lorong asrama yang temaram karena minimnya pencahayaan dan setiap sudut pesantren guna memastikan keadaan sekitar aman.

Terkadang mereka juga akan minta dibuatkan kopi pada kami, guna menjaga mata agar tetap terjaga sepanjang malam.

Sangat jelas teringat  di dalam benak, saat kami ingin ke asrama sebelah. Kami akan melewati dinding dengan cara memanjat, karena tak mungkin bagi kami melewati pintu yang sudah terkunci dari luar.

Ada-ada saja ulah kami. Ada yang ingin mengantar atau berbagi makanan, ada yang ingin menumpang tidur, bahkan ada yang belajar mengaji.

Perjuangan anak pesantren, yang mulanya tak bisa apa-apa berubah dewasa seiring berjalannya waktu. Meraka menyikapi hidup dengan cara yang berbeda. Jauh dari orang tua, tak kelak membuat mereka mundur.

Aku akui, hati menjerit, mata menangis saat rasa rindu menerpa. Dekapan orangtua sangat kami butuhkan saat terluka dan sakit.

Kakiku pernah terluka, saat mandi di sumur dalam hutan. Saat itu aku tergelincir, serpihan kayu yang lumayan besar masuk menembus kulit telapak kakiku.

Sakit?... sudah pasti, namun aku hanya bisa mengais dalam diam. Berusaha mengeluarkan serpihan itu dari dalam dagingku, saat malam tiba kakiku meradang.

Rasa sakit dan bengkak sangat menyiksa, disaat seperti ini lah aku sangat membutuhkan belaian kasih sayang dari orang tuaku.

Saat itu aku hanya bisa bergumam ditengah malam. Karena takut membangunkan teman-teman yang sedang terlelap.

Tangis ku pecah di balik bantal, meredam suara agar tak terdengar. Isak tangis pilu mengiris hati siapapun yang mendengarnya.

"Ya Allah ..., sakit sekali. Serasa tak sanggup jika harus terus menjalani kehidupan seperti ini," kataku mendongakkan kepala sambil mengusap air mata yang terus mengalir di pipi.

"Mak ...! aku rindu, aku membutuhkanmu. Bagaimana caraku menghilangkan rasa sakit ini," ratapku ditengah keheningan malam, mengusap air mata dan terus mencungkil sisa serpihan kayu di kakiku.

***

Setelah shalat subuh, kami melanjutkan dengan tadarus bersama, sampai waktu shalat Dhuha baru kami akan berhenti.

Shalat Dhuha di mulai pukul 8.00 pagi. Kami melaksanakannya di musholla pesantren secara berjamaah.

Setelah selasai, aku dan Mila telah siap untuk bergegas pulang, sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Kami mulai menyusuri jalan setapak yang ada di samping pesantren.

Sepanjang jalan menuju titik pertemuan, mata kami disuguhkan dengan pemandangan hijau nan asri.

Saat bangunan pesantren tidak terlihat lagi dari jangkauan netra. Kami bertemu dengan santriwan yang telah berangkat lebih dulu, menanti aku dan Mila di kejauhan.

'Kenapa kami bertemu di hutan? kenapa tidak di pesantren?' Mungkin inilah yang ada dibenak para pembaca sekalian.

Karena di hutan kami tidak akan ketahuan pengurus pondok dan sebaliknya jika kami bertemu di pesantren, dapat dipastikan kami akan gagal untuk pulang.

Peraturan pondok yang melarang kami saling berinteraksi kecuali ada urusan pembelajaran atau mendesak saja.

Pengurus pesantren juga tidak tahu kalau kami pulang dengan berjalan kaki, karena kami juga tidak pernah memberi tahu kalau kami pulang melalui jalan alternatif.

Perjalanan kami mulai dengan bercerita berbagai macam hal, mulai dari mitos sampai kejadian nyata.

Konon katanya, di belakang pesantren ini terdapat makam seseorang yang berilmu. Tubuhnya dimakamkan secara terpisah, karena ilmu hitam yang dianut. Membuat dia harus menerima perlakuan seperti itu.

Entah ilmu seperti apa itu tapi, orang-orang menyebutnya dengan ilmu rawarontek. Ilmu yang bisa menyatukan tubuh dan bisa hidup kembali saat darahnya menyentuh tanah.

Tubuhnya dibagi menjadi empat bagian dan di tanam di empat penjuru mata angin yang terpisah jauh, tak lupa pula setiap tubuh ditancapkan bambu kuning, supaya tubuhnya tak bisa bangkit dan menyatu kembali.

Selama empat puluh hari, empat puluh malam. Warga desa, tempat dia tinggal semasa hidupnya, didatangi satu-persatu.

Dia meminta supaya bambu yang ada di setiap pusaran nya dicabut dan tubuhnya didekatkan supaya dia bisa bangkit kembali.

Warga yang takut dan sudah resah dengan kelakuannya semasa hidup, cuma bisa bertahan dan mengabaikan. Mereka takut karena digilir setiap malam tapi, mereka lebih takut jika dia bangkit lagi.

Begitulah cerita yang kudengar dari santriwan yang bersama kami. Cerita ini sudah turun-temurun bak dongeng sebelum tidur, diketahui semua santri yang sudah cukup lama beranda di sini.

***

**Janganlah kalian bersekutu dengan setan, karena sesungguhnya, itu adalah perbuatan syirik**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   Memasak Bersama

    Aku kembali ke asrama, berhubung waktu sudah melangkah ke pukul lima sore. Tanpa aku sadari, rasa penasaran pada pemberian Erik mulai mengusikku.Perlahan tapi pasti, aku mendudukkan diri di lantai dan bersandar di lemari kayu milikku. Aku mulai membuka lembaran surat yang terselip, di atas kado yang ku terima.Bait demi bait ku baca, ada rasa takut akan hal ini. Namun, tak' memungkiri ada rasa senang juga. "Ternyata ada juga laki-laki yang menyukaiku, rasa yang tak' seharusnya kau tunjukan Erik," aku bergumam di dalam hati, sembari membaca surat darinya."Maaf, sepertinya aku gak bisa balas perasaan mu ini Erik. Aku tak' pernah berharap, seseorang mulai mengagumi ku," Aku berfikir, sambil mendongakkan ke atas. Setelah selesai membaca surat dari Erik.Aku hanya tersenyum penuh arti, tak' berniat menerima keingi

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   Sebuah Bingkisan Cinta

    Jam istirahat telah tiba, kami langsung menuju mushola karena telah menunjukan waktu ashar. Selesai shalat kami kembali ke kelas, saat aku ingin menghampiri Mila.Tiba-tiba, Erik muncul dihadapan ku, entah dari mana tuh anak. Tahu-tahu sudah muncul, seperti hantu. Iya, seperti hantu. Suka muncul seenak hati dan menghilang tanpa bekas.Berkata seperti itu, seolah-olah aku pernah menjadi korban ghosting. Erik yang muncul secara tiba-tiba membuat ku sedikit terperanjat, betapa tidak. Dia muncul bagai malaikat pencabut nyawa.*Tadi hantu sekarang malaikat, authornya gabut nih. hehehehe.*Membuat jantung ku menjadi tidak normal, jantung ku berdetak lebih cepat. Desiran darah seakan memompa lebih dari biasanya. Namun, ini bukan perasaan jatuh cinta seperti di novel-novel roman.Melainkan perasaan takut. Takut akan ketahuan para staf pesantren dan aku bisa mendapatkan hukuman. Kalau sam

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   Perhitungan Yang Tertunda

    Jam sekolah umum sudah hampir dimulai, waktu yang ku nanti sekaligus tak' ku harapkan.Menanti untuk belajar dan tak' berharap bertemu Erik. Lelaki yang selalu ada seperti parasit, akhir-akhir ini.Aku bukan membencinya tetapi, aku hanya risih atas kelakuan yang diperbuatnya. Kalau sekarang masih aman. Namun, tidak tau apa yang akan dilakukan dia selanjutnya.Sebenarnya Erik termasuk laki-laki yang baik, di tambah lagi dengan keahlian yang dimilikinya. Namun, entah mengapa aku tidak ingin mendekat, seperti ada sekat di antara kami.Di tengah perjalanan, aku berhenti di bawah pohon rindang, aku mendongak ke atas dan berfikir. Bisakah aku seperti pohon ini? Selalu meneduhi saat panas menerpa tanpa meminta balasan, atas apa yang dilakukannya.Tetap kokoh saat angin berhembus dan memberi udara sejuk di sekitarn

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   APAC (Assalamu'alaikum Pesantren_Assalamu'alaikum Cinta)

    Aku menunduk memperhatikan telunjuknya, dan aku tersenyum saat mengangkat wajahku. Memperhatikan pahatan yang elok di depan mataku, wajahnya yang ayu rupawan, meneduhkan siapa pun yang memandang. Aku tersentak, dikala ingat sesuatu yang sempat aku lupakan .... "Astaghfirullah —!" "Ada apa?" "Aku lupa, ada janji sama Juju." "Janji—, janji yang kemaren?" "Iya, aku lupa." "Ya udah, nanti aja. Mending sekarang kita mondok dulu, kalo telat bisa kena marah loh!" "Iya deh, nanti siang aja." "Iya lah, kan kita ketemu di kelas mata pelajaran umum nanti siang." jawab Vivi sambil tersenyum menenangkan ku. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Vivi, kami keluar dari asrama menuju kelas. Saat pagi seperti ini kami akan belajar ilmu tasawuf dan kitab kuning lainnya.

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   Rasa Malu

    Hutan yang mereka lalui sedikit lagi berlalu dan berganti padang rumput hijau nan indah. Karena kurang berhati-hati saat berjalan Lia hampir saja tergelincir, dengan sigap Erik menarik tangan Lia. Namun hal tak terduga terjadi.....Lia hampir terduduk di tanah. Jika saja Erik tidak sigap, semua teman-teman di belakang mereka tiba-tiba berhenti saat melihat kejadian itu."Ka — kamu, gak apa-apa kan?" tanya Erik sedikit tergagap."Gak apa kok tapi, apa kamu bisa melepaskan tanganmu dari lenganku?" jawab Lia sambil menunduk, karena rasa malu. Bagai awan hitam yang seakan menumpahkan hujan."Oh — maafkan aku, aku cuma berniat menolong," jawab Erik sembari melepas genggaman tangannya di lengan Lia."Iya— gak apa

  • Assalamu'alaikum Pesantren (Assalamu'alaikum Cinta)   Kembali Pulang

    Persahabatan yang tulus tak pernah menuntut atau 'pun meminta hal 'tak mungkin.Persahabatan saling mengerti, menerima, dan melengkapi.Mengingatkan di kala salah,Merangkul di kala bersedih. Itulah arti dari persahabatan, persahabatan tanpa syarat.***Saat tengah sibuk dengan perdebatan kecil mereka, tiba-tiba Ibu memanggil mereka."Ayo ..., ibu manggil tuh!" ajak Mila sambil mengarahkan pandangannya ke pondok."Bentar, aku mau bawa ini dulu. 'Kan sayang pepayanya," jawab Lia menahan langkah kaki Mila yang hampir melangkah jauh.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status