Latar cerita tahun 2009 Bandung dulu ... Baru Jakarta ... Senyum dulu ... Baru dibaca ... Begitulah awal surat yang selalu mereka tulis. Percintaan didalam pesantren dengan berbagai macam larangannya, namun masih banyak santri yang melanggar. Di sini bukan tidak ada alat komunikasi canggih, namun para santri dilarang membawa alat komunikasi atau HP. Mereka dididik dengan cara yang berbeda. Terkadang mereka pacaran secara diam-diam, karena jika sampai ketahuan mereka akan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku di pesantren. Penghianatan, percintaan, persahabatan dan perpisahan yang menguras emosi. Selalu hadir dalam hidup. Cinta segitiga, perasaan ditinggalkan oleh sang kekasih dan harapan yang pupus karena keadaan. Note: Mengandung pembelajaran agama dan kehidupan, ambil positifnya dan jangan ditiru kelakuan negatifnya. Semoga terhibur dan bermanfaat.
View MoreAssalamu’alaikum Pesantren
(Assalamu’alaikum Cinta)
Berawal dari kisah gadis remaja, yang ingin masuk pesantren. Namun, tidak dengan niat yang tulus.
Ya, boleh dikatakan tidak tulus karena, niat awalnya ingin kurus. Tidak masuk akal memang tetapi, itulah niat awalnya.
Terjebak dalam cinta di Pesantren, di mana yang namanya pesantren melarang akan adanya santriwan/santriwatinya pacaran.
Lambat laun menyadari bahwa niat awalnya masuk pesantren adalah salah. Dia merasa bersalah, terhadap orang tuanya dan diri sendiri.
Saat biaya tak mampu lagi untuk menanggung, dia diharuskan pindah sekolah, walau para pengajar telah membebaskan biaya untuknya.
Namun, orang tuanya telah bertekad untuk memindahkannya dengan alasan 'tak tega jauh dari sang anak'.
"Nak ..., maafkan Abah ya. Abah dan Mamak tidak punya cukup biaya lagi untuk melanjutkan sekolahmu di sini."
Ucap Abah sambil mengelus kepalanya yang tertutup jilbab, sedangkan Lia hanya tertunduk lesu ketika mendengar perkataan dari Abah.
Mereka tidak mengobrol di dalam asrama, melainkan di bawah pohon yang rindang di atas bilah bambu. Semilir angin yang sejuk menemani percakapan yang syahdu.
Mereka memilih tempat ini, karena merasa lebih nyaman dan sedikit sepi. Lebih sesuai mengingat suasana hati yang sedang bergejolak.
"Tapi Bah ..., pihak pesantren sudah membebaskan semua biaya untukku, supaya aku masih bisa melanjutkan pendidikan di sini,"
Lia menolak, berusaha menjelaskan pendapat yang ia dengar dari ustazah kemarin sore.
Karena sebelum orang tuanya bicara pada Lia, mereka sudah terlebih dahulu memberi tahu pihak pesantren. Ustazah pun memanggil Lia, guna mengutarakan niat baik mereka.
Pemilik yayasan merasa lebih baik Lia bertahan dengan cara membebaskan semua biaya. Namun nasib berkata lain. Lia masih harus menuruti kemauan orang tuanya.
Saat malam, di mana telah mendekati hari perpindahan. Dia menangis bersama teman-temannya di dalam kamar asrama, dia takut tidak bisa bertemu lagi dengan teman-teman yang sudah sangat akrab dengannya.
Lia hanya membisu saat berada di dekat sahabatnya, dikala sahabatnya bertanya bukan menjawab dengan kata-kata, ia malah menjawab dengan deraian air mata.
"Sudah cuy .... Insya Allah ini jalan terbaik untukmu, turuti kemauan orang tuamu," ucapnya salah satu sahabatnya menenangkan.
"Gak baik membangkang permintaan orang tua," sambungnya lagi sambil mendekap tubuh Lia yang berguncang karena tangisannya.
Walau mereka anak pesantren, namun masalah panggilan mereka tidak kalah dengan anak sekolah umum.
" ..., aku takut kita tidak bisa bersua lagi, aku akan sangat merindukan kehidupan seperti ini..." ucapnya menggantung.
"Suka duka, rasa saling melindungi, rasa kekeluargaan ini dan rasa kemandirian yang kudapat disini. Semuanya, aku akan sangat merindukan masa ini," ucapnya lagi dalam tangisan yang hampir mereda.
Pacarnya yang semula dipertahankan mulai bertingkah. Dia ingin mencari pengganti dirinya, yang membuat sakit hati adalah sang pacar tidak mempunyai perasaan yang peka.
Pacarnyaingin menjadikan adik angkatnya sebagai pacar dan yang miris lagi sang pacar meminta persetujuan darinya.
Suatu hari Erik mengirimkan surat pada Lia, mengajak untuk bertemu secara diam-diam di belakang gedung asrama yang langsung membelakangi hutan.
Sementara teman yang datang bersama Erik dan Lia berjaga-jaga takut ada yang melihat pertemuan itu.
"Say. Jika kamu pindah sekolah, apa aku boleh memiliki pacar lagi? Namun, aku tidak ingin kita putus," perkataan itu meluncur begitu saja dari mulut sang kekasih yang begitu dia sayangi.
Lia tersentak. Bagai tersengat lebah, hatinya terasa nyeri. Walau terkejut, ia berusaha tetap tersenyum.
"Boleh kok, asal wanita itu orang yang kukenal," ucap Lia sebisa mungkin terlihat tenang dengan senyum palsu yang menghiasi wajahnya.
"Kamu kenal kok sama orangnya, malahan kalian sanggat akrab," ucapnya tanpa ada rasa bersalah saat mengutarakan maksudnya.
"Siapa ..., aku akrab sama dia?" Lia sedikit bingung dan terkejut namun, tetap terlihat santai.
"Iya ..., kamu akrab sekali malahan. Eni, dia orangnya," Erik berucap dengan senyum mengembang sempurna di wajahnya, tanpa dia tahu bahwa ada hati yang terluka.
"Eni! ... Eni, adik angkatku? ...." Lia kaget dan rasa ingin menangis saat itu juga, mendengar penuturan Erik yang dianggapnya akan setia namun, semua itu salah.
Runtuh sudah hati yang terbangun oleh cinta, lenyap seketika saat kata-kata itu meluncur seolah tanpa rasa bersalah.
Tiga hari sebelum hari perpindahan. Dia menemui sang pacar yang sedang berada di pondoknya bersama seorang sahabatnya, dengan alasan ingin meminta barang yang ada padanya.
Sang pacar merasa tersinggung dan marah. Namun, pada akhirnya apa yang ia pinta diberikan oleh Erik.
"Kenapa harus diambil?! ... kenapa gak ditinggal aja albumnya bersamaku, sebagai pengingat akan dirimu dikala rindu melanda," ucap sang kekasih hati yang merupakan cinta pertamanya.
"Kalau album foto itu bersama kamu, bagaimana denganku?! Bagaimana aku melihat wajahmu nanti, tidak mungkin aku menengokmu di sini atau bahkan kamu akan datang kepadaku saat aku merindukanmu!" Ucap Lia tegas namun dengan nada suara memelas.
"Halah ..., bilang aja itu cuma alasanmu yang tidak ingin mempunyai hubungan lagi denganku!" Sang kekasih berucap dengan nada sedikit meninggi karena merasa dipermainkan.
"Tidak ..., bukan seperti itu, aku hanya ingin menyimpan semua kenangan kita bersamaku," ucap Lia sambil menunduk menahan air mata yang siap keluar kapan saja.
"Atau begini saja, kamu ambil salah satu foto yang ada di album itu dan sisanya berikan padaku," sambungnya mengajak sang pacar untuk bernegosiasi.
Erik menarik nafas panjang di kala hatinya menahan gejolak, karena akan ditinggal sang kekasih hati. Sejujurnya dia sangat mencintai Lia namun, apalah daya dia tak mampu menahan Lia untuk tetap bertahan di pesantren ini.
Lia meninggalkan sang pacar tanpa keputusan dan pergi begitu saja. Erik merasa tertekan atas kepergian Lia.
Akhirnya dia juga memutuskan untuk pergi karena merasa terlalu banyak kenangan indah yang sudah terbangun. Terlalu manis untuk dilupakan namun, terlalu pahit untuk dikenang.
Mereka dipertemukan kembali, namun bukan untuk bersatu melainkan sebagai salam perpisahan. Dia menghadiri acara pernikahan wanita yang meninggalkannya tanpa ada keputusan yang jelas.
Aku kembali ke asrama, berhubung waktu sudah melangkah ke pukul lima sore. Tanpa aku sadari, rasa penasaran pada pemberian Erik mulai mengusikku.Perlahan tapi pasti, aku mendudukkan diri di lantai dan bersandar di lemari kayu milikku. Aku mulai membuka lembaran surat yang terselip, di atas kado yang ku terima.Bait demi bait ku baca, ada rasa takut akan hal ini. Namun, tak' memungkiri ada rasa senang juga. "Ternyata ada juga laki-laki yang menyukaiku, rasa yang tak' seharusnya kau tunjukan Erik," aku bergumam di dalam hati, sembari membaca surat darinya."Maaf, sepertinya aku gak bisa balas perasaan mu ini Erik. Aku tak' pernah berharap, seseorang mulai mengagumi ku," Aku berfikir, sambil mendongakkan ke atas. Setelah selesai membaca surat dari Erik.Aku hanya tersenyum penuh arti, tak' berniat menerima keingi
Jam istirahat telah tiba, kami langsung menuju mushola karena telah menunjukan waktu ashar. Selesai shalat kami kembali ke kelas, saat aku ingin menghampiri Mila.Tiba-tiba, Erik muncul dihadapan ku, entah dari mana tuh anak. Tahu-tahu sudah muncul, seperti hantu. Iya, seperti hantu. Suka muncul seenak hati dan menghilang tanpa bekas.Berkata seperti itu, seolah-olah aku pernah menjadi korban ghosting. Erik yang muncul secara tiba-tiba membuat ku sedikit terperanjat, betapa tidak. Dia muncul bagai malaikat pencabut nyawa.*Tadi hantu sekarang malaikat, authornya gabut nih. hehehehe.*Membuat jantung ku menjadi tidak normal, jantung ku berdetak lebih cepat. Desiran darah seakan memompa lebih dari biasanya. Namun, ini bukan perasaan jatuh cinta seperti di novel-novel roman.Melainkan perasaan takut. Takut akan ketahuan para staf pesantren dan aku bisa mendapatkan hukuman. Kalau sam
Jam sekolah umum sudah hampir dimulai, waktu yang ku nanti sekaligus tak' ku harapkan.Menanti untuk belajar dan tak' berharap bertemu Erik. Lelaki yang selalu ada seperti parasit, akhir-akhir ini.Aku bukan membencinya tetapi, aku hanya risih atas kelakuan yang diperbuatnya. Kalau sekarang masih aman. Namun, tidak tau apa yang akan dilakukan dia selanjutnya.Sebenarnya Erik termasuk laki-laki yang baik, di tambah lagi dengan keahlian yang dimilikinya. Namun, entah mengapa aku tidak ingin mendekat, seperti ada sekat di antara kami.Di tengah perjalanan, aku berhenti di bawah pohon rindang, aku mendongak ke atas dan berfikir. Bisakah aku seperti pohon ini? Selalu meneduhi saat panas menerpa tanpa meminta balasan, atas apa yang dilakukannya.Tetap kokoh saat angin berhembus dan memberi udara sejuk di sekitarn
Aku menunduk memperhatikan telunjuknya, dan aku tersenyum saat mengangkat wajahku. Memperhatikan pahatan yang elok di depan mataku, wajahnya yang ayu rupawan, meneduhkan siapa pun yang memandang. Aku tersentak, dikala ingat sesuatu yang sempat aku lupakan .... "Astaghfirullah —!" "Ada apa?" "Aku lupa, ada janji sama Juju." "Janji—, janji yang kemaren?" "Iya, aku lupa." "Ya udah, nanti aja. Mending sekarang kita mondok dulu, kalo telat bisa kena marah loh!" "Iya deh, nanti siang aja." "Iya lah, kan kita ketemu di kelas mata pelajaran umum nanti siang." jawab Vivi sambil tersenyum menenangkan ku. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Vivi, kami keluar dari asrama menuju kelas. Saat pagi seperti ini kami akan belajar ilmu tasawuf dan kitab kuning lainnya.
Hutan yang mereka lalui sedikit lagi berlalu dan berganti padang rumput hijau nan indah. Karena kurang berhati-hati saat berjalan Lia hampir saja tergelincir, dengan sigap Erik menarik tangan Lia. Namun hal tak terduga terjadi.....Lia hampir terduduk di tanah. Jika saja Erik tidak sigap, semua teman-teman di belakang mereka tiba-tiba berhenti saat melihat kejadian itu."Ka — kamu, gak apa-apa kan?" tanya Erik sedikit tergagap."Gak apa kok tapi, apa kamu bisa melepaskan tanganmu dari lenganku?" jawab Lia sambil menunduk, karena rasa malu. Bagai awan hitam yang seakan menumpahkan hujan."Oh — maafkan aku, aku cuma berniat menolong," jawab Erik sembari melepas genggaman tangannya di lengan Lia."Iya— gak apa
Persahabatan yang tulus tak pernah menuntut atau 'pun meminta hal 'tak mungkin.Persahabatan saling mengerti, menerima, dan melengkapi.Mengingatkan di kala salah,Merangkul di kala bersedih. Itulah arti dari persahabatan, persahabatan tanpa syarat.***Saat tengah sibuk dengan perdebatan kecil mereka, tiba-tiba Ibu memanggil mereka."Ayo ..., ibu manggil tuh!" ajak Mila sambil mengarahkan pandangannya ke pondok."Bentar, aku mau bawa ini dulu. 'Kan sayang pepayanya," jawab Lia menahan langkah kaki Mila yang hampir melangkah jauh.
Kata cinta bak mutiara yang indahNamun, kata itu juga bisa membuat lukaTersayat tapi, tak berdarahSakit, perih dan ngilu bagai teriris sembilu.***Matahari telah menyingsing menyingkap tabir dibalik kegelapan malam. Berganti sejuknya pagi dengan tetesan embun. Suara burung bersautan, berkicau menemani hari yang indah."Besok pagi kita udah harus di pesantren ya?" Mila bertanya dengan lesu."Iya, kenapa emangnya. Kan kita udah janji sama ustadzah," sahut Lia tanpa mempedulikan wajah Mila yang murung.Mila tidak
Lia hanya diam, tidak berniat menerima ataupun menolak. Dia bingung dengan hatinya, menolak takut menyakiti sedangkan menerima takut tersiksa perasaan sendiri. Keheningan mengiringi langkah mereka berdua, Erik juga tidak melanjutkan pembicaraan yang membuat Lia tidak nyaman. Sebenarnya dia tahu akan perasaan Lia. Namun, dia menepis semua itu. Sedangkan Lia tak ingin menerima Erik lantaran seminggu sebelum ini, Erik pernah menyatakan cinta kepada seseorang temannya. Tak mungkin bagi Lia jika menerima seseorang, yang belum jelas akan perasaannya sendiri. Apa memang benar Erik mencintainya, atau cuma sekedar mencari pelarian lantaran baru ditolak seorang wanita. ***Sore menjelang, sumburat cahaya jingga menghiasi langit senja. Matahari mulai turun ke peraduan, malam mulai menyongsong mengantikan siang. Kini Lia dan Mila telah berada di rumah, bersiap untuk shalat magri
Tatapan itu seolah mengunci pergerakan langkahku.Hati bergumam namun mulut tak mau berucap.Rasa ingin melawan, dikala mulut tak mampu berujar dari tatapan seolah bermakna.***Kami menyusuri jalan setapak yang diapit oleh rumah penduduk, pemandangan yang masih asri tersuguh dihadapan, guna memanjakan mata yang melihatnya.Perjalanan kali ini terasa sangat menyenangkan, aku benar-benar bisa melupakan kerinduan tentang keluargaku nan jauh di sana barang sejenak.Namun, aku tak memungkiri rasa itu akan hadir menyelinap ke relung hati yang sepi dikala aku sendiri.Aku menatap wajah Mila sejenak yang berada di sampingku, sangat terlukis nyata, gambaran kebahagiaan di wajahnya. Tanpa sadar ataupun tidak rasa itu ikut menjalar ke relung sukma."Lia, kamu kenapa liatin aku gitu amat," protesnya setelah menangkap basah aku sedang memandangnya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments