Share

Rumah Kamu Dimana?

Green menarik tangannya dari genggaman Langit sesegera mungkin, ia tak ingin bersentuhan dengan lelaki lain lebih dari 5 detik karena menurutnya itu bukan sesuatu yang baik. Cherry yang menyadari ketidaknyamanan Green segera mengusir Langit. “Udah sana Kak, gue sama Green mau ngerjain tugas dari lo!”

Langit tersenyum simpul. “Oke, semangat,” ujarnya menatap ke arah Green.

Cherry dan Green tak menanggapi ucapan semangat yang dilontarkan Langit, mengucapkannya memang mudah namun praktiknya tidak semudah itu. Sebelum Langit benar-benar pergi, Cherry memanggil sang kakak, “Kak Langit…”

“Iya?” Langit menoleh menatap sang adik untuk meminta penjelasan.

“Gue minjem novel lo yang Kilas Balik dong, Green sama gue mau analisis novel itu,” ujar Cherry mengutarakan maksudnya.

“Ambil aja di perpus.”

“Oke, makasih, Kak.”

Langit mengacak-acak rambut Cherry. “Pilihan yang bagus,” tuturnya sambil tersenyum kemudian berbalik meninggalkan Cherry.

“Pilihan yang bagus apaan, nyiksa yang ada.” Cherry menggerutu, masih tak terima karena mereka akan menganalisis novel kakaknya.

“Cher, marah-marah mulu, cepet tua loh nanti,” goda Green yang melihat ekspresi kesal Cherry.

“Gue kesel Green, kak Langit gak pengertian banget, seenggaknya nawarin bantuan kek. Nyesel deh semester ini ngambil mata kuliah dia, harusnya skip aja.”

“Gak mungkin lah nawarin bantuan, secara kan ini tugas dari Pak Langit, masa iya Pak Langit nawarin bantuan.” Green tertawa mendengar ucapan Cherry yang tidak masuk akal menurutnya.

“Lagian Cher, semuanya kan cuma masalah waktu kalau gak ngambil semester sekarang, semester depan juga harus tetep diambil, kan?”

“Iya sih.”

“Yaudah, daripada lo marah-marah, mending sekarang lo ambil novelnya, tugas kita masih banyak.”

“Oke, bentar ya.”

Cherry meninggalkan Green di kamarnya untuk mengambil novel milik Langit yang berada di perpustakaan. Sebelum meninggalkan Green, Cherry mengatakan sesuatu yang membuat Green terkejut. “Green, gue gak apa-apa banget kalau lo mau jadi kakak ipar gue.”

“No, thanks,” jawab Green dengan ekspresi malasnya.

Cherry tertawa cukup keras, ia memang senang menggoda Green padahal tahu bahwa Green telah memiliki kekasih. Meskipun tak terlalu dekat sebagai teman, namun Cherry pernah beberapa kali satu kelompok dengan Green dan menginap di rumah wanita itu untuk mengerjakan tugas kuliah. Alhasil, Cherry mengetahui sedikit banyak tentang kehidupan Green.

Setelah Cherry pergi, Green membuka laptopnya, tangannya menari-nari di atas keyboard dan matanya serius menatap layar monitor. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Konsentrasi Green seketika buyar kala melihat nama yang tertera di layar, “Altair.”

Buru-buru Green menyambar ponselnya dan mengangkat panggilan itu. “Halo Alta, kamu kemana aja? Kok baru ngabarin? Kamu gak apa-apa, kan?” tanya Green yang khawatir dengan kondisi kekasihnya.

“Hai sayang, maaf yaa akhir-akhir ini aku sibuk banget, makanya baru sempet ngabarin kamu. Aku baik-baik aja kok, kamu gimana? Baik juga, kan?”

Green mengembuskan napas lega, sembari tersenyum ia menjawab pertanyaan Alta, “Aku baik-baik aja sayang, hati aku yang gak baik-baik aja.”

“Kenapa?”

“Aku kangen kamu,” ujar Green lirih.

“Aku juga.”

Tanggapan Alta tak seperti biasa, biasanya jika Green mengatakan demikian Alta akan langsung mengalihkan panggilan dari suara ke video, tapi kali ini berbeda. Selain itu Green seperti mendengar suara wanita di sebelah Alta.

“Al, kamu sama siapa? Gak lagi sama perempuan lain, kan?” tanya Green dengan nada curiga.

“Gak dong, aku sendiri sayang.”

Green bernapas lega. “Video call yuk,” ajak Green dengan suara antusias.

“Sayang maaf ya aku harus pergi, ada keperluan. Nanti aku telepon lagi, bye.”

Alta menutup panggilan secara sepihak, benar-benar diluar kebiasaan. Biasanya Alta paling anti menutup panggilan jika bukan Green yang menyuruhnya, Green lah yang lebih sering melakukan hal tersebut atas keinginan Alta. Green menaruh sedikit curiga, apalagi ia merasa tidak salah saat mendengar suara wanita di dekat Alta tadi. Tapi, siapa wanita itu? Kepala Green dipenuhi tanda tanya tentang siapa dan apa hubungan wanita tersebut dengan kekasihnya.

Green melamun sampai tak menyadari Cherry telah kembali dengan dua novel berada di tangan. “Green..,” panggil Cherry pelan.

Tak ada jawaban, Green masih asik dengan pikirannya dan mengabaikan panggilan Cherry, hal itu digunakan Cherry untuk mengamati gerak-gerik Green. “Green, ada masalah?” tanya Cherry berusaha mengalihkan Green dari pikirannya. Namun Green tetap tak menyahut, bahkan menoleh pun tidak, ia fokus menatap ke depan.

 “Green..,” panggil Cherry sekali lagi, kali ini ia melakukannya sambil menyentuh pundak Green.

Green terlonjak kaget, ia tersadar dari lamunannya. “Eh Cher, lo ngagetin deh.”

“Ngagetin apaan? Dari tadi gue manggilin lo, lo nya gak nyaut.”

“Hehe Sorry,” Green terkekeh pelan sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

“Lo dari tadi?”

“Dari 10 menit yang lalu.”

“Hah serius?” tanya Green kaget.

“Iya, kebanyakan ngelamun sih lo, jadi gak tau gue masuk. Ada masalah Green?” tanya Cherry mengulang pertanyaan sebelumnya.

“Gak ada Cher, gak apa-apa kok.” Green menyembunyikan kegundahan yang saat ini tengah dirasakan dengan senyum palsu, ia berusaha menutupi itu dengan pura-pura fokus membaca agar Cherry tak bertanya lagi.

“Bukunya kebalik Green,” ujar Cherry yang melihat Green membaca dengan posisi terbalik.

Green salah tingkah kemudian membetulkan posisi novelnya, ia membuka halaman pertama dan mulai membaca, Cherry dapat melihat bahwa Green tengah tidak fokus. Raga dan pikirannya sedang tidak berada di tempat yang sama.

“Green, kita lanjutin besok aja gimana? Lo selesaikan masalah lo dulu.”

“Cher, gue minta maaf.” Green merasa tidak enak pada Cherry, masalahnya dengan Alta membuat pekerjaan mereka terganggu.

“Gak apa-apa, lo bawa aja novelnya. Nanti lo baca di rumah, gue juga akan ngelakuin hal yang sama.”

“Serius gak apa-apa?”

It’s okay, Green. Daripada dipaksa ngerjain tugas dalam keadaan gak fokus, yang ada malah berantakan,” tutur Cherry berusaha untuk mengerti apa yang tengah dialami Green.

“Makasih ya Cher, nanti gue baca novelnya.”

“Siip. Oiya, jangan lupa tandain bagian-bagian penting yang ada kaitannya dengan kajian analisis kita.”

“Iya, unsur intrinsik dan ekstrinsik, kan?”

Cherry mengangguk. “Gimana kalau kita bagi tugas aja? Lo nyari bagian unsur intrinsik, gue ekstrinsik.” Cherry memberikan usul yang seketika itu juga langsung disetujui Green.

“Okeeeee.”

“Oke deh, jadi pas ketemu lagi kita tinggal satuin dan pelajari bareng-bareng.”

“Makasih ya Cher udah ngertiin gue.”

“Iya, sama-sama Green.”

“Yaudah gue balik dulu ya.”

Green memasukkan laptop dan beberapa alat tulis yang sempat ia keluarkan tadi, bersiap untuk pulang karena suasana hatinya sedang tidak kondusif hari ini, dipaksakan mengerjakan tugas pun percuma karena kecil kemungkinan hasilnya sesuai dengan harapan. Green memutuskan untuk memperbaiki suasana hatinya terlebih dahulu.

“Bentar.” Cherry berdiri dan keluar kamar setengah berlari, tak lama kemudian wanita itu kembali ke kamar bersama sosok lelaki berperawakan tinggi yang memandang Green dengan tatapan hangat.

“Green, udah sore. Pulangnya dianter kak Langit aja ya,” pinta Cherry pada Green.

“Ayo Green, saya antar pulang. Rumah kamu dimana?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status