“Aku kasih kamu kesempatan satu minggu buat balikin semua uang yang kamu pakai buat isi apartemen, beli kamera, dan sewa studio kamu.”
Wajah Raikhal langsung memucat begitu mendengar permintaan Layla.
Hampir semua barang yang ada di apartemen ini adalah hasil tabungan Layla. Jangan lupakan deretan kamera antik dan terbaru yang berjejer di lemari sana. Layla bahkan rela mendatangi rumah lelang untuk mendapatkan kamera keluaran tahun 1980-an sebagai hadiah ulang tahun Raikhal tahun lalu.
Studio yang sedang dirintis Raikhal pun adalah campur tangan Layla juga. Kalau saja ia tidak bilang akan memberikannya modal untuk studio itu, Raikhal akan selamanya menjadi fotografer freelance saja.
Pengkianatan ini akan menjadi tamparan untuk Raikhal. Layla harus menunjukkan pra itu bukan apa-apa tanpa dirinya.
Layla menarik napas ketika setetes air mata hampir keluar. “Kalau gak, kamu akan berhadapan sama pengacara aku.”
“Pengacara?” Raikhal mendengus kala Layla ingin berbalik badan. “Guru pre-school kayak mau mana sanggup sewa pengacara?”
Selain Raikhal, Layla juga mendengar tawa mengejek samar dari wanita di kasur itu. Matanya memicing, menatap dua makhluk laknat itu bergantian.
Raikhal melipat tangannya di depan dada. “Yang ada, kamu yang malu karena reputasi dan kenalan aku lebih unggul.”
‘Oh... dia gak tau aja kalau aku punya kartu As,’ Layla bergumam dalam hati. Namun, ia terlalu malas untuk menjelaskan kepada pria bodoh itu.
“Kita lihat aja.” Akhirnya, ia hanya bisa menjawabnya begitu sambil berbalik badan.
Layla hanya mendengar suara geraman dari arah belakang, disusul dengan suara pukulan ke tembok. Pada saat itulah ia ingat telah melupakan sesuatu.
“Oh iya, dan....” Layla berbalik lagi menghadap Raikhal.
Bugh!
“AW!”
Layla menendang selangkangan pria itu dengan lututnya sangat keras. Ia pun mengacungkan jari tengah kepada wanita yang masih ada di kasur itu.
“Ini buat balasan karena kamu hancurin hari Jumat aku!”
Layla pun segera keluar dari apartemen laknat itu.
***
Seperti kata Raikhal, Layla ini memang memiliki pemikiran kolot. Hidupnya hampir 100% lurus. Namun kali ini, entah kenapa ia ingin sesekali menyimpang.
Jadi, alih-alih kembali ke kosannya, Layla malah masuk ke sebuah bar besar di pusat kota. Duduk di meja bar masih dengan pakaian kerjanya, Layla meneguk minuman alkohol itu seperti air putih. Entah apa namanya, berapa kadar alkoholnya, Layla hanya ingin mabuk dan melupakan semua ini.
Niatnya begitu, tapi air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi. Ia sudah seperti orang gila. Tidak ada yang berani mendekatinya, bahkan para pria hidung belang tampak jengkel duluan sebelum mendekati kursinya.
Bagaimana tidak, karena efek alkohol, Layla menangis sesenggukan dengan ingus mengalir dari hidungnya. Sesekali ingus itu membuat gelembung kecil, kalau saja bartender di depan tidak menyodorkan tisu kepada Layla.
“Manusia berengsek! Bodoh sekali aku bisa kemakan rayuannya selama tiga tahun!” Layla mengoceh jengkel sambil meneguh alkoholnya kembali.
Dulu, Raikhal tidak seperti ini. Ia adalah pria pekerja keras yang selalu berusaha memanjakannya. Itulah yang membuat Layla rela memberikan materi apa pun untuknya.
Namun begitu sukses, Raikhal membuangnya seperti sampah. Ia melupakan semua pengorbanan Layla, dan memilih jalan kesenangannya sendiri. Layla terlalu marah sampai tidak bisa berteriak di depan Raikhal. Kekecewaannya tidak bisa terucap oleh kata-kata.
“Bahkan aku habisin tabunganku buat ke Eropa!” Layla menangis lagi, lalu menelungkupkan kepalanya ke atas meja bar.
“Hei, kamu gak apa-apa?”
Baru sekitar lima detik Layla merebahkan kepalanya, ia mendengar seorang suara pria sayup-sayup di antara suara musik bising di sini. Layla menoleh, tapi tidak mengangkat kepalanya.
Ia melihat dada bidang seorang pria yang memakai setelan jas warna hitam. Layla mendengus. Bahkan dalam keadaan seperti ini pun ada saja pria hidung belang yang berusaha merayunya.
“Pergi!” Layla mengangkat kepala dan meneguk minumannya kembali. “Kamu gak lihat aku lagi patah hati?! Aku gak ada waktu buat makan rayuanmu!”
Layla tidak langsung mendengar balasan pria itu, hanya suara dengusan yang cukup keras. Kepalanya sudah berdenyut karena efek tangisan dan alkohol ini. Pandangannya pun mulai memburam.
“Kamu memang punya tempramen yang buruk,” gumam pria itu, yang masih bisa didengar oleh Layla.
“APA?!” Layla menoleh cepat, membuat kepalanya tiba-tiba diserang rasa pusing luar biasa.
Samar-samar ia melihat penampakan sosok familiar di depannya. Ujung hidungnya pun merasakan aroma yang kuat bercampur dengan bau alkohol dari mulutnya.
Jari Layla terangkat, menunjuk pria itu. “Eh... kamu, kan—“
Bruk!
Layla tidak ingat apa pun setelah itu, hanya merasakan dahinya membentur sesuatu yang empuk, tapi keras sekaligus. Lalu, pandangannya menjadi gelap.
Kaki Aldimas terus bergerak gelisah, sementara tangannya saling bertaut. Rumah keluarga Darmawan yang memang berada di luar kota, terasa lebih sejuk daripada rumah Aldimas. Namun tetap saja, itu tidak bisa menghentikan laju keringat dingin yang mulai membasahi punggungnya.Aldimas tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia gugup, tapi juga kesal. Bukan karena apa-apa, tapi karena pria yang duduk menyilangkan kaki di depannya, dan memandangnya dengan senyum menyebalkan.“Sayang,” Aldimas berbisik kepada Layla yang baru kembali setelah memanggil Nenek dari kamar. “Kok, Mike bisa ada di sini.”Layla meringis dengan wajah bersalah. “Mama yang nyuruh, kebetulan juga dia lagi balik ke Indo.”Aldimas pun hanya menghela napas. Awalnya, ia kira akan jauh lebih sulit menakhlukan sang nenek dibanding mamanya Layla. Namun, yang terjadi malah kebalikannya. Mama Layla jauh lebih protektif dan seolah tidak ingin Layla k
Layla awalnya cukup terkejut sampai tidak bisa berbuat apa pun ketika Aldimas mendorongnya masuk. Namun, bibir Aldimas terasa begitu nyata di atas bibirnya. Layla terbuai dan mulai memejamkan mata, beriringan dengan air mata yang meleleh di pipinya.Rindu yang mereka tahan berbulan-bulan akhirnya meluap tak terbendung. Mereka hanya takut saling dibenci, takut saling menyakiti, hingga saling menahan diri. Ketika salah satunya berani mendobrak, maka tidak ada lagi yang bisa melarang mereka.Aldimas melepaskan ciumannya, lalu menyatukan dahi mereka. Napas keduanya memburu, tapi dada mereka terasa penuh. Ibu jari Aldimas mengusap pipi Layla yang basah. Melihat bibir wanita itu bergetar, Aldimas merasa kembali sesak.“Maaf...,” bisik Aldimas.Layla menggeleng. Lalu, tanpa diduga Aldimas, wanita itu langsung memeluknya. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Aldimas, dan menenggelamkan isak tangisnya di dada
“Kamu bisa lepas sepatunya sekarang, udah gak ada orang.”Wanita itu menoleh setelah Aldimas mengucapkan itu, membuat dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun sayangnya, lift hotel ini semua berupa kaca, membuat Aldimas tetap bisa melihat sosok itu walaupun sudah mengalihkan pandangan.Aldimas memang bukan pria yang baik. Ketika Layla meminta untuk diberikan waktu, ia tidak sesabar itu. Aldimas diam-diam selalu mengawasi wanitanya, menyewa beberapa orang, bahkan sampai membayar mahal Mike hanya untuk sebuah foto. Namun, Aldimas tetap tidak ingin mendekat sebelum Layla yang memutuskan. Ia hanya menunggu dengan cara pengecut seperti itu.Jadi, bukanlah kebetulan sepenuhnya. Aldimas sudah tahu kalau Layla akan kembali ke ibu kota untuk menghadiri pernikahan temannya. Aldimas sendiri juga tamu undangan dari pihak pria. Hanya saja, ucapan Layla tadi benar-benar di luar kendalinya.Anehnya lagi, Layla menjadi sangat penurut sekarang. Padahal Aldimas sudah membayangkan geru
Resepsi pernikahan Poppy diadakan di sebuah ballroom utama hotel mewah. Layla tidak sempat mengikuti upacara pemberkatannya, jadi sebisa mungkin menghadiri resepsi dari awal. Poppy tampak cantik dengan wedding dress berwarna biru langit, dengan efek bunga sakura tiga dimensi.Wanita itu melambai kepada Layla ketika melewati karpet merah yang disediakan. Ia tampak terharu karena Layla bisa datang ke acara pernikahannya. Jujur saja, sampai kemarin pun Layla masih ragu haruskah ia kembali ke kota ini atau tidak. Poppy pun sempat mewanti-wantinya, dan tidak memaksa jika Layla memang tidak bisa. Namun pada akhirnya, Layla bisa memantapkan hati.Ia tidak menyesal datang ke sini. Melihat Poppy tersenyum bahagia, dan digandeng oleh seorang pria gagah terasa sangat mengharukan. Layla memang pernah menikah, tapi pasti rasanya berbeda dengan Poppy. Saat itu, acara pernikahan mereka hanya sebatas formalitas, dan senyum yang Layla tunjukkan hanyalah topeng.Setelah menyapa Poppy, Layla bergabung d
Tujuh bulan kemudian.Breaking news! Farah Yulia ditetapkan sebagai tersangka!...setelah dua kali persidangan, Farah Yulia ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana MD Group dan penculikan cucu menantu Almarhum Hardian Mandrawoto. Dia ditetapkan bersama sekreatris Hardian Mandrawoto, Norman Gumelar....Layla menghela napas panjang begitu membaca sederet kalimat pada berita itu. Ia tidak menyangka kalau waktunya cukup singkat untuk bisa membongkar semuanya. Bagaimanapun, Layla tahu kalau Farah bukan orang sembarangan. Ia pasti akan melakukan apa saja agar lolos dari tuduhan itu.Namun ternyata, Aldimas sangat bekerja keras sampai bisa menyelesaikan semuanya kurang dari setahun. Kasus penggelapan dana di MD Group yang menjadi ‘kanker’ di perusahaan itu pun terselesaikan dengan baik. Baik
Pesan Layla tidak Aldimas balas sampai pagi hari, tapi pria itu tetap datang ke rumah sakit sambil membawa barang-barang Layla. Aldimas sadar, ia tidak bisa terus menghindari Layla. Terakhir kali ia terus menghindar, semua berakhir buruk. Makanya, Aldimas tidak mau mengulangnya.Satu tangan Aldimas membawa tas besar berisi baju dan beberapa hal yang mungkin dibutuhkan Layla, sedangkan satunya lagi membawa kantung berisi bubur ayam depan kompleks. Setidaknya ia ingin menunjukkan sedikit perhatiannya kepada Layla dan mertuanya.Dari luar kamar ini, terdengar suara orang mengobrol di dalam kamar Layla. Aldimas juga samar-samar mendengar suara pria—mungkin Mike. Ia pun menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang rawat itu.“Masuk,” suara mama Layla terdengar dari dalam.Mereka sama-sama menoleh ke arah Aldimas yang baru masuk. Seperti dugaannya, ada Mike juga di sana. Hanya pria