"Ambil itu! Yang itu juga!" orang Tionghoa tua itu memerintahkan dengan suara yang keras dan serak kepada anak buahnya.
Para katering yang sibuk merapikan makanan tampak ketakutan oleh beberapa orang besar yang mendatangi mereka. Padahal mereka sama-sama orang Jawa.
Tiba-tiba aku merasakan seseorang memperhatikan aku lagi. Kali ini, lebih intens dari sebelumnya.
"Troy!" sapa Alex dengan berdiri lantas membuka tangannya lebar-lebar.
"Dasar tua bangka! Ngundang gua ke pesta malam-malam!" jawabnya kasar lalu menyapa Alex dengan pelukan ramah.
Dari jarak sedekat ini, aku bisa menamatkan wajah enkong Tionghoa satu ini. Wajahnya persegi dibalut rambut cepak ala militer njeprak. Bekas luka di wajahnya yang aku sebutkan sebelumnya, bukan luka bekas luka sayat atau akibat benda tajam lainnya, tapi lebih seperti luka bakar. Dan itu berbekas di separuh wajah dan telinganya.
Orang tua yang dipanggil Troy itu lalu menatap Cak Ji. Dia tersenyum sejenak la
VROOOMMM! Gemuruh suara kenalpot mobil mungilku melengkapi suasana semarak kerlap-kerlip lampu kota metropolitan. Kendati sudah hampir larut, denyut hiruk pikuk kehidupan masih kentara di kota terbesar kedua di Indonesia ini.Di Jalan Ahmad Yani ini, aku mendengar suara gemuruh memburuku dari arah belakang. Aku menoleh dari kabin kemudi, gandengan gerbong-gerbong kereta api melesat mendahuluiku. Kugeser tuas perseneling manual mobil lebih tinggi lagi. Lantas kutancap pedal gas lebih dalam.Aku berpikir, apa yang ada di benak Juleha saat dia tahu aku dan Amelia pulang malam-malam begini. Apalagi dengan adegan dalam kabin mobil tadi. Aku khawatir Juleha salah paham. Pada saat yang sama, aku memergoki Juleha sedang bersama dengan pria lain. Aku tidak terima!"Mau ke mana kamu habis ini, Lang?" tanya Amelia malu-malu."Gak tahu!" aku tidak sadar mengatakannya dengan berseru.Dari paparan cahaya lampu kota yang menembus kaca depan mobil, aku
DOK! Dok! Dok!Bunyi nyaring pintu diketuk itu membuatku terbangun tipis-tipis. Siapa pula yang mengganggu waktu istirahatku? Padahal, setelah semua yang terjadi semalam, aku masih ingin tidur lebih lama lagi. Khususnya momen hangat dengan Amelia. Doi benar-benar menguras habis tenagaku.Dok! Dok! Dok!"Mas, digoleki Cak Kentung," suara Yeyen dari balik pintu kamarku."Opo?" aku setengah sadar. "Kentung opo'o?""Metuo!" perintah Yeyen. (Keluarlah!)“Yo!”Jam berapa sekarang? Aku pun merenggangkan otot lantas meraih ponsel dengan malas-malasan. Layar ponselku menampilkan angka 09.00 A.M. What? Baru jam sembilan pagi rupanya. Aku kira sudah jam sebelas atau malah jam dua belas. Jadi, baru sekitar lima jam saja aku tertidur. Kendati begitu, aku tak merasa pusing, meski sedikit capek.Aku pun keluar rumah untuk menunjukkan kalau aku sudah bangun. Di luar rumah, Kentung sedang terduduk di badukan rumahku sambil merokok.
CEWEK itu lantas berlari-lari kecil menuju warung Yuk Tari. Aku harus menguatkan diri. Soalnya, dua tonjolan itu mengayun seakan hendak lepas dari tempatnya. Aku ingin sekali menolongnya.Kukeluarkan satu bungkus rokok dari saku, mengambil sebatang, dan menyalakannya. Aku meletakkan sebungkus rokok itu di atas meja. Joko menyambarnya tanpa meminta izinku. Ya, aku tahu apa itu voluntary cooperation, mutual aid, and direct action. Benar-benar bocah punk sejati.“Yuk Tari," sapa cewek itu kepada pemilik warung. "Tumbas sabun?"Oh, mau beli sabun rupanya.Seakan mengetahui ada cowok di sampingnya, dia menoleh. Saat saling menatap itulah, aku dibuatnya terkejut. Rupanya, cewek ini yang melempar cium jauh kepadaku dari atas mobil pikap yang berjalan, tempo hari.Anjir! Kok malah ketemu di sini, sih.Woi! Kok doi malah melengos? Gak ingat aku apa? Yang kasih dia cium jauh duluan itu. Aku protes dalam hati. Padahal, cium jauh itu aku lakukan u
"MAU, aku kasih les tambahan," Sekar menawariku dengan lembut nan manja.Ya ampyun! Suaranya merdu sekali sampai terngiang-ngiang di telingaku. Aku tak ingin kesyahduan ini cepat berakhir. Biarkan saja dia merajuk nantinya. Yang penting aku ingin menikmati kehangatan sekaligus keda ..."Mas!" ada suara perempuan lainnya. "Mas, woi!"Aku terkejut dengan sentakan Yuk Tari. Sampai-sampai, gelas es teh-ku nyaris tersenggol lenganku. Lho! Mana si Sekar tadi? Aku pun menoleh ke kanan dan kiri. Doi raib, coy!"Sekar nang ndi, Yuk?" tanyaku panik."Wes balik nang Arini" katanya. "Lha sampeyan dijak, meneng ae.”Anjir! Sampai ngelamun aku dibuatnya."Hape-ne sampeyan muni terus iku, loh!" Yuk Tari memberitahuku.Aku pun mengambil ponsel, lalu kulihat ada nama Kentung, menelepon via WhatsApp. Ada apa raja tuyul itu menghubungi?"Halu?" aku menjawab panggilannya."#$_&=©%," kata Kentung."Opo?" aku gak
BELUM jauh meninggalkan rumah berserabut hitam Pak Wayan, alarm radar feromonku meraung-raung. Aku pun mendorong tubuh sekaligus kepala sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Meskipun aku tahu, kalau posisi duduk tegak pun jangakauan pandanganku sama saja.Tapi aku bersikeras fokus menemukan Sekar!Rupanya, di blok ini, semakin banyak perempuan usia produktif yang berseliweran. Di sebelah kanan-kiri jalan, aku bisa melihat setiap rumah memasang kaca besar seukuran terasnya.Di kaca itu, tertempel semacam stiker kayak yang tertempel di kaca kios-kios tukang pangkas rambut. Ada yang bertuliskan BARBARA, MADONNA, ANGELA dan lain sebangsa nama-nama hot lainnya. Dari balik kaca jendela, aku memergoki ada sejumlah cewek ketawa-ketiwi di dalamnya.Sedikit lebih jauh, di sebelah kiri, aku bisa melihat kedai semipermanen punya Yuk Tari. Ternyata, dari blok ini, bisa memotong jalan melintasi rumah-rumah yang gak berpagar, ke blok lainnya, seperti ke blok-nya Yuk Tari
AKU pun jadi gak enak hati menepis pemberiannya itu, ya kan. Ya udah, daripada aku membuat hatinya terluka karena penolakan, aku hormatilah dia dengan meneguk isi gelas dimple mug itu. Tapi separuh dulu ya? Aku gak kuat kalau langsung habisin dalam sekali tenggak."Habisin!" perintah Sekar.Oke, siap!Terdengar suara cekikikan.Lalu, seperti biasa, Kentung mulai memecah kesunyian dengan menarikku duduk kembali. Kuteguk cepat-cepat minuman hasil fermentasi tanpa disuling itu, hingga meluber ke sisi-sisi mulutku. Segar rasanya, sampai-sampai kedua bola mataku lebih sensitif terhadap cahaya."Musyrik ...!" pinta Kentung untuk memainkan musik kembali.Layar LCD pun berganti menampilkan dua sejoli di tengah hamparan taman bunga. Yang laki-laki mengenakan jas putih, sementara yang perempuan mengenakan gaun dengan warna yang sama. Dalam adegan lambat mereka saling mengejar, berpelukan, tertawa dan lain sebagainya.Lalu di bagian bawah, muncu
“AYO sekolah?” ajak Desi.Namun para tamu yang hadir dalam majelis itu tampak malu-malu kucing. Mereka hanya tersenyum. Desi sendiri terlihat gusar, sehingga ia marah.“Kok gak ada yang ngajak aku sekolah,sih?” gerutunya.Desi pantas gusar. Doi boleh marah-marah. Soalnya, Desi cs telah menemani tamu-tamunya ini sejak dari jam 11 siang, seperti pengakuan Kentung tadi. Namun, sampai jam tiga sore, belum ada yang berminat ‘sekolah.’“Masak,” kata Desi, “udah ditemenin dari jam 11 gak ada yang mau sekolah, sih?” doi lantas mendengus.Tiba-tiba ada intro lagu yang aku kenali, disusul bagian verse yang menegaskan dugaanku. Mula-mula, aku mengira lagu ini bakal dinyanyikan oleh cewek-cewek ini. Oleh sebab itu, aku tak menanggapinya dengan serius.Namun..."Party girls don't get hurt. Can't feel anything, when will I learn. I push it down, push it down," lantun merdu seorang perempua
“ENGGAK!” aku menghentikannya.Sekar terkejut.“Aku gak ingin buru-buru,” sambungku.Sekar lalu berdiri. Dia menghela nafas lalu berjalan memunggungiku. Aku tidak tahu apakah dia kecewa atau malah bahagia? Dia berbalik menghadapku, bersandar ke rak boneka, lantas menyilangkan di dadanya.“Terus?” tanya Sekar. “Kamu ingin aku ngapain?”“Kamu bisa lagunya Adele yang Rolling in the Deep?” aku bertanya.Sekar mengangguk."Sini, aku yang gitarin."“Aneh,” sindirinya.Saat dia berbalik untuk mengambil gitar, tanpa sepengetahuannya, aku posisikan ponsel dengan sedemikian rupa sehingga tampak separuh badan Sekar ke atas. Setelah menerima gitar dari Sekar, aku memintanya duduk di depan rak yang penuh boneka.Sekar tampak berat mengabulkan permintaanku. Mungkin, Sekar sedang bertanya-tanya apakah aku memiliki orientasi seksual yang menyimpang."A