Share

Atasan Posesif itu Mantan Suamiku
Atasan Posesif itu Mantan Suamiku
Author: Miarosa

Bab 1. Kedai kopi

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2025-02-27 12:29:06

Pukul tujuh pagi, Aurora Stockwell berdiri dalam antrean di depan konter kedai kopi. Aroma biji kopi yang baru digiling seharusnya menenangkan, tapi pikirannya terlalu kacau untuk menikmati itu.

Perusahaan tempatnya bekerja yang juga warisan ayahnya dan kini dikelola oleh kakaknya berada di ambang kebangkrutan. Jika itu terjadi, bukan hanya pekerjaannya yang hilang, tapi juga mata pencaharian banyak keluarga yang bergantung pada perusahaan tersebut dan semua ini salah Henry. Aurora mengepalkan jemarinya, menahan kemarahan yang hanya bisa didengar oleh batinnya sendiri.

Dulu, hidupnya berjalan stabil. Ia seorang staf ahli keuangan dengan karier yang menjanjikan hingga hari itu terjadi---saat ia menabrak seorang pria di depan lift.

Byur!

Secangkir kopi tumpah, mengotori jas mahal pria itu. Henry Wilmington.

Alih-alih marah, Henry justru terpesona. Ia jatuh cinta pada Aurora pada pandangan pertama, terpikat oleh mata biru tajamnya. Aurora teringat bagaimana pria itu merayunya dengan kata-kata manis. Dalam hitungan minggu, ia menerima cinta Henry. Dalam hitungan bulan, mereka menikah, mendadak menjadi istri seorang miliarder ternyata bukan dongeng yang indah. Kekayaan yang semula tampak seperti hadiah justru menjadi jurang pemisah di antara mereka.

Ia pernah membayangkan pernikahan mereka akan seperti kisah cinta yang sederhana, sarapan pagi bersama, berbincang tentang hari yang mereka lalui, menikmati akhir pekan dengan tenang. Namun, kenyataan jauh berbeda. Setiap pagi, ia bangun untuk menemukan tempat tidur di sebelahnya kosong. Setiap malam, Henry pulang dalam keadaan lelah, hampir tak pernah menoleh padanya.

Saat ia membelakangi suaminya di ranjang, berharap Henry akan menariknya ke dalam pelukan, pria itu bahkan tidak berusaha. Tidak ada genggaman tangan. Tidak ada pertanyaan. Tidak ada usaha sampai akhirnya, Aurora menyerah.

“Ah, panas!” pekiknya tiba-tiba. Cairan panas menyiram kulit tangannya, membuyarkan lamunannya.

Ia mendongak, siap melontarkan protes tajam, tapi kata-katanya tercekat.

Henry?  Bagaimana bisa Aurora berdiri di belakang orang yang ada di pikirannya?

“Kau baik-baik saja?” Suara berat itu masih sama, sedikit serak, tetapi tetap dalam dan menawan. Mata cokelat terang milik Henry menatapnya sehangat lelehan caramel panas.

Aurora menelan ludah, menekan gejolak yang tiba-tiba muncul. “Bukan masalah. Ini bisa diatasi dengan salep luka bakar.” Mungkin itu jawaban yang masuk akal. “Hai, lama tidak berjumpa.” Atau mungkin itu lebih baik.

Tidak. Ia tidak ingin memulai percakapan. Ia ingin pergi. Tapi keinginannya akan kopi lebih kuat daripada keinginannya untuk menjauh.

“Senang bertubrukan denganmu.” Nada sinis meluncur dari bibirnya.

Henry tersenyum miring. “Cantik, sedang apa kau di sini?”

Aurora mengerutkan kening. Apa dia pikir dirinya sengaja datang ke sini untuk menguntitnya? Tentu saja tidak. Terakhir kali mereka bertemu adalah dua tahun lalu, saat ia meninggalkan rumah Henry. Pria itu tidak pernah mengejarnya. Tidak pernah datang ke mediasi perceraian mereka. Bahkan saat hakim membacakan putusan, Henry hanya mengirim pengacaranya.

Lagi-lagi, ia tidak berusaha.

Aurora mendengus, mengusir rasa kecewa yang tiba-tiba menyelinap. “Bisa kau menyingkir? Aku mau memesan kopi.”

Henry tersenyum. “Seingatku, kau tidak pernah minum kopi.”

Memang tidak, tapi keadaan telah berubah. Kakaknya membuatnya sakit kepala dengan tumpukan berkas yang tiada habisnya, hingga akhirnya ia bergantung pada kafein.

“Seleraku sudah berubah,” katanya, lalu melangkah ke konter. “Satu caramel macchiato panas.”

Henry tertawa kecil. “Menarik. Kudengar perusahaan kakakmu sedang dalam krisis keuangan.”

Aurora menoleh tajam. Suaranya terlalu santai, terlalu keras, cukup untuk didengar orang-orang di sekitar mereka.

“Kurasa kau akan segera kehilangan pekerjaan jika perusahaan itu benar-benar bangkrut,” lanjut Henry.

Aurora menatapnya tajam. “Henry Wilmington, kau rupanya punya waktu untuk memata-matai perusahaan kami?”

Henry mengangkat bahu, tetap tersenyum. “Di London, semua orang tahu kalau Blue Sea Corps bahkan menjual sahamnya dengan harga miring dan tetap tak ada yang berminat.”

Aurora menggertakkan giginya. Henry tidak berbohong, tapi caranya bicara begitu meremehkan seolah-olah kakaknya tidak kompeten membuatnya jengkel.

“Kurasa kau sudah terlalu banyak mengomentari perusahaan tempatku bekerja.”

Henry masih tersenyum. “Terakhir kali kita bertemu, aku menawarkanmu saham perusahaan. Kau menolaknya. Begitu juga rumah dan… ”

Aurora menatapnya tajam, membuat Henry menghentikan ucapannya. Ia tahu persis mengapa ia menolak semuanya. Ia tidak menginginkan hartanya. Ia hanya menginginkan Henry.

Henry berdehem, mengubah topik. “Aku bisa membantu perusahaan itu.”

Aurora membeku.

Perusahaan itu adalah warisan ayahnya—satu-satunya peninggalan yang berharga. Kakaknya telah melakukan segalanya untuk mempertahankannya.

“Pertimbangkan tawaranku,” Henry melanjutkan. “Kau tahu di mana kau harus menemuiku, kan?”

Aurora menggigit bibirnya, menahan desakan emosi yang berputar di dadanya. Ia tidak membutuhkan Henry, tapi untuk pertama kalinya dalam dua tahun, pria itu menawarkan sesuatu yang berarti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 80. Di antara penyesalan dan kehilangan

    Henry duduk di tepi ranjang hotel, membiarkan tatapannya jatuh ke jendela besar yang menampilkan pemandangan kota yang terang benderang. Namun, cahaya itu tak bisa menembus kegelapan yang bersarang di hatinya.Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba mengusir rasa bersalah yang semakin menjeratnya seperti rantai besi.Ia meninggalkan Aurora.Lagi.Ia seharusnya bisa menebus kesalahannya di masa lalu, tetapi sekali lagi, ia justru menghancurkan wanita yang paling ia cintai. Ia pikir keputusannya sudah benar. Ia pikir dengan menjauh, ia bisa menghindari luka yang lebih dalam, tapi ternyata, rasa sakit itu tetap ada dan kini, lebih buruk dari yang pernah ia bayangkan.Dan sekarang...Sekarang mungkin sudah terlambat.Henry merasakan dadanya sesak. Ia tak pernah tahu seperti apa rasanya kehilangan seseorang yang begitu berharga sampai sekarang.Ia tak akan pernah bisa mengatakan bahwa ia masih mencintainya.Tak akan pernah bisa meminta maaf atas semua kesalahan yang ia buat. Tak ak

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 79. Senja di tepi jembatan

    Di atas jembatan, orang-orang berkerumun, menyaksikan kejadian tragis itu dengan keterkejutan yang masih membekas di wajah mereka. Beberapa menutup mulut, beberapa berbisik dengan ngeri, dan sebagian lainnya hanya terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.Di antara mereka, Vernon berdiri mematung, napasnya tercekat, tubuhnya membeku.Tidak.Tidak mungkin.Tidak mungkin yang baru saja ia lihat adalah kenyataan.Jantungnya seakan berhenti berdetak saat mobil Aurora menabrak pembatas jembatan dan jatuh ke sungai, menghilang ke dalam gelombang yang menggulung dengan kejam.Seketika, Vernon merasakan sesuatu dalam dirinya pecah. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobilnya dan berlari ke tepi jembatan. Matanya liar mencari di antara air yang beriak, berharap menemukan tanda-tanda Aurora. Namun, sungai hanya menyajikan kehampaan.Airnya terlalu keruh.Aurora ada di sana. Di bawah sana.Sendiri.Tanpa menunggu lebih lama, Vernon merogoh ponselnya dengan tangan gemetar d

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 78. Satu nama terakhir

    Aurora menggenggam erat kain gaunnya, jari-jarinya bergetar. Napasnya tercekat di tenggorokan. Jadi benar, Henry sudah tahu.Dugaan yang sejak tadi berputar di kepalanya akhirnya terbukti.Ia memejamkan mata, tapi air matanya terus mengalir, membasahi pipinya yang telah lama kering dari kebahagiaan. Tubuhnya gemetar hebat, seolah-olah ia hanyalah sebuah boneka porselen yang siap retak dan hancur kapan saja.Gaun pengantin putih yang tadinya berkilau kini tampak lusuh dan tak bernyawa seperti hatinya yang kini telah hancur berkeping-keping. Hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, hari yang selama ini ia nantikan dengan penuh harapan, berubah menjadi mimpi buruk yang tak akan pernah bisa ia lupakan.Henry, pria yang selama ini ia cintai lebih dari apa pun, pria yang telah ia pilih berkali-kali meskipun dunia terus berusaha memisahkan mereka telah mencampakkannya.Tanpa penjelasan.Tanpa sepatah kata.Ia pergi begitu saja, meninggalkannya di altar, seolah-olah sem

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 77. Di ujung luka

    Florien menggenggam tangannya. "Aku marah pada ayahmu, karena dia telah membunuh ibuku, tapi aku juga mencintaimu dan aku tahu, kau tidak akan menjadi seperti dia."Dada Vernon terasa sesak, tetapi kali ini bukan karena ketakutan melainkan karena keharuan yang begitu dalam. Tanpa ragu, ia menarik Florien ke dalam pelukannya, mendekapnya erat, seolah takut jika ia melepaskannya, semuanya akan lenyap.Keheningan mereka terpecah oleh suara seseorang yang berdeham pelan.Keduanya menoleh.Jesselyn dan William berdiri di sana, menyaksikan segalanya dalam diam."Aku setuju dengan Florien." Suara Jesselyn bergetar, tapi tetap tegas. "Ayahmu adalah ayahmu dan kamu adalah kamu. Kamu bukan pembunuh seperti dia, tapi jika benar ayahmu bukan pelakunya, maka kamu harus segera membuktikannya. Kamu harus membersihkan nama baiknya sebelum semua terlambat."Vernon menatap Jesselyn dalam-dalam, merasakan ketulusan dalam kata-katanya. Di tengah keterpurukan dan rasa bersalah yang menghimpit dadanya, mas

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 76. Di balik gaun dan air mata

    Di saat yang sama, di kediaman keluarga Henry, kepanikan melanda semua orang.Aurora berdiri di tengah ruangan, wajahnya pucat, matanya kosong menatap altar yang seharusnya menjadi saksi janji suci mereka. Tangannya gemetar, hatinya terasa remuk."Kenapa, Henry? Kenapa kau pergi?"Ia tak mengerti. Seharusnya ini menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, tetapi justru menjadi hari paling menyakitkan. Air matanya mengalir perlahan, jatuh membasahi gaunnya yang begitu indah.Margarita berusaha mencari jawaban. Wanita tua itu menekan mencari putranya, Archer, satu-satunya orang yang paling mungkin tahu sesuatu. Ia menemukan putranya berada di ruang kerja sedang mdnyendiri."Archer, apa kamu yang memberitahu Henry siapa pembunuh ibunya?"Archer terlihat bingung. "Apa yang terjadi?""Henry pergi saat upacara pernikahan akan dimulai! Dia tidak ada di mana pun!" Suara Margarita bergetar."Lebih baik mereka tidak menikah," jawab Archer dingin."Apa kamu yang memberitahunya?""Tidak. Aku tida

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 75. Hari bahagia yang terluka

    Vernon menatapnya dalam-dalam. "Karena kali ini, kau benar-benar takut kehilangan Henry."Aurora menoleh padanya dan untuk sesaat, air mata hampir jatuh dari matanya, tapi ia menahannya. Ketika mereka tiba di rumah Margarita, Jesselyn dan Florien sudah menunggu di pintu masuk."Aurora!" Jesselyn menyambutnya dengan pelukan hangat. "Kau terlihat luar biasa."Aurora tersenyum, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Terima kasih!"Florien juga tersenyum. "Ayo, kami akan mengantarmu ke ruangan khusus sebelum upacara dimulai."Aurora mengangguk dan mengikuti mereka. Di dalam ruangan itu, sendirian, Aurora berdiri di depan cermin, melihat pantulan dirinya sendiri. Ia adalah pengantin. Ia adalah seorang wanita yang mencintai pria yang akan dinikahinya.Langit biru cerah membentang luas, seolah alam ikut merayakan hari bahagia ini. Angin berhembus lembut, menggoyangkan kelopak bunga yang tertata rapi di sepanjang lorong menuju altar. Kediaman keluarga Henry telah disulap menjadi taman impia

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 74. Pernikahan

    Margarita menggeleng dengan frustrasi. "Aurora adalah wanita yang baik, cerdas, dan penuh kasih sayang. Hanya dia yang bisa membuat Henry bahagia. Setelah perceraian mereka, Henry seperti mayat hidup. Dia bekerja tanpa henti, tidak ada gairah dalam hidupnya."Archer menggerutu, tetapi tidak membalas. Ia tahu ibunya benar.Di sisi lain halaman, Margarita menyambut Jesselyn dan suaminya, yang baru saja tiba dari Jerman bersama putra mereka, Theodore. Bocah kecil itu berlari-lari di antara tamu, tertawa riang."Jesselyn, Sayang! Akhirnya kau tiba!" ujar Margarita, memeluk cucu perempuannya erat.Jesselyn tersenyum hangat. "Tentu saja, Nenek. Aku tidak akan melewatkan pernikahan kakakku."Suaminya, yang berdiri di sampingnya, menjabat tangan Margarita. "Senang bertemu denganmu lagi, Nenek," katanya sopan.Margarita tersenyum pada pria itu, lalu meraih tangan kecil Theodore. "Aku ingin melihat pengantin wanitanya!" katanya antusias."Oh, kau akan melihatnya nanti, Sayang," jawab Margarita

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 73. Kebenaran yang tak pernah sampai

    Aurora menutup matanya sejenak sebelum mengangguk. "Iya." Ia menaruh gelas brendinya di meja dengan bunyi pelan, lalu berdiri. "Aku akan kembali ke ruanganku." Vernon menatapnya pergi, hatinya terasa berat. Setelah Aurora menghilang di balik pintu, ia mengeluarkan ponselnya, menatap layar sejenak, lalu akhirnya menelepon seseorang. "Aku butuh bantuanmu," katanya dengan suara rendah dan penuh tekad. *** Archer menurunkan map dari atas meja, melirik arlojinya sekilas sebelum menatap wanita berambut cokelat yang berdiri di ambang pintu kantornya. "Yolanda?" sapanya tenang, walau rona kelelahan menghiasi wajahnya. Yolanda masuk dengan langkah tergesa, matanya sembab dan wajahnya penuh amarah yang ditekan. Ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa di depan meja Archer, membuang napas panjang sebelum bersuara. "Rencana kita gagal, Archer," katanya pahit. "Jebakan di apartemen itu tidak berhasil. Henry tetap kembali pada Aurora, bahkan, dia akan menikahinya lagi." Archer diam sejenak. Ia bang

  • Atasan Posesif itu Mantan Suamiku   Bab 72. Keraguan

    Rosamaria menunduk, air matanya jatuh membasahi tangannya. "Itulah yang Ibu khawatirkan." Suaranya lirih. "Karena itu, Ibu sudah mengatakan pada Aurora seharusnya dia tidak menikah lagi dengan mantan suaminya. Seharusnya dia memilih pria lain. Begitu juga denganmu."Vernon menggeleng keras. "Aurora tidak akan bisa menikah dengan pria lain. Aku tahu itu."Tiba-tiba, pintu kantor terbuka. Lamunan Vernon buyar. Ia menoleh cepat, terkejut melihat siapa yang berdiri di ambang pintu."Aurora!"Aurora berdiri di sana dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca. Matanya sedikit memerah, seolah ia baru saja menangis, tapi suaranya tetap tenang saat berbicara. "Kau sudah bertemu dengan Ibu?"Vernon mengangguk. "Aku sudah bertemu dengannya dan ayah kita memang terlibat dalam kematian ibu Henry."Aurora menegang. "Jadi itu benar?" bisiknya nyaris tak terdengar."Tapi dia tidak bersalah!" Suara Vernon penuh emosi. "Pelakunya adalah paman Henry—Devon Wilmington!"Aurora menatap Vernon dengan mata terbe

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status