Share

2. Adrea Electa: Cause and Effect

Langit yang indah.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Adrea entah kepada siapa.

Tangannya terulur ke atas langit, melihat banyak bintang bertebaran di sekitar bulan yang bersinar terang. Sudah sejam lebih Adrea hanya duduk di jendela kamarnya. Memperhatikan bulan sambil menunggu umurnya bertambah malam ini.

"Sudah ke enam kalinya aku merayakan ulang tahun di penjara ini, aku bisa menebak bahwa besok dia akan datang membawakan seonggok kue dengan lilin-lilin cantik yang menghiasinya ... lalu dia akan mengambil sebuah ciuman, dan kembali memaksaku. Tangan itu akan menggerayangiku lagi," monolognya.

Adrea melihat telapak tangannya yang memerah karena kedinginan. Sangat wajar karena saat ini Adrea sedang menggunakan dress pendek tanpa lengan. Kakinya menggelantung di bawah jendela tanpa alas kaki. Angin bisa menyentuhnya dengan sangat mudah. Rambut panjangnya terurai dengan indah. Bahkan seseorang yang melihatnya akan merasa bingung memilih manakah yang lebih cantik, dia atau bulan.

"Kenapa tangan ini tidak berubah? Padahal Aku pernah mengirisnya dengan pisau."

Adrea beralih menyentuh wajah cantiknya sendiri. "Wajah ini ... kenapa tidak hancur? Padahal aku pernah melompat ke bawah dari sini," tanyanya.

Dia sedikit memajukan tubuhnya untuk melihat ke bawah. Sekitar sepuluh meter hingga ke permukaan tanah, seharusnya itu cukup untuk menghancurkan seluruh tubuh. Namun, Adrea sama sekali tidak terluka kecuali lecet dan lebam di kakinya. Sangat tidak adil.

"Nona, sebaiknya Anda segera tidur," tegur seorang penjaga dari bawah sana. Dia menyorot Adrea menggunakan senter besarnya hingga wanita itu mengalihkan pandangan, itu terlalu menyilaukan.

"Baiklah," jawab Adrea tanpa bisa membantah. Dia menaikkan kakinya dan kembali masuk ke dalam kamar.

NGIINGGG!!!

"Ah!" Adrea menutup telinganya dengan kedua tangan. Dia baru saja berjalan selangkah, tapi tiba-tiba sebuah dengung yang memekakkan memenuhi seisi pendengarannya.

"Apa ini? Akh! Tolong hentikan!" teriak Adrea.

Dia sampai meringkuk di lantai karena tidak tahan dengan suara itu. Rasanya gendang telinga Adrea akan pecah. Belum lagi kilas balik yang aneh muncul tak berurut di kepalanya. Semuanya seperti kilat yang saling menyambar di atas langit.

"Apa itu?!"

"A-aku?"

"Siapa?"

"Kenapa?"

"Hentikan!"

NGIINGGG!!!

***

"Aku mohon maafkan aku, Ratu!"

Seorang wanita tua memohon ampun sambil bersujud di hadapan seorang wanita yang lebih muda. Benar-benar pemandangan yang menyedihkan dan keterlaluan. Namun, tidak ada satu pun yang berani menginterupsi atau menentang keinginan wanita muda yang mereka panggil ratu itu.

"Berikan aku satu alasan untuk mengampunimu," desis sang ratu dengan nada mengejek. Dia tersenyum meremehkan dari atas singgasananya. Menatap rendah kepada ribuan orang di bawah sana, terutama kepada wanita keriput yang terus menangis itu.

"A-aku ... aku hanya memiliki dia, j-jika kau mengambilnya, maka ... a-aku-"

"Terlalu lambat! Hukum dia sekarang!" potong si ratu jahat dengan egoisnya.

Sebenarnya ada rasa kasihan di dalam hati si algojo, tapi karena tak mau ikut dihukum, dia langsung mengikuti perintah ratunya. Menghukum mati bocah sepuluh tahun yang terbukti mencuri makanan. Entah sudah berapa kepala yang dia buat terpisah dari tubuh seseorang sampai sekarang. Itu seperti pertanyaan mengenai seberapa banyak gandum yang sudah dia makan.

Kepala yang terlepas dari tubuh itu langsung menggelinding ke arah wanita tua. Dia menangis histeris, tidak berani membuka kain hitam yang digunakan untuk menutupi wajah tanpa dosa si anak malang. Tubuhnya seperti mati rasa. Jika saja dia tahu akan seperti ini, maka dia tidak akan membiarkan cucunya itu pergi mencari makanan untuk dirinya yang tua dan sakit. Kini dia benar-benar sendiri.

"Tega sekali," lirihnya.

Tangisnya semakin histeris, menggema di pendengaran seluruh orang yang melihat. "Berani sekali kau!" hardiknya.

Wanita tua itu seakan kehilangan akal. Setelah menangis, dia menentang wanita nomor satu di negeri itu secara terang-terangan. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan apa yang mungkin akan terjadi padanya.

"Berani sekali kau mengambil nyawa seorang anak! Siapa kau sampai memiliki kekuasaan seperti itu?! Kau hanya manusia ya-"

BAGH!

"AAAKHHH!"

Hanya sepersekian detik kejadiannya. Sebagian orang histeris karena terkejut dan sebagian yang lain termenung karena masih berusaha mencerna apa yang terjadi.

"Kalau begitu ikuti cucumu itu," ucap Adrea, si ratu jahat.

Dengan mudah dia mengangkat wanita itu ke langit tanpa menyentuhnya. Kemudian, tanpa berpikir panjang dia menghempaskan tubuh rapuh itu ke tanah dengan kuat. Membuat darah mengalir dari setiap bagian tubuhnya.

***

Dia adalah Adrea Electa, dua ribu lima ratus tahun yang lalu. Ketika segalanya ada di bawah kaki Adrea dan dia bisa melakukan semua yang diinginkannya. Menyingkirkan siapapun yang tidak dia inginkan dan berdiri di posisi tertinggi tanpa harus takut pada apa pun. Pemilik tahta dan anugerah telekinesis, mengendalikan benda tanpa menyentuhnya, hanya melalui pikiran.

Dia adalah wanita yang di kemudian hari akan mendapatkan sebuah hukuman dan karma. Namun, dia tidak menyadarinya sampai utusan pemilik anugerah itu datang dan menyapa.

"Apa kau gila?!" hardik Adrea.

Ada rasa takut di dalam hatinya, tapi Adrea berusaha sangat kuat untuk tidak memperlihatkan itu. Dia menatap langsung pada wanita bertudung putih yang sama sekali tidak bisa Adrea lihat wajahnya.

Entah bagaimana wanita itu tiba-tiba muncul di kamar Adrea pada malam hari dan mengagetkannya. Adrea pikir wanita misterius itu adalah penyusup dan dia bersiap untuk menggunakan kekuatannya. Namun, itu sama sekali tidak berfungsi.

"Aku diperintahkan untuk mengambil kembali apa yang Dia titipkan padamu dan aku sudah melakukannya," ujar wanita itu dengan suaranya yang sangat indah.

Adrea tidak mengerti dengan apa yang dibicarakannya. Pertama dia mengatakan tentang karma dan kini dia mengambil sesuatu yang entah apa itu.

"Mungkinkah ...."

Adrea kembali mengarahkan pikirannya pada wanita itu, mencoba untuk mendorongnya jauh-jauh tapi gagal. Tidak puas dengan hasilnya, Adrea mengganti target ke vas bunga yang ada di kamar itu. Sayang sekali semua usahanya kembali gagal.

"Aku diperintahkan untuk mengambil kembali apa yang Dia titipkan padamu dan aku sudah melakukannya," kata wanita misterius itu sekali lagi.

"Kembalikan kekuatan itu padaku! Aku tidak meminjamnya darimu atau dari siapapun! Aku tidak perlu mengembalikannya sedikit pun!" balas Adrea.

"Dia sudah meminjamkannya kepadamu dan Dia bisa mengambilnya kapanpun Dia merasa tidak puas kepadamu."

*****

"Karma is real."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status