Share

Malam yang Panjang

Dalam dekapan angin di heningnya malam

Aku terdiam dalam hampa

Aku termenung, terkesima oleh takdir

Yang menyuguhkan sebuah kisah, yang datangnya tak pernah ku duga

Bagai salju yang datang di tengah kemarau panjang

Mungkin sebegitu mustahilnya hadirmu dalam kisahku

Dinginnya malam tak berarti apa-apa

Indahnya taburan bintang pun tak sanggup mengobati rasa ini

Rasa sesak yang membelenggu hati

Menyeruak di dalam sanubari

Hanya goresan pena berisi sajak tak berarti

Tentang rindu yang begitu menyiksa diri

Teruntuk kamu,

Yang selalu dirindui

Namun tak pernah mengetahui

Malam sudah mulai pekat, sang rembulanpun sudah mulai muncul bersama para bintang yang senantiasa menemani. Aku di sini menatapnya tajub, diiringi suara jangkrik di tengah remang-remang malam yang sunyi. Tiba-tiba ponselku yang berada di kasur berdering.

“Halo, assalamualaikum, ma,” jawabku antusias.

“Waalaikumussalam, Fya lagi apa nak?” tanya mama.

“Nggak lagi ngapa - ngapain ma. Mama sehat?”

“Alhamdulillah sehat. Fya udah makan?”

“Alhamdulillah udah ma. Mama gimana? Udah makam belum?”

“Alhamdulillah mama juga udah kok.”

"Syukur deh kalo gitu"

“Fya?”

“Iya ma, kenapa? Ada yang mau mama sampein? Bilang aja ma.”

“Hmm, gini nak. Mama senang lihat Fya bahagia, nak. Mama senang kalo kamu kemana-mana ada yang temenin di sana. Mama senang kalo kamu punya temen untuk berbagi masalah kamu.”

“Maksud mama apa ma? Fya gak ngerti.”

“Hmm, gini nak. Kalau seandainya ada yang bersedia melamar kamu, apa Fya bersedia menikah muda?” tanya mama membuatku terkejut.

“Ya ampun, Ma, tapi kan Fya masih kuliah.”

“Iya, mama tahu. Tapi ga ada salahnya kan. Mama mau kamu di sana ada yang jagain.”

“Hmm, iyaA, Ma iyaa. Ya udah, Fya mau kalo itu permintaan mama. Fya serahin aja sama mama.”

“Alhamdulillah. Berarti minggu depan Fya pulang kerumah ya, nak.”

“Haa, secepat itu ma? Emang ada yang mau datang ke rumah, ma?”

“Iya, kamu pulang dulu deh pokoknya.”

"Iya, tapi siapa, ma?"

"Nanti kalo kamu juga bakal tau kok, nak."

“Iya deh ma iyaa, siapapun itu pilihan mama, Fya yakin kalo itu yang terbaik.”

“Mama ikut senang dengarnya. Ya udah, kamu tidur gih. Udah malam, jangan begadang.”

“Iya ma, ya udah Fya tutup ya telfonnya, Assalamualaikum”

“Waalaikumussalam.”

Hufftt, benar-benar tak disangka mama meminta hal ini. Jadi sebentar lagi aku akan menikah gitu? Yaa Allah, semoga ini memang yang terbaik, menyempurnakan separuh agamaku. Tapi siapa ya yang bakal jadi calon imamku? Hufftt.

Malam ini begitu dingin, ku raih selimutku yang berada di ujung sofaku. Jam sudah menunjukkan pukul 22:15 WIB. Aku segera beranjak untuk terlelap. Tak lupa sebelumnya aku berwudhu’ dan membaca doa hendak tidur. Aku juga sudah menyetel alarm tepat pukul 3:00 WIB. Untuk menunaikan sholat tahajud.

Namun nyatanya, setelah lelah berputar ke kiri dan kanan, aku tak kunjung terlelap. Kembali aku lihat jam, di sana jarum jam sudah menunjukkan pukul 23:20 WIB.

'Aduuhh, kenapa ini. Kenapa mataku tak bisa tidur juga? Kalau begini bagaimana aku bisa bagun jam tiga nanti,' keluhku dalam hati.

Aku kembali teringat ucapan Mama tadi. Rasanya seperti mimpi. Tiba-tiba Mamaku nelfon dan memintaku untuk segera menikah. Sedang aku sendiri belum mengetahui sosok laki-laki yang akan datang ke rumahku minggu depan.

Ya Rabb,  aku tidak tau ini mimpi indah atau mimpi buruk.

Aku bahkan ragu harus bersyukur atau mengeluh.

Semoga apapun yang akan terjadi adalah skenario terindah-Mu. Aamiin.

Malam ini terasa sangat panjang. Aku sudah lelah dan mengantuk, namun mata ini sangat sulit untuk diajak tidur. Hufftt.  Kembali kucoba untuk memejamkan mataku. Hingga aku tak menyadari jam berapa akhirnya aku benar-benar terlelap. 

... (bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status