Share

2. Diana Rosalina

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2023-03-15 10:18:02

"Tunggu!"

Rose sedikit berlari mengejar pintu lift agar tidak tertutup. Napasnya tersengal karena mengejar waktu. Hampir saja ia terlambat pergi ke kantor hanya karena putrinya tengah merajuk.

"Terima kasih," ucapnya pada seseorang yang sudi menunggu dirinya masuk ke dalam lift.

Ia berusaha mengatur napasnya. Kening Rose berpeluh, ia mengusapnya dengan selembar tisu.

"Fiuh …." ia menghembuskan napas perlahan untuk membuang penat.

Rose, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia berdiri di barisan belakang bersama dengan beberapa rekan kerjanya. 

Deg!

Perempuan yang kini mengenakan setelan blouse berwarna putih tulang tersebut, tertegun. Ia memicingkan kedua matanya saat melihat sosok di sudut pintu lift. 

Jantungnya terasa lepas dari bingkai. Rose menunduk lalu mencuri pandang pada sosok yang kini terlihat lebih berwibawa.

'Seperti Zain, kenapa ia ada di perusahaan Garmen ini?' (Tanya Rose pada hatinya).

Ia menyembunyikan wajahnya, Rose takut jika ia salah dalam melihat.

Pintu lift pun terbuka, tepat di lantai 12 Rose melangkahkan kaki untuk keluar bersama karyawan yang lain.

Ia tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Hingga sebuah mata elang awas dengan kehadiran dirinya.

'Apakah itu, Rose? Dia bekerja di sini?' (Batin Zain bertanya).

Zain, yang ditemani oleh seorang pengawal pun keluar dari lift. Ia segera berjalan menuju ke dalam ruangan CEO.

"Tetaplah di luar! Jika ada sesuatu yang dibutuhkan, aku akan segera menghubungimu." Perintahnya pada lelaki berbadan besar tersebut.

Dihempaskan bobot tubuhnya di atas kursi kerja. Kedua tangan Zain menopang pada dagunya yang ditumbuhi oleh jambang halus.

Zain bernostalgia dengan masa lalunya. Teringat ketika beberapa tahun silam, ia pernah dekat dengan salah seorang gadis. Hingga mereka terlibat hubungan asmara yang sangat serius. 

Entah bagaimana nasib gadis itu sekarang. Ia harus mencari tahu kebenarannya.

***

"Selamat pagi, Pak. Saya Rose, staf marketing yang baru." Rose mencoba untuk memperkenalkan diri pada manager perusahaan.

Setelah ia merapikan meja kubikelnya, ia langsung menuju ke lantai atas. Dimana ia harus melakukan briefing di ruang divisi bersama rekan kerjanya. 

"Selamat pagi, Rose. Selamat datang di PT. Garmen Angkasa Jaya. Sebuah perusahaan yang berkembang di bidang garmen dan juga manufaktur." Sapa manager perusahaan dengan ramah.

"Sudah siap dengan meeting pertama Kita?" manager berkacamata tebal tersebut mengulas senyum ke arahnya.

"Siap, Pak!" ia mengangguk dengan mantap. Lalu mereka pun pergi bersama ke salah satu ruangan khusus. Dimana semua kepala divisi dan perwakilan staf tengah melakukan sebuah pertemuan.

Baru saja ia duduk di sebelah manager divisi. Saat ia mengangkat wajahnya, Rose mendapati sosok itu berada di ujung meja. Di depan meja panjang tersebut terdapat sebuah plakat bertuliskan—Attala Zain Dimitri, CEO.

Deg! 

Keringat dingin mulai mengucur di seluruh tubuhnya. Mendadak tubuh Rose terasa panas dingin. Ia, tidak bisa berkonsentrasi sepanjang meeting berlangsung.

Tapi tidak dengan pria muda itu. Ia terlihat sangat tenang dan dingin. Bahkan saat kedua mata mereka saling bertemu tanpa sengaja, Zain bersikap santai dan profesional seperti pada umumnya.

Selesai meeting, Zain memanggil salah satu asisten pribadinya untuk menghadap.

"Berikan saya file perusahaan! Terkait dengan perekrutan semua karyawan." Perintahnya pada asisten pribadi yang kini sudah berdiri di depan mejanya.

"Baik, Pak!" jawab asisten tersebut langsung kembali ke meja kerjanya dan menyiapkan semua yang dibutuhkan oleh, Zain.

***

"Ada apa denganmu, Rose? Apa Kamu sedang sakit?" tanya Nadine yang melihat perubahan sikap sahabatnya itu.

"Aku baik-baik saja, Dine. Hanya lelah dengan, Dania." Jawabnya singkat, ia memijat pangkal hidungnya. Tiba-tiba saja, kepalanya terasa pusing.

"Jadi seorang ibu itu harus kuat, Rose!" Nadine mengelus pundaknya dengan lembut.

"Hem, iya." Rose mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis.

"Oh iya, Rose. Kamu dipanggil sama bos baru ke kantornya sekarang."

"Aku? Memangnya ada perlu apa?" perempuan itu menautkan kedua alisnya.

"Entah," Nadine mengedikkan kedua bahunya.

Rose nampak berpikir sejenak, ini hari pertamanya bekerja di perusahaan Garmen. Ia tidak boleh merusak semua rencana yang sudah disusun dengan rapi.

"Aku kembali ke mejaku. Kalau ada yang ingin Kamu tanyakan, aku ada di sana." Suara Nadine menyadarkannya, ia menunjuk ke arah mejanya.

"Ya, tentu saja. Aku akan terus merepotkanmu." Lalu keduanya tertawa lepas. Seiring waktu yang berjalan merangkak di siang hari.

***

Sementara itu, Rose yang masih bingung. Belum beranjak dari meja kubikelnya. Ia mematikan layar monitor yang baru saja dinyalakan. Dan bersiap untuk menuju ke ruang direktur utama.

"Kemana, Rose?" sapa salah satu rekan kerjanya.

"Ke ruangan bos," jawabnya sambil menunjuk ke arah koridor. 

"Hem, sukses Rose. Siapa tahu langsung naik jabatan." Kelakar temannya tersebut yang membuat Rose tersenyum masam.

Di sepanjang perjalan menuju ruangan sang CEO. Ia memegang dadanya yang berdebar dengan sangat kencang. Langkahnya terasa berat, hampir saja ia memutar balik karena merasa ragu. 

Tapi terlambat, ia kini sudah berada di depan sebuah pintu yang menurutnya sangat besar. 

Rose mengetuk pintu besar tersebut, dan dari dalam terdengar suara berat yang terasa sangat mengintimidasi.

"Masuk!" 

Rose membuka pintu tersebut dengan sangat hati-hati. Entah kenapa suhu tubuhnya semakin dingin. Hingga tangannya gemetar saat menyentuh handlenya.

"Maaf, apakah Bapak memanggil saya?" tanya Rose dengan sopan. 

"Saya ingin Anda menginput dokumen-dokumen yang ada di gudang." Ujar Zain sambil melihat Rose sekilas, lalu menunduk kembali mengerjakan dokumen yang ada di depannya.

"Baik, Pak!" Rose tidak membantah sedikitpun. Ia takut jika Zain masih mengenalinya. 

Buru-buru ia keluar dari dalam ruangan CEO, setelah tubuhnya sedikit membungkuk saat berpamitan.

Rose berlari kecil menuju meja kerjanya. Ia mengambil sesuatu yang akan dibutuhkan di gudang. Lekas ia mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang atasan. Sepertinya, hari ini Rose akan terlihat sangat sibuk. 

"Diana Rosalina. Ya, hem …." Zain mengetuk-ngetuk perlahan sebuah CV yang dikirimkan oleh Rose beberapa pekan lalu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Vivo Oke
duh rose,,Zain mengenalimu
goodnovel comment avatar
Devi Shb Natalia
Bagaiman bisa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   99. Menjalani Hidup Masing-masing

    BUG!"Hentikan segera! Ini bukan arena tinju, Tuan." Salah satu petugas yang berjaga di barak bagian tahanan pria, berlari kecil sambil mengacungkan jari telunjuknya."Saya mohon jaga sikap kalian berdua, Tuan-Tuan!" teriaknya sekali lagi.Tapi ada yang aneh saat petugas tersebut sudah sampai untuk melerai dua saudara beda ibu itu. Zain dan Alex tetap bergulat dan saling memukul tanpa ada yang memisahkan keduanya."Biarkan saja, Opsir! Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya. Kita lihat saja hasilnya seperti apa." Cynthia menghadangnya dengan sebelah tangan. Petugas kepolisian itu pun menghentikan langkahnya dengan tatapan yang aneh. "Tapi Nona, mereka bisa saling menyakiti …." “Tenang saja Opsir. Mereka akan berhenti jika sudah merasa puas.” Ujar Cynthia dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh petugas tersebut. Ia pun menuruti saran dari Cynthia yang memintanya untuk tidak ikut campur. Terpaksa petugas itu membiarkan perseteruan yang

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   98. Kejujuran

    Biarkan aku menemuinya! Biarkan aku masuk ke dalam sana, sebentar saja. Aku mohon ….” Zain berusaha menerobos penjagaan di sel tahanan sementara khusus laki-laki. Setelah mendapatkan informasi dari Rose soal kakaknya, ia langsung kembali ke gedung tahanan kota Perth.“Maaf Tuan, Anda harus mematuhi jam berkunjung. Apakah Anda adalah keluarganya? Tolong tenanglah, Tuan!” cegah salah satu petugas itu dengan menarik pergelangan tangan, Zain. Ia tidak mengizinkan pria itu untuk masuk begitu saja tanpa izin.“Bagaimana aku bisa tenang, jika yang ada di dalam sana adalah kakakku. Kakak tiriku yang telah dinyatakan telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Aku harus memastikan kalau yang ada di dalam sel tahanan itu adalah orang yang sama.” Zain menatap tajam pada petugas itu. Dari cara pandangnya, Zain menunjukkan keseriusan.“Aku hanya ingin melihatnya, Opsir. Aku ingin memastikannya, itu saja. Aku yakin jika Anda memiliki keluarga yang telah dinyatakan menghilang atau meninggal. Kalian ak

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   97. Mimpi

    “Mau apa kamu ke sini? Apa belum puas kalian menyakitiku? Belum puaskah kamu sudah mengambil putriku?” Zain menghentikan langkahnya. Benar saja, Rose menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Ada banyak luka dan dendam yang tidak bisa dibicarakan secara transparan. “Jika kamu datang hanya untuk menyakitiku, maka kamu datang di waktu yang tidak tepat. Pergilah dari hadapanku!” Rose telah mengusirnya dengan cara yang tidak hormat.“Dengarkan dulu, Rose! Aku mohon,” Zain mencoba untuk bisa mendapatkan kesempatan kembali. Tapi sayang, Rose sudah terlanjur sangat kecewa kepadanya.“Jangan mendekat!” tunjuk Rose dengan tatapan yang sengit. Rose berusaha untuk menghentikan niat, Zain. Ia sudah muak selalu dicekoki oleh janji manis yang tidak berujung. “Kalian berdua sama saja,” gumamnya sambil melengos. Zain menghentikan langkahnya, ia memiringkan kepala dengan dahi yang berkerut. “Apa maksudmu, Rose? Siapa yang kamu samakan denganku? Apa yang kamu bicarakan saat ini adalah dokter, Frans?

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   96. Datang Untuk Menyakiti

    “Apa kamu sudah tidak laku? Sampai dirimu merebutnya dariku?” Kalimat itu, masih diingatnya dengan baik. Ia menatap dokter Frans dengan menitikkan air mata. Ucapan dokter Rhea Zalina kala itu, membuat Rose melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras. Ia tidak bermaksud merebut siapapun, hingga terjadi miss komunikasi di antara keduanya.“Dokter ….” Rose memanggilnya berulang kali setelah ia mengusap titik embun di sudut kelopak matanya.Dokter Frans terkesiap, ia menoleh ke arah Rose yang menatapnya dengan bola mata berkaca-kaca. Tujuannya menyusul ke Australia untuk membebaskan Rose dari segala tuduhan, ia sangat yakin jika perempuan itu tidak bersalah meski sifatnya sedikit keras kepala. Tapi apa yang didapatinya setelah sampai di tujuan? Perempuan itu seperti telah menolaknya mentah-mentah.“I-Iya, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berada di sini, aku hanya ….”“Terima kasih banyak, Dok. Dokter telah menyelamatkan hidupku untuk yang kedua kalinya.” Rose menyela ucapan dokter, Fr

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   95. Potongan Memori Yang Hilang

    “A-Ampun! Tolong ampuni saya!” Alex mencoba untuk bangkit, tapi ia kesulitan. Kerumunan itu tiba-tiba terbentuk dengan sendirinya. Rose dan Alex sudah berada di dalam lingkaran. Rose mengambil alih kembali, ia melayangkan bogem mentahnya pada Alex.“Hei ….! Berhenti! Apa yang sedang kalian lakukan, hah?! Bukankah kalian itu seharusnya saling menyemangati demi kepulanganmu Nona.” Salah satu petugas itu pun menyusup masuk ke dalam lingkaran. Ia melihat ada dua orang tengah adu kekuatan di antara tahanan yang lain.“Huuu ….” suara sorak sorai disertai tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Mereka berkumpul di satu titik yang dianggap sangat menarik. Bagi mereka, sudah lama tidak ada tontonan yang membuat mereka terlihat sangat bergairah seperti saat ini. Apalagi posisi Rose yang berada di atas tubuh, Alex. Para tahanan itu semakin memberinya semangat untuk meneruskan aksi heroiknya.“Apa-apaan kau ini, Nona?! Ikutlah denganku!” tarik salah satu petugas yang sudah menggenggam erat le

  • Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan   94. Jangan Menyebut Namanya!

    “Suster, tenanglah ….!” dokter Frans berusaha mencegah agar suster Karina menghentikan aksinya. “Tiba-tiba mataku sakit saat melihat suster mondar mandir seperti layangan putus,” ujar dokter Frans dengan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Sepertinya ucapan dokter Frans sangat manjur, suster Karina langsung menghentikan aksinya. Ia memandang dokter Frans dengan tatapan yang — entah. “Apa ….?” ia memiringkan wajahnya sedikit. Suster Karina merasa aneh dengan apa yang diucapkan oleh dokter, Frans. Apa benar dokter Frans saat ini sedang sakit mata? Bisa-bisa rencana kepergian mereka gagal hanya karena sakit mata. “Eh, apa-apaan ini, Sus? Apa yang kamu lakukan, hah ….?” tanya dokter Frans yang menyadari jika suster Karina mendekat padanya hanya berjarak sepuluh sentimeter. “Dokter sakit ….? Apa perlu saya ambilkan obat? Kalau sedang sakit mata, jangan dibiarkan begitu saja! Bisa semakin bahaya nantinya, Dok.” Ujar gadis perawat itu memberikan sebuah penjelasan. “Ish, apa sih, S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status