Share

Bertemu Gabriel

Pagi harinya ketika Aneta pergi ke kantor yang kemarin sempat menolaknya, dan ia sendiri juga bingung, kenapa ia dipanggil lagi ke perusahaan, apakah ia membuat kesalahan?, bekerja saja belum, bagaimana bisa membuat masalah, ia saja baru akan di interview sudah ditolak lebih dulu.

Aneta langsung menuju lantai bagian HRD, seperti biasa penampilannya yang ia pikir sudah cukup rapi, menjadi perhatian para karyawan di perusahaan tersebut, pasalnya di sana adalah perusahaan elit yang isinya para karyawan yang mementingkan penampilan mereka.

Setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali, Aneta masuk ke ruangan itu.

Disana sudah ada dua orang kemarin yang langsung menolak dirinya tanpa mau mendengarkan penjelasan Aneta, ada rasa marah ketika ia mengetahui kalau perusahaan itu lebih mementingkan penampilan daripada kinerjanya, namun ia bisa apa.

Aneta menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tanda menyapa pada dua orang di depannya, walaupun ia tidak suka pada mereka, tapi ia harus tetap bersikap sopan.

Salah satu perempuan yang duduk dibalik meja kerjanya itu menyuruh Aneta untuk duduk terlebih dahulu di bangku yang sudah disediakan untuk interview sebelumnya, lalu ia terlihat mengangkat gagang telepon di meja kerjanya itu dan setelah berbicara tidak lebih dari satu menit, perempuan itu meletakkan kembali gagang telepon itu.

"Ibu Aneta Priscila ... anda di terima bekerja di perusahaan ini, selamat bergabung ya, Bu..." jelas perempuan yang mempunyai tag name Arista itu.

Aneta yang terkejut tidak segera menyambut uluran tangan Arista, ia hanya terperangah ketika tiba-tiba saja tangannya di raih Arista untuk bersalaman.

"Bukankah saya belum di interview, lalu bagaimana saya bisa lolos?" tanya Aneta setelah terlepas dari keterkejutannya.

"Anda disini mempunyai nilai yang bagus dan pengalaman kerja anda juga mempunyai jabatan yang cukup meyakinkan untuk diterima kerja disini.'' jelas Arista lagi sambil beberapa kali menunjukkan CV milik Aneta yang berada di hadapannya.

Aneta sangat bersyukur akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan, untuk masa depan dirinya dan Gabriel.

***

Sedangkan di sebuah restoran, Reksa menghela nafas lega, karena meeting sudah selesai, dan sudah mencapai kesepakatan yang menguntungkan menurutnya.

Ia melihat sekeliling restoran, karena ia terburu-buru tadi, sampai tidak memperhatikan restoran apa yang ia datangi untuk bertemu dengan rekan kerjanya tadi.

Karena tadi Reksa sangat bersemangat ketika mendapat kabar dari HRD kalau Aneta, teman sekolahnya dulu sudah datang dan sekarang pastinya sudah bekerja di perusahaannya, sampai ia melupakan janji temu dengan rekan kerjanya pagi ini.

Dan ketika ia mendapati menu restoran tersebut, Reksa langsung memesan brownies choco lava kesukaan Aneta sewaktu di sekolah menengah atas dulu.

Reksa memesan dua, satu untuk Aneta dan satu untuk dirinya.

Sejak menjadi sahabatnya Aneta, Reksa juga sangat menyukai brownies choco lava.

Setelah mendapatkan apa yang ia pesan, Reksa keluar dari tempat itu, sekilas ia mendengar seorang yang dengan suara keras seperti sedang marah, lalu ua menoleh sekelilingnya dan mendapati seorang anak kecil yang sedang dimarahi oleh satpam.

"Dek, apa kedua orang tuamu tidak mengajari sopan santun?'' bentak satpam pada anak kecil yang masih berseragam putih merah di hadapannya itu.

Anak kecil itu menunduk, seakan menyesali kesalahannya, dan hal itu cukup menyita perhatian Reksa yang semula ingin membuka pintu mobil yang berada di depan restoran tersebut.

Reksa mendekat pada satpam dan anak kecil itu.

"Ada apa ini pak?'' tanya Reksa menatap anak kecil di depannya yang sedang menunduk.

"Anak kecil ini berusaha mencuri di sini, Pak.'' ucap satpam menggebu.

"Tidak Om, aku hanya melihat saja lewat kaca disana, Om, aku tidak mencuri,'' Anak kecil itu bersikukuh.

Lantas Reksa berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan anak kecil itu, melihat mata anak kecil itu membuat hatinya bergetar, entah apa yang terjadi pada hatinya.

"Nama kamu siapa, boy?'' tanya Reksa lembut.

"Gabriel, Om…."

"Lalu dimana orang tua kamu, Briel, bukankah seharusnya kamu masih belajar di kelas di jam seperti ini?'' tanya Reksa sambil mengamati sekitar, mana tahu ada orang tua anak kecil tersebut, pikirnya.

Gabriel menunduk, ia malu dan tidak berani bercerita lebih dalam lagi dengan orang asing, itulah yang selalu diajarkan oleh sang Ibu, karena bisa saja orang asing berniat jahat kepada orang mereka.

"Kata Ibu, aku tidak boleh berbicara dengan Om asing...."

"Baiklah, Briel, mari kita duduk disana,'' Reksa menarik tangan Gabriel supaya mengikutinya, duduk di kursi yang ada di depan restoran itu.

"Oke ... sekarang kita kenalan, nama saya Reksa. Nama kamu Gabriel kan,'' ucap Reksa sambil menarik telapak tangan Gabriel, supaya seolah-olah mereka sedang berjabat tangan.

"Sekarang kita sudah saling kenal dan Om bukan orang asing lagi.''

Namun Gabriel masih tetap diam, ragu untuk berbicara.

"Percayalah, saya bukan orang jahat.''

Setelah beberapa menit diam, Gabriel akhirnya mau bercerita.

"Sebenarnya aku bolos sekolah, Om.'' Mendengar Gabriel memulai berbicara membuat Reksa menghela nafas lega, entah mungkin karena ia dulunya seorang dokter anak atau karena memang peduli, tapi sepertinya Gabriel mempunyai daya tarik tersendiri untuk ia bisa sedekat ini dan seperti sangat menyayangi anak itu.

Reksa diam, menunggu kelanjutan cerita Gabriel, tapi anak itu tak kunjung melanjutkan ceritanya.

"Lalu ... apa benar kamu mau mencuri?" tanya Reksa akhirnya.

"Tidak Om ... sama sekali tidak,'' bantah Gabriel langsung sambil melambaikan kedua tangannya.

Gabriel merogoh uang receh yang ia bungkus plastik putih, dari dalam saku celananya.

"Hari ini ibuku ulang tahun, Om ... aku ingin membeli kue kesukaan Ibu sebagai hadiah di hari ulang tahunnya, tapi waktu aku melihat harga kue di balik kaca itu, ku rasa uangku tidak cukup untuk membelinya, tadinya aku mau menawar pada pak Satpam tadi, tapi beliau malah mengataiku ingin mencuri."

Reksa mengelus rambut Gabriel, ia sangat melihat betapa anak itu sangat menyayangi Ibunya, dan betapa beruntung Ibunya memiliki anak seperti Gabriel.

"Lalu dimana Ayahmu?"

"Ayah? ... aku tidak tahu, setiap kali aku bertanya pada ibu, ibu selalu bilang ayahku sedang bekerja untukku, tapi sampai sekarang pun ayahku tidak pernah pulang untukku, bahkan asal Om tahu saja ya, ibuku sampai bekerja sendiri supaya aku bisa makan ayam goreng setiap hari minggu."

Mendengar cerita Gabriel, membuat hatinya ngilu, di saat dirinya yang setiap hari bisa makan daging sepuasnya, di tempat lain ada anak kecil yang harus menunggu hari minggu untuk dapat memakan makanan kesukaannya.

Dan ya, setiap hari sehabis pulang sekolah, Gabriel selalu pergi ke pasar untuk menawarkan tenaganya membawakan barang belanjaan orang yang selesai berbelanja menuju tempat parkir, bahkan jika ada beras yang tercecer di jalan dekat toko beras, Gabriel selalu mengumpulkannya dan mengambilnya lalu menaruhnya ke dalam kantong plastik yang ia bawa dari rumah untuk ia jual lagi,makanya ia bisa mengumpulkan uang yang tadi akan ia gunakan untuk membeli kue kesukaan ibunya walaupun belum cukup, dan jangan tanyakan apakah ibunya tahu atau tidak tentang kebiasaan anaknya itu di pasar, jawabannya sama sekali tidak tahu, karena Gabriel selalu beralasan belajar kelompok jika ditanya oleh ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status