Pagi harinya ketika Aneta pergi ke kantor yang kemarin sempat menolaknya, dan ia sendiri juga bingung, kenapa ia dipanggil lagi ke perusahaan, apakah ia membuat kesalahan?, bekerja saja belum, bagaimana bisa membuat masalah, ia saja baru akan di interview sudah ditolak lebih dulu.
Aneta langsung menuju lantai bagian HRD, seperti biasa penampilannya yang ia pikir sudah cukup rapi, menjadi perhatian para karyawan di perusahaan tersebut, pasalnya di sana adalah perusahaan elit yang isinya para karyawan yang mementingkan penampilan mereka.
Setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali, Aneta masuk ke ruangan itu.
Disana sudah ada dua orang kemarin yang langsung menolak dirinya tanpa mau mendengarkan penjelasan Aneta, ada rasa marah ketika ia mengetahui kalau perusahaan itu lebih mementingkan penampilan daripada kinerjanya, namun ia bisa apa.
Aneta menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tanda menyapa pada dua orang di depannya, walaupun ia tidak suka pada mereka, tapi ia harus tetap bersikap sopan.
Salah satu perempuan yang duduk dibalik meja kerjanya itu menyuruh Aneta untuk duduk terlebih dahulu di bangku yang sudah disediakan untuk interview sebelumnya, lalu ia terlihat mengangkat gagang telepon di meja kerjanya itu dan setelah berbicara tidak lebih dari satu menit, perempuan itu meletakkan kembali gagang telepon itu.
"Ibu Aneta Priscila ... anda di terima bekerja di perusahaan ini, selamat bergabung ya, Bu..." jelas perempuan yang mempunyai tag name Arista itu.
Aneta yang terkejut tidak segera menyambut uluran tangan Arista, ia hanya terperangah ketika tiba-tiba saja tangannya di raih Arista untuk bersalaman.
"Bukankah saya belum di interview, lalu bagaimana saya bisa lolos?" tanya Aneta setelah terlepas dari keterkejutannya.
"Anda disini mempunyai nilai yang bagus dan pengalaman kerja anda juga mempunyai jabatan yang cukup meyakinkan untuk diterima kerja disini.'' jelas Arista lagi sambil beberapa kali menunjukkan CV milik Aneta yang berada di hadapannya.
Aneta sangat bersyukur akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan, untuk masa depan dirinya dan Gabriel.
***
Sedangkan di sebuah restoran, Reksa menghela nafas lega, karena meeting sudah selesai, dan sudah mencapai kesepakatan yang menguntungkan menurutnya.
Ia melihat sekeliling restoran, karena ia terburu-buru tadi, sampai tidak memperhatikan restoran apa yang ia datangi untuk bertemu dengan rekan kerjanya tadi.
Karena tadi Reksa sangat bersemangat ketika mendapat kabar dari HRD kalau Aneta, teman sekolahnya dulu sudah datang dan sekarang pastinya sudah bekerja di perusahaannya, sampai ia melupakan janji temu dengan rekan kerjanya pagi ini.
Dan ketika ia mendapati menu restoran tersebut, Reksa langsung memesan brownies choco lava kesukaan Aneta sewaktu di sekolah menengah atas dulu.
Reksa memesan dua, satu untuk Aneta dan satu untuk dirinya.
Sejak menjadi sahabatnya Aneta, Reksa juga sangat menyukai brownies choco lava.
Setelah mendapatkan apa yang ia pesan, Reksa keluar dari tempat itu, sekilas ia mendengar seorang yang dengan suara keras seperti sedang marah, lalu ua menoleh sekelilingnya dan mendapati seorang anak kecil yang sedang dimarahi oleh satpam.
"Dek, apa kedua orang tuamu tidak mengajari sopan santun?'' bentak satpam pada anak kecil yang masih berseragam putih merah di hadapannya itu.
Anak kecil itu menunduk, seakan menyesali kesalahannya, dan hal itu cukup menyita perhatian Reksa yang semula ingin membuka pintu mobil yang berada di depan restoran tersebut.
Reksa mendekat pada satpam dan anak kecil itu.
"Ada apa ini pak?'' tanya Reksa menatap anak kecil di depannya yang sedang menunduk.
"Anak kecil ini berusaha mencuri di sini, Pak.'' ucap satpam menggebu.
"Tidak Om, aku hanya melihat saja lewat kaca disana, Om, aku tidak mencuri,'' Anak kecil itu bersikukuh.
Lantas Reksa berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan anak kecil itu, melihat mata anak kecil itu membuat hatinya bergetar, entah apa yang terjadi pada hatinya.
"Nama kamu siapa, boy?'' tanya Reksa lembut.
"Gabriel, Om…."
"Lalu dimana orang tua kamu, Briel, bukankah seharusnya kamu masih belajar di kelas di jam seperti ini?'' tanya Reksa sambil mengamati sekitar, mana tahu ada orang tua anak kecil tersebut, pikirnya.
Gabriel menunduk, ia malu dan tidak berani bercerita lebih dalam lagi dengan orang asing, itulah yang selalu diajarkan oleh sang Ibu, karena bisa saja orang asing berniat jahat kepada orang mereka.
"Kata Ibu, aku tidak boleh berbicara dengan Om asing...."
"Baiklah, Briel, mari kita duduk disana,'' Reksa menarik tangan Gabriel supaya mengikutinya, duduk di kursi yang ada di depan restoran itu.
"Oke ... sekarang kita kenalan, nama saya Reksa. Nama kamu Gabriel kan,'' ucap Reksa sambil menarik telapak tangan Gabriel, supaya seolah-olah mereka sedang berjabat tangan.
"Sekarang kita sudah saling kenal dan Om bukan orang asing lagi.''
Namun Gabriel masih tetap diam, ragu untuk berbicara.
"Percayalah, saya bukan orang jahat.''
Setelah beberapa menit diam, Gabriel akhirnya mau bercerita.
"Sebenarnya aku bolos sekolah, Om.'' Mendengar Gabriel memulai berbicara membuat Reksa menghela nafas lega, entah mungkin karena ia dulunya seorang dokter anak atau karena memang peduli, tapi sepertinya Gabriel mempunyai daya tarik tersendiri untuk ia bisa sedekat ini dan seperti sangat menyayangi anak itu.
Reksa diam, menunggu kelanjutan cerita Gabriel, tapi anak itu tak kunjung melanjutkan ceritanya.
"Lalu ... apa benar kamu mau mencuri?" tanya Reksa akhirnya.
"Tidak Om ... sama sekali tidak,'' bantah Gabriel langsung sambil melambaikan kedua tangannya.
Gabriel merogoh uang receh yang ia bungkus plastik putih, dari dalam saku celananya.
"Hari ini ibuku ulang tahun, Om ... aku ingin membeli kue kesukaan Ibu sebagai hadiah di hari ulang tahunnya, tapi waktu aku melihat harga kue di balik kaca itu, ku rasa uangku tidak cukup untuk membelinya, tadinya aku mau menawar pada pak Satpam tadi, tapi beliau malah mengataiku ingin mencuri."
Reksa mengelus rambut Gabriel, ia sangat melihat betapa anak itu sangat menyayangi Ibunya, dan betapa beruntung Ibunya memiliki anak seperti Gabriel.
"Lalu dimana Ayahmu?"
"Ayah? ... aku tidak tahu, setiap kali aku bertanya pada ibu, ibu selalu bilang ayahku sedang bekerja untukku, tapi sampai sekarang pun ayahku tidak pernah pulang untukku, bahkan asal Om tahu saja ya, ibuku sampai bekerja sendiri supaya aku bisa makan ayam goreng setiap hari minggu."
Mendengar cerita Gabriel, membuat hatinya ngilu, di saat dirinya yang setiap hari bisa makan daging sepuasnya, di tempat lain ada anak kecil yang harus menunggu hari minggu untuk dapat memakan makanan kesukaannya.
Dan ya, setiap hari sehabis pulang sekolah, Gabriel selalu pergi ke pasar untuk menawarkan tenaganya membawakan barang belanjaan orang yang selesai berbelanja menuju tempat parkir, bahkan jika ada beras yang tercecer di jalan dekat toko beras, Gabriel selalu mengumpulkannya dan mengambilnya lalu menaruhnya ke dalam kantong plastik yang ia bawa dari rumah untuk ia jual lagi,makanya ia bisa mengumpulkan uang yang tadi akan ia gunakan untuk membeli kue kesukaan ibunya walaupun belum cukup, dan jangan tanyakan apakah ibunya tahu atau tidak tentang kebiasaan anaknya itu di pasar, jawabannya sama sekali tidak tahu, karena Gabriel selalu beralasan belajar kelompok jika ditanya oleh ibunya.
"Oke boy ... ayo ikut Om ke dalam, lalu pilihlah kue kesukaan ibumu, dan simpanlah uang itu untuk jajanmu, ya,'' ucap Reksa mengusap pucuk kepala Gabriel, ada rasa yang tak biasa dalam hati Reksa ketika ia melakukan hal itu pada Gabriel.Gabriel pun berbinar, ia sangat bahagia, namun sedetik kemudian senyum itu menyurut, ia kembali menunduk."Apa ada yang salah?" tanya Reksa ketika mendapati raut muka Gabriel berubah."Aku tidak bisa menerimanya secara gratisan, kata ibu, itu tidak baik.""Ah, bagaimana kalau bayarnya pakai uang ini saja, lalu Om membayar kurangannya ... Om tidak keberatan kan?'' usul Gabriel penuh harap.Reksa tersenyum lebar lalu meraih tubuh kecil Gabriel dan dibawa ke dalam gendongannya, mereka berdua pun masuk ke dalam dan mulai memilih kue yang di maksud oleh Gabriel.Sejenak ia tertegun mendapati Gabriel memilih kue yang sama dengan yang ia beli tadi untuk dirinya dan Aneta.Setelah memastikan kalau kue itu benar kue kesukaan Ibu Gabriel, Reksa lalu membayar ke
Setelah menutup pintu dan mengusir Jasson dari ruangannya, Reksa kembali menghampiri Aneta dan kembali melanjutkan percakapan yang sempat tertunda, dan disitulah Reksa memikirkan bisikan Jasson tadi dan ia baru memperhatikan penampilan Aneta yang menurutnya jauh dari kata layak bagi seorang Aneta yang ia kenal berasal dari keluarga yang memang tidak sekaya orang tuanya, tapi orang tua Aneta juga orang terpandang dan disegani di masyarakat tempat Aneta tinggal, karena memang sang ayah yang berprofesi sebagai dosen tempat ia kuliah dulu dan kakak kandung Aneta adalah calon TNI AL pada saat itu. "Mmm Net, boleh aku bertanya sesuatu?" "Tanya saja Sa, begitu saja minta ijin.'' Aneta menggelengkan kepala sambil asyik menikmati brownies yang tadi di belikan oleh Reksa. "Kamu selama ini kemana saja, tujuh tahun lalu, aku mendatangi rumahmu seperti biasa aku bermain waktu itu, tapi om Cahyadi bilang, kamu sudah tidak tinggal di sana lagi, apa kalian waktu itu ada masalah?" Aneta seketika me
Hari ini adalah hari minggu, Aneta libur kantor dan Gabriel libur sekolah, sebenarnya hari ini di sekolah Gabriel ada ekstrakulikuler, namun Gabriel sengaja izin untuk tidak ikut karena ia ingin menemani Ibunya di hari libur ini.Di hari pertama usia Ibunya genap dua puluh delapan tahun, ia mulai mempunyai pikiran untuk mencarikan Ibunya pendamping serta calon ayah yang baik untuk masa depan mereka nanti.Memang pemikiran Gabriel sangat berbeda dengan anak seusianya, dan itulah perbedaan anak yang bisa dikatakan broken home itu dengan anak lainnya, ia begitu memikirkan Ibunya karena sedari kecil memang ia hanya kenal Aneta sebagai Ibu sekaligus Ayah bagi dirinya, dan ia sangat menyayangi Aneta.Pagi ini seperti biasa Ibunya memasak di dapur dengan bahan seadanya, tapi untung lah Gabriel bukan tipe anak yang memilih dalam hal makan, ia selalu memakan apa saja yang dimasakkan Aneta untuk dirinya, walau kadang hanya satu butir telur yang dicampur dengan setengah plastik terigu lalu digor
Aneta masih tidak habis pikir, anak sekecil itu mau menjodohkan dirinya dengan pria asing yang sering Gabriel panggil dengan sebutan om baik.Entah apa reaksi Reksa jika dia tahu kalau dirinya akan dijodohkan dengan wanita yang sebenarnya sudah ia kenal dari dulu itu.Seperti sekarang di taman tempat tujuan mereka jalan-jalan, tak hentinya Gabriel selalu mempromosikan tentang Reksa dengan segala hal baik yang ia ceritakan pada ibunya saat ini.''Sudah berapa kali kamu menceritakan tentang hal itu pada mama, Briel?'' ucap Aneta santai sambil menopang dagunya menggunakan tangan kanannya sambil membuang muka ke arah lain.Gabriel berdecak, ia pikir akan sangat menyenangkan jika mempunyai ayah dan ibu lengkap, tapi melihat raut wajah ibunya, ia menjadi putus asa untuk mewujudkan mimpinya itu.Gabriel terdiam, ia tidak lagi membicarakan om baik hati, dan Aneta paham akan suasana hati anaknya.Aneta duduk mendekat Gabriel, merangkul pundak anak itu, dan mengusapnya pelan.''Apa yang sedang
Aneta yang saat ini sedang sibuk pun bingung menghadapi situasi saat ini, apalagi dirinya adalah pegawai baru dan tidak enak jika ijin terus pada atasannya.Aneta mulai gelisah, ia juga tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan yang ada di depannya.''Apa ada masalah,'' tanya Rianti yang sejak tadi melihat rekan kerjanya itu hilang fokus.''Anakku hilang, aku bingung mau ijin tapi tidak berani.''''Apa? Kamu sudah menikah, Net?''''Aku sedang tidak ingin membicarakan statusku, aku hanya ingin segera keluar dari sini.''''Aneta … kamu dipanggil pak Jasson.'' Suara manajer di divisi Aneta tiba-tiba datang dan itu sangat mengagetkan semua orang, apalagi mendengar Aneta di panggil wakil CEO, semua orang bertanya-tanya, hal apa yang membuat Aneta di panggil orang paling kece di perusahaan itu, apalagi Aneta karyawan baru.Tanpa menjawab perintah dari managernya, Aneta pun langsung pamit pada manajernya untuk menghadap pak Jasson.Aneta yang selama perjalanan menuju ruangan Jasson pun tida
''Astaga ….'' Calista nampak kebingungan, ia merasa kalau ia menyetir pelan sekali karena memang jalanan ini sedang ramai pada jam-jam seperti ini, namun seorang anak kecil tiba-tiba berlari dan hampir saja ditabrak olehnya.''Kau tidak apa-apa, Boy?'' Calista turun dari mobil lalu berjongkok dan segera membangunkan pria kecil yang sedang terduduk karena merasa sangat kaget.Takut disalahkan oleh penduduk warga setempat, Calista langsung menggendong dan membawa Gabriel menuju mobilnya, lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu.''Kenapa Aunty membawaku, aku tidak kenal denganmu. Kata mamaku, aku tidak boleh dekat atau pergi dengan orang asing,'' kata Gabriel polos.''Lalu dimana mamamu, kenapa dia tidak menjagamu dan malah membiarkan dirimu menyeberang jalan sendirian, tidak bertanggung jawab sama sekali,'' balas Calista sambil menyetir.''Jangan salahkan mamaku, Aunty. Mamaku adalah mama terbaik yang pernah ada.''Perdebatan kecil pun terjadi selama perjalanan mereka menuju entah kema
Sampailah Calista di sebuah gedung megah yang tadi pagi didatanginya penuh semangat.Ia langsung pergi menuju ruangan CEO.''Kenapa Aunty membawaku kesini? Ini kantor Aunty kah?''''Sudah, jangan banyak bertanya. Nanti Aunty akan menjemputmu kembali.''Semua mata tertuju pada Calista, para karyawan saling berbisik dan menyangka anak kecil itu adalah anak CEO mereka dengan pacarnya itu.Ketika sudah sampai di ruangan tujuan Calista, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Tanpa melihat raut wajah Reksa yang sudah hampir meledak karena amarah, Calista langsung mendudukkan Gabriel di sofa.Reksa yang tanpa sadar siapa anak kecil yang dibawa Calista itu, langsung berdiri dan hendak memaki wanita yang masuk keruangannya tanpa sopan santun mengetuk pintu terlebih dahulu.''Uncle?''Sapaan pelan dari bocah kecil yang baru disadari keberadaannya itu, membuat Reksa mengurungkan niatnya untuk mengumpat pada Calista.Reksa pun merasa heran, kenapa Gabriel bisa ada di kantornya.'
*flashback onWaktu itu sepulang sekolah, pria kecil berseragam putih merah dan memakai kacamata tebal serta mempunyai bentuk tubuh yang agak tambun, bertemu dua orang teman sekelasnya di pinggir jalan pulang.''Pasti tidak dijemput lagi,'' ujar salah satunya sambil tertawa mengejek.''Tidak, mamaku dalam perjalanan kesini untuk menjemputku,'' jawab Reksa ketus, ya pria kecil itu adalah Reksa.Dua orang teman itu hanya menjawab dengan tawa yang lepas seakan menjabarkan kalau itu tidak mungkin terjadi.Seorang gadis kecil yang melihat kejadian itu pun lalu menghampiri tiga orang yang sama dalam keadaan yang sama selama lebih dari satu minggu belakangan ini.''Apa yang kalian lakukan disini, pergilah … atau aku berteriak,'' ucap gadis itu ketika sampai di hadapan Reksa.Dua teman Reksa yang mengejeknya itu lalu pergi dengan masih tertawa mengejek Reksa, apalagi mengetahui Reksa dibela oleh seorang gadis, akan jadi bertambah bahan olok-olokan untuknya besok.''Siapa yang menyuruhmu kesin