Share

Ayah Si Preman Sekolah
Ayah Si Preman Sekolah
Author: Martha

Bab 1

Author: Martha
Namaku Chastin Liana, aku adalah murid teladan yang penurut dan pintar di mata guru dan orang tua.

Di mata teman-teman, aku adalah primadona sekolah yang dingin dan sulit didekati, yang sudah menolak pernyataan cinta dari banyak pria.

Namun, mereka tidak tahu ... sebenarnya aku ini wanita murahan yang benar-benar tidak ada harganya.

Aku sudah berkali-kali membayangkan diriku diperkosa.

Namun, aku tak tertarik dengan pria seumuran.

Aku hanya suka pria dewasa dengan aroma rokok.

Hormon mereka membuatku tergila-gila.

Sayangnya, aku hanya seorang murid. Jadi tidak berani sembarangan mendekati om-om dan menanyakan apakah mereka mau memperkosaku.

Di hari-hari yang sepi dan hampa, aku hanya bisa mengandalkan jari-jari lentikku.

Hari ini ada pertemuan orang tua murid di sekolah, banyak om-om yang datang.

Ada om pekerja kasar yang kelihatan garang, ada juga yang kalem dan berwibawa. Tapi, yang paling membuatku terpikat adalah ayahnya si preman sekolah yang duduk sebangku denganku.

Dia memakai setelah jas rapi, tubuhnya tegap, wajahnya tegas dan tampan, kelihatan penuh percaya diri dan liar. Jakunnya menonjol, pinggulnya juga berisi. Auranya benar-benar kuat dan menggoda.

Sekilas saja sudah kelihatan seperti tipe yang bisa memuaskanku habis-habisan.

Begitu pertemuan dimulai dan guru mulai bicara di depan, aku malah diam-diam mengintip om dari balik pintu, seperti orang yang jatuh cinta diam-diam.

Kemeja putih yang dia pakai membentuk badannya yang kekar, lengannya digulung santai sampai kelihatan otot-otot lengannya yang kuat.

Pandanganku turun dan melihat bagian bawah perutnya yang tampak menojol, seolah celananya hampir tak mampu menahannya.

Punya om pasti sangat besar.

Kalau saja aku seorang pelacur, aku bisa langsung membuka sleting celananya dan kemudian menghisapnya ...

Pasti enak sekali, ya?

Sambil membayangkannya, tiba-tiba terjadi sesuatu yang agak sulit dijelaskan di bagian bawahku. Aku merasakan aliran hangat yang menyebar ...

Saat kupegang, astaga, ternyata aku sudah basah.

Aku tidak tahan dan reflek menyentuhnya, hanya sekali sentuhan, rasanya hampir tidak kuat lagi.

Aku langsung panik, buru-buru kabur sebelum ada yang melihat.

Wajah dan tubuh om terus terbayang di kepalaku.

Aku sangat ingin diperkosa oleh om.

Aku bilang pada diriku sendiri kalau hari ini ada banyak orang, jadi harus jaga sikap. Tapi tubuhku seolah berkata, 'jangan pura-pura, kamu butuh orang untuk menenangkanmu sekarang juga.'

Karena benar-benar tak bisa menahan diri, aku diam-diam masuk ke ruang kelas.

Aku memejamkan mata, duduk di bangku dengan kaki terbuka, membayangkan diriku sebagai wali kelas, lalu menarik om masuk ke ruang kantor.

"Ayahnya Ben, kamu pasti nggak mau Ben dibuli di sekolah, 'kan?"

Sambil bicara, aku pun berjongkok, lalu ...

Semakin dipikirkan, aku semakin terbawa suasana. Tubuhku terasa panas, jantung berdetak kencang, napasku pun makin terengah-engah dan gerakan tanganku juga makin cepat ...

Tepat saat aku hampir mencapai puncaknya, tiba-tiba terdengar suara dari luar.

Aku langsung membuka mata lebar-lebar karena kaget dan panik.

Namun, belum sempat aku merapikan jejak menggoda itu, seseorang sudah mendorong pintu dan masuk.

Dengan panik, aku buru-buru menarik turun rokku, lalu mendongak dengan wajah penuh rasa bersalah.

Ternyata yang berdiri di depanku itu ... ayahnya Ben, si preman sekolah.

Kenapa dia bisa ada di sini? Apa dia melihat semuanya?

Dia melirik ke arah namaku, lalu berkata dengan nada tegas,

"Chastin, ruang kelas itu tempat untuk menuntut ilmu. Bukannya belajar, kamu malah melakukan hal-hal yang nggak pantas?"

"om ... om, aku ... "

Sebenarnya om tidak tahu, sejak pertama kali dia mengantar anaknya ke sekolah, aku sudah menyukainya diam-diam.

Sejak saat itu, aku selalu menunggunya di depan gerbang sekolah setiap hari, hanya untuk melihatnya.

Aku berkali-kali membayangkan bagaimana pertemuan kami nanti, tapi tak pernah menyangka akan seburuk ini.

Aku menunduk, malu dan hampir menangis.

Ketahuan melakukan hal seperti ini, aku benar-benar tidak tahu harus menjelaskan apa.

om pasti akan menganggap aku perempuan nakal yang tak tahu malu.

Pada saat yang sama, om melambaikan ponselnya, lalu mendekat dan berbisik di telingaku,

"Chastin, om sudah merekam semua yang kamu lakukan tadi. Tadi gurumu sempat memuji kamu itu murid teladan, lho. Bagaimana kalau videonya kukasih lihat ke gurumu ... "
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 9

    Sebelumnya, ibunya Ben sempat ke luar negeri untuk dinas kerja, tapi belakangan ini sudah pulang.Begitu ketemu aku, calon menantunya ini, dia sangat menyukaiku. Ternyata kami punya banyak kesamaan, hobinya cocok. Dia juga orang yang sangat berpikiran terbuka dan bergaya modis. Bahkan mengerti semua candaan yang lagi viral di internet. Obrolan kami sangat nyambung dan menjadi sangat akrab.Sementara itu, si pria brengsek kelihatan sangat waspada, takut aku bicara yang aneh-aneh. Melihat dia begitu tegang, aku jadi ingin mengerjainya."Tante, om begitu tampan, nggak ada yang naksir, ya?"Tante ketawa dan menjawab, "Seharusnya ada, tapi belum sampai terang-terangan di depanku.""Aku pernah dengar, katanya ada anak gadis dari kampus kami yang dibohongi om. Om mengaku belum menikah, terus gadis itu jadi simpanannya selama setahun. Katanya juga gadis itu dipakai sebagai alat untuk meluluhkan investor."Wajah si brengsek itu langsung pucat, aku juga melihat raut wajah tante mulai muram. Tapi

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 8

    "Kenapa, ayah?"Pertanyaanku langsung membuatnya terdiam."Oh iya, aku hampir lupa," ucapku sambil mengangkat tangan dan menampar pipinya dua kali sekuat tenaga."Aku ini orangnya nggak suka berhutang budi, tapi orang lain juga nggak boleh berhutang padaku. Kalau nggak, aku bakal balikin berkali lipat padanya."Usai bicara, aku meninggalkan dia yang masih tertegun di tempat.Tahun baru sudah semakin dekat. Aku bilang pada Ben kalau aku mau menginap di rumahnya, "Sayang, aku mau lebih dekat dengan keluargamu, biar bisa lebih cepat menyatu dengan mereka dan menyiapkan kehidupan kita setelah menikah. Bagaimana kalau tahun baru kali ini aku rayain di rumahmu saja?""Wah, boleh banget! Aku malah sangat senang!"Waktu aku datang bawa koper, ayahnya belum pulang. Malamnya saat dia baru sampai di rumah, aku sudah duduk di atas sofa sambil bermesraan dengan Ben.Buat cari sensasi, aku langsung dorong Ben ke sofa dan duduk di atasnya.Kebetulan ayahnya pulang dan melihat kami dalam keadaan telan

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 7

    Ben benar-benar menyukaiku. Begitu tahu aku daftar kuliah, dia juga langsung daftar di kota yang sama denganku.Setelah tak ada anak buah di sekitarnya, sorot matanya tak lagi searogan dulu, malah terlihat lebih lugu.Tingkahnya masih sangat santai, "Teman sebangkumu ini sudah mengejarmu begitu lama, kasih kesempatan dong.""Boleh."Dia kira salah dengar, jadi memastikan lagi, "Apa kamu bilang? Coba ulangi lagi.""Aku bilang boleh, aku kasih kamu kesempatan."Dia malah langsung malu, telinganya merah, senyuman juga langsung terukir di wajahnya, "Benaran, sayang?"Kata ibunya Tyra, semakin cantik seorang perempuan, semakin jago dia bohong. Tapi sepertinya, pria cakep juga sama saja lihainya.Sama saja seperti ayahnya.Gara-gara pria brengsek itu, sekarang aku sudah bukan lagi perempuan yang gampang malu-malu. Tapi, Ben masih polos sekali, jadi aku juga harus berpura-pura. Aku pura-pura malu-malu, "Kamu apain? Ada banyak orang di sini."Dia seperti anjing besar yang berbulu, menjawabku,

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 6

    Dia pergi dan kami pun putus.Namun aku masih memikirkannya, aku memang payah. Sekitar seminggu kemudian, aku buang rasa malu dan mencarinya lagi, minta balikan.Dalam hati rasanya sakit sekali, aku merasa benar-benar sudah jadi orang paling rendah.Namun, dibanding kehilangan dia, aku rela menanggung semuanya.Namun, baru hari kedua setelah kami balikan, dia tiba-tiba mengabaikanku. Pesanku tak dibalas, panggilanku juga langsung ditolak.Awalnya aku pikir dia sedang sibuk, tapi makin dipikir, makin terasa ada yang aneh. Jadi, aku nekat menunggu di depan kantornya.Akhirnya, dia bicara jujur, "Kita putus saja, kita juga nggak perlu ketemu lagi.""Kenapa? Bukannya aku sudah ikuti semua permintaanmu?""Bukan soal itu, sepertinya istriku mulai curiga, jadi demi keamanan, mendingan kita pisah saja."Seketika, aku seperti disambar petir.Dia punya istri?Padahal dulu aku pernah tanya Ben soal ibunya. Katanya orang tuanya cerai, ibunya menikah lagi dengan bule dan pindah ke luar negeri."Kam

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 5

    Dibawah tatapan usilnya, dengan gugup aku menyatakan perasaanku padanya.Aku mengungkapkan banyak hal ... tentang pertama kali melihatnya, saat di ruang kelas itu dan kerinduan yang kurasakan selama beberapa hari ini.Dia terkekeh pelan dan bertanya, "Suka denganku? Suka bagian mana?"Pertanyaan om membuatku malu dan menunduk, lalu menjawab pelan, "Karena om ... tampan sekali."Mendengar itu, dia tertawa terbahak-bahak, lalu menarikku duduk di pangkuannya, lalu menjawab, "Seriusan? Om nggak suka pembohong, lho!""Iya, seriusan."Senyumannya semakin lebar dan berkata, "Kalau begitu, cium om dong."Entah kenapa, setiap kata-katanya selalu berhasil membuatku tersipu malu. Dengan pipi memerah, aku mencium pipinya pelan.Akhirnya, aku jadian dengan om. Dia sangat baik padaku, setiap hari membelikan makanan enak untukku. Aku larut dalam manisnya masa pacaran.Tentu saja, om juga sangat menikmati tubuhku, seolah tak pernah cukup dan selalu menginginkan lebih.Tenaganya luar biasa, setiap kali

  • Ayah Si Preman Sekolah   Bab 4

    Keesokan harinya, bantalku basah kuyup. Dengan mata yang masih memerah, aku pergi ke sekolah.Tak kusangka, baru sampai di gerbang sekolah, aku langsung melihat om. Dia jelas-jelas melihatku, tapi bersikap seolah-olah aku ini transparan.Aku menggigit bibir, menahan air mata agar tidak jatuh.Beberapa hari berturut-turut, aku melihat om mengantar anaknya ke sekolah.Aku makin tak bisa mengendalikan diri. Aku sangat menyesal dengan sikapku waktu itu. Seharusnya aku benar-benar menunjukkan siapa diriku, berusaha menyenangkan hati om. Tapi, aku malah sok jual mahal, ragu-ragu dan takut ini itu. Sekarang malah membuat om mengira aku pura-pura, jadi makin muak padaku.Bahkan aku sempat berpikir, bukankah om pernah bilang mau balas dendam padaku? Ya sudah, balas dendam saja. Hukum aku sepuasnya. Bukankah dia bilang aku harus bertanggung jawab? Aku siap, apa saja boleh. Bahkan kalau disuruh lari telanjang di jalan pun aku rela, asal dia tidak bersikap begini padaku.Akhirnya aku sadar, sepert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status