Share

Bab 8

Author: Riya Ni
last update Huling Na-update: 2024-06-20 17:29:52

Sudah tiga hari, Haidar dan Kayra tidak bertemu. Bahkan kini Reana dan Reina diantar dan dijemput oleh supir.

Diruangannya, Kayra kini sibuk dengan banyaknya berkas.

"Kenapa ya gak ketemu dia itu, kayak ada yang kurang aja." Gumamnya.

Kayra menatap ke arah luar, anak-anak disekolah sesudah dibubarkan. Kayra tidak melihat Haidar. Bahkan saat netranya menangkap adik Haidar, anak itu justru pulang dengan berjalan kaki.

"Ravendra sendiri. Apa aku samperin ya. Eh, tapi kalo aku samperin kan aneh." Monolognya lagi.

***

Di tempat lain, Haidar orang yang Kayra pertanyakan itu tengah sibuk berjualan. Kebetulan ada acara dangdutan di nikahan kampung sebelah.

"Ravendra pulang sama siapa ya? Gak mungkin dia naik angkot. Dia gak punya uang." Monolognya.

Keringat sudah membasahi darinya, Haidar mengusapnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.

"Panas banget. Tapi aku harus tetap semangat." Monolognya.

Haidar kembali fokus berjualan. Dari pagi tadi baru ada sekitar lima belas orang yang membeli dagangannya. Tapi, Haidar tidak patah semangat, ia tetap optimis. Prinsipnya adalah, rezeki tidak akan tertukar apapun bentuknya.

***

Sore ini, Kayra baru akan pulang dari kantornya. Diperjalanan, ia melihat seorang anak tengah mengorek tempat sampah dengan karung yang ia genggam kebelakang.

"Lho, aku kok kayak kenal ya."

Setelah di perhatikan, ternyata benar itu orang yang Kayra kenal. Dia Ravendra. Kayra buru-buru turun dan menghampiri anak itu.

"Ravendra..." Panggilnya.

Anak itu terperanjat kaget. Ia menatap orang yang memanggil namanya, wajahnya semakin kentara bahwa ia benar-benar terkejut.

"Kenapa kamu disini? Abang kamu mana?" Tanya Kayra.

Anak itu hanya menunduk tanpa menjawab satupun pertanyaan Kayra.

"Ravendra. Jangan takut, aku bukan orang jahat, aku mamanya Reana dan Reina, teman Abang kamu."

Anak itu mendongak, bibirnya tampak pucat.

"Kamu sudah makan?" Tanya Kayra dan dibalas gelengan oleh anak itu.

"Astaga, ayo ikut tante."

Saat Kayra menarik tangannya, anak itu malah diam tidak bergerak.

"Kenapa diam, ayo. Nanti pulangnya tante antar."

Anak itu menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar. Kayra tahu anak itu menangisi. Ia lantas berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Ravendra.

"Kenapa nangis?"

"Ravendra takut."

"Takut? Tante bukan orang jahat.... Jangan takut ya." Kayra menatap wajah itu.

"Ravendra bukan takut tante. T-tapi.... Ravendra takut Abang. Ravendra takut Abang marah..."

"Kenapa bisa marah?"

"Ravendra gak bilang.... K-kalo Ravendra mulung. Abang gak akan ngijinin."

Kayra memeluk anak itu, ia bisa merasakan bajunya basah karena air mata anak itu.

"Kalo abang bakal marah, terus kenapa Ravendra mulung, hm?"

"R-Ravendra juga pengen jajan kayak yang lain..... Kalo sekolah Abang gak pernah kasih Ravendra uang jajan."

"Kenapa?" Sakit hati Kayra mendengar penuturan anak itu.

"Karena uangnya Abang cuma cukup untuk kontrakan dan makan... Hikss.... Hikss..."

Kayra semakin erat memeluk Ravendra. Nyatanya ada yang lebih buruk dari keadaan kedua putrinya. Reana dan Reina hanya kehilangan peran ayah. Tapi, Ravendra dia kehilangan peran ayah dan ibu. Dia tinggal dengan biaya hidup pas-pasan disebuah kontrakan kecil.

"Ravendra sekarang ikut tanten. Kita makan setelah itu kita beli jajan ya."

Lagi, anak itu menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Abang gak akan marah kok." Ucap Kayra pelan.

"Kata Abang gak boleh minta-minta.."

"Ravendra gak minta. Ini tante yang mau."

Anak itu menatap Kayra yang tepat didepannya karena wanita berjongkok.

"B-benar tante?"

"Iya sayang... Ayo."

Kayra bangkit lalu menuntun anak itu menuju mobilnya.

***

Kayra menatap anak disebelahnya. Ia merasa kasihan pada anak itu. Anak sekecil itu hidup dalam sebuah kekurangan.

Walaupun anak itu belum mengerti tentang keuangan. Tapi, pasti dia sudah merasakan pedihnya hidup berteman dengan kemiskinan.

Kayra mengelus surai Ravendra yang duduk di sampingnya.

"Semoga kelak kamu bisa mengangkat derajat keluarga mu. Banggakan abang mu, ya..."

Anak itu tertidur, setelah makan dan beli cemilan bersama Kayra tadi.

***

Sesampainya dihalaman depan kontrakan Haidar, Kayra turun lebih dulu. Ia akan meminta pria itu untuk menggendong adiknya.

"Permisi." Kayra mengetuk pintu kontrakan Haidar.

Tidak menunggu lama, pria itu sudah membuka pintunya.

"Ada perlu apa?" Tanya Haidar begitu dingin.

Kayra tidak peduli dengan itu.

"Tolong gendong Ravendra. Dia ada dimobil sedang tertidur." Ucap Kayra.

"Kenapa dia bisa bersama mu?"

"Aku ketemu dia dijalan."

Haidar langsung berjalan kearah mobil Kayra, benar saja anak itu tengah tidur di kursi mobilnya.

Pria itu langsung menggendongnya, ia menatap Kayra sebentar. "Masuk."

Kayra mengangguk, tapi sebelum itu Kayra mengambil lebih dulu kantong kresek yang berisi makanan di mobilnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 21

    Haidar membawa Kayra masuk kedalam mobil, ia lantas membuat wanita itu duduk di jok sampingnya. "Ra, kamu yang tenang ya..." Kayra duduk dengan gelisah, ia benar-benar tidak tahu apa yang akan Haidar lakukan. Kayra takut, ia terlalu takut jika Haidar berbuat nekad. Pria itu mendekat dan mengukung tubuh Kayra. "Ra, jangan teriak ya..." Ujar Haidar dengan nada yang berat. Kayra hendak mendorong tubuh pria itu, tapi Haidar lebih dulu menjauh dan tertawa. "Ha ha... Apa sih yang ada dipikiran mu Ra? Ha ha ha..." Kayra memberikan pukulan kecil dibahu laki-laki itu. Ia lantas memalingkan wajahnya, menatap kearah luar. "Nyebelin ih, aku udah takut tahu!" Ketus Kayra. Pria itu mencoba menarik bahu wanita disampingnya, tapi wanita itu menepisnya. "Ngambek nih? Ayolah, orang pemarah cepet tua tahu..." Kayra yang kesal langsung beralih menatap pria itu. "Ngapain ngajak aku masuk?" "Masuk kemana, Ra?" Tanya Haidar sambil menaik turunkan alisnya, menggoda. "Haidar, ish

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 20

    Malam tiba dan hujan mengguyur kota dengan derasnya."Hujan, Na." Ucap Kayra.Nabastala menoleh kearah wanita itu yang datang membawa teh hangat dan cemilan."Gak papa. Aku bawa mobil, kok."Kayra mengangguk."Anak-anak udah teler, aku mau bawa ke kamar dulu ya." Ujarnya yang diangguki Nabastala.Sepeninggalan Kayra, Nabastala bangkit berdiri dan berjalan kearah jendela. Dari dalam rumah, ia dapat melihat hujan deras diluar sana."Hujannya deras." Gumamnya.Saat Nabastala melihat hujan, Kayra tiba-tiba sudah ikut berdiri disampingnya. Wanita itu bersuara sebelum Nabastala menyapanya."Aku mau nikah sama Haidar." Ucapnya.Nabastala menatap wanita itu, lantas ia tersenyum. "Kenapa bilang sama aku? Kan kita udah bukan siapa-siapa." "Aku cuma minta ijin sama ayah dari anak-anak, bahwa anak-anak akan punya ayah tiri." "Aku gak mungkin halangi kamu bahagia, Ra. Lagipula, kenapa harus ijin? Anak-anak pasti senang kok, kan setahu mereka ayah mereka telah tiada." Ucap Nabastala.Kayra menghe

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 19

    Malam hari, keluarga Haidar berikut Ravendra tengah duduk diruang tamu setelah makan malam."Jadi, dia bukan Radja?" Tanya mama.Sedari adanya Ravendra, mama terus menatap anak itu dengan penuh binar dimatanya."Bukan ma. Dia namanya Ravendra, kata Haidar. Benarkan?" Tanya papa pada Haidar.Haidar mengangguk. "Iya pa, ma."Mama tersenyum. "Ravendra, kamu tidak usah takut ya. Sekarang Ravendra itu, adiknya kak Haidar. Panggilnya kakak, ya. Jangan Abang." Ucap mama yang diangguki anak itu.Haidar menatap mama dan papa. "Ma, pa." Ucapnya.Mama dan papa menoleh. "Kenapa Haidar?" Tanya papa."Emang bener ya, kalo Ravendra itu semirip itu sama kak Radja."Mama dan papa mengangguk. "Iya, dia itu cuma beda alam aja sama kakak mu. Wajahnya, bibirnya, matanya, bahkan telinga saja sama."Haidar menatap telinga Ravendra yang kini duduk disamping papa. "Telinga itu sama aja, ma."Mama menggeleng. "Tidak sama, telinga kakak mu itu ada tahi lalat dibelakangnya dan telinga Ravendra juga sama." Haida

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 18

    Hari demi hari Haidar lalui dirumah lamanya. Ia meninggalkan Ravendra sendiri di kontrakan. Namun pria itu tetap membiayai sekolah dan uang jajan dan uang kontrakan Ravendra. Saat sendiri di dalam kamarnya, Haidar menatap kearah luar, disana hujan dan udara pun sangat dingin sore ini. "Apa kabar Ravendra, ya? Aku jadi kangen. Biasanya kalo hujan gini, terus gak ada uang suka masak mie instan satu bungkus dibagi dua." Gumam Haidar. Ia menggeleng lalu terkekeh. Rasanya, kenangan lama itu terputar di kepalanya. Tiga tahun hidup terlunta-lunta dan dua tahun ditemani oleh Ravendra yang ia anggap sebagai adiknya. "Kalo aku bawa kesini, papa sama mama mau terima gak, ya?" Monolognya. Haidar mengambil ponselnya, banyak kenangan tentang Ravendra disana. Tenang saja, sejak awal Haidar menggunakan ponsel mahal jadi tidak akan penuh penyimpanannya hanya untuk menyimpan beberapa foto dan video. "Ponsel ini banyak kenangannya. Tapi, kata papa harus ganti." Gumamnya, sambil menggeser fot

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 17

    Benar kata Haidar sebelum pulang, Kayra diantar oleh mobil dengan Haidar sebagai supirnya.Sesampainya didalam rumah, Kayra sudah disambut oleh wajah lesu sang mama."Mama Reana Reina, kemana?"Tanya Kayra sambil celingukan mencari anaknya yang tumben sekali tidak menyambutnya.Kayra duduk disebelah sang mama."Anak kamu dijemput papa-nya." Ucapan mama mampu membuat Kayra reflek bangkit. "M-maksud mama, apa? Mama bercanda kan? Mereka gak tahu papa-nya lho ma." Ucap Kayra.Mama mendongkak menatap sang anak. "Mama gak bercanda Kayra. Pas mama lagi bawa mereka jalan-jalan Nabastala datang.""Kok mama ijinkan?""Dia maksa. Mama gak bisa berbuat apa-apa dan mama juga gak tega karena dia nangis berlutut sama mama hanya untuk meminjam anaknya."Kayra memalingkan wajahnya, ia menarik rambutnya kebelakang."Nabastala bawa mereka kemana ma?""Ke rumahnya."Tanpa menunggu mama bersuara lagi, Kayra segera membawa kunci mobil dari lacinya, kemudian dia pergi menuju rumah Nabastala yang tak lain ad

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 16

    Disisi lain, saat Kayra tengah diintrogasi mama Haidar, Nabastala justru mendatangi rumah orang tua Kayra dengan berani."Permisi." Ucapnya sambil mengetuk pintu.Tanpa menunggu lama, pintu dibuka. Disana terdapat seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah kepala art."Oh tuan muda Nabastala. Ada keperluan apa tuan?" Tanya bibi itu."Apa kabar bi?" Tanya Nabastala ramah.Pria itu tentu sudah mengenal wanita di depannya karena dahulu pria ini adalah menantu dirumah tempat bibi itu bekerja."Baik. Tapi, tuan belum menjawab pertanyaan saya. Ada keperluan apa tuan kesini?" Nabastala tersenyum. Nada bibi bernama Marni didepannya ini tidaklah terdengar santai, mungkin sejak kejadian itu semua orang telah berubah padanya."Saya ingin bertemu ibu. Ada bi?" "Tidak ada. Ibu sedang keluar. Lebih baik sekarang tuan pulang." Ujar bibi itu.Nabastala mengangguk. "Baiklah, saya permisi. " Ucapnya lalu melenggang pergi.Disepanjang perjalanan, Nabastala terus saja merenungi sikap sang kepala ar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status