Share

Bab 9

Author: Riya Ni
last update Last Updated: 2024-06-21 13:14:51

"Haidar, menurut aku kamu terlalu kejam sama adik kamu." Ujar Kayra yang tengah duduk di ruang tamu Haidar.

Kontrakan yang ditempati Haidar ini hanya terdiri dari dapur, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu kecil tanpa kursi. Jadi Kayra duduk dilantai beralaskan tikar.

"Kejam? Aku kejam kayak gimana Ra?" Tanyanya.

Haidar baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air, tapi sesampainya diruang tamu malah mendapat pernyataan itu dari Kayra.

"Ravendra mulung."

Haidar terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Kayra.

"Mulung? Ra coba deh kamu jelasin pelan-pelan. Aku gak ngerti. M-maksud kamu mulung gimana?"

"Ravendra mulung untuk dapetin uang."

"Uang?"

"Astaga Haidar. Kamu tahu kenapa aku bisa sama dia? Ya karena aku ketemu dia dijalan lagi mulung."

"Untuk apa dia mulung?"

"Kamu ngerasa pernah kasih dia uang untuk jajan?" Tanya Kayra.

Haidar menggeleng. "Aku emang gak pernah kasih dia uang untuk beli jajan. Penghasilan aku gak cukup."

"Nah, dia cari uang untuk jajan. Dia sempat cerita ke aku, tentang uang yang kamu dapetin itu untuk apa aja."

Haidar menunduk, ada perasaan bersalah yang mampir direlung harinya. Sejujurnya jauh dilubuk hatinya Haidar juga ingin membahagiakan Ravendra. Memenuhi segala kebutuhannya, termasuk memberinya uang untuk membeli apapun yang Ravendra inginkan.

"Aku yang salah Ra."

Kayra menatap laki-laki disampingnya. "Ravendra takut kamu marah. Makanya dia gak bilang."

Haidar menatap Kayra. "Aku gak akan pernah marah sama dia. Tapi aku marah sama diri aku sendiri yang gak bisa bahagiain dia."

"Haidar apa kamu gak ada niat buat cari kerjaan lain?"

Haidar terdiam, dia memang butuh pekerjaan sampingan.

"Kalo kamu masih di posisi ini, keadaan kamu gak akan berubah." Ucap Kayra lagi.

Benar yang di katakan Kayra. Dengan berjualan hidup Haidar tidak sama sekali ada kemajuan.

"Terus aku harus kerja apa? Sedangkan aku ijazah saja hanya sampai SMA."

"Itu udah minimal lho Haidar."

Beberapa menit setelahnya, Haidar menggeleng. "Aku yakin Ra, besok atau lusa jualan ku pasti laris manis. Aku bisa cukupi kebutuhan aku sama Ravendra."

"Jadi, mau atau enggak cari kerjaan yang lain?"

Haidar menggeleng. "Kalo aku kerja full time. Ravendra gimana?"

Kayra lupa satu hal, mereka hanya tinggal berdua. Jika Haidar harus kerja dari pagi ke pagi lagi, yang menyiapkan perlengkapan Ravendra siapa.

"Yaudah kalo itu yang kamu mau. Semoga suatu hari kamu bisa membuat adik kamu bangga."

Haidar mengangguk.

"Eh, udah hampir malam. Aku pamit dulu ya." Ucap Kayra saat sadar kalo dirinya akan pulang larut jika terlalu lama disini.

"Gak mau makan malam bareng dulu?"

"Kapan-kapan ya. Aku takut anak-anak nanyain."

"Oh yaudah. Hati-hati ya, maaf gak bisa nganter."

"Kenapa?"

"Masa iya bos muda dianter pakek motor butut kan gengsi."

Kayra terkekeh. "Halah, apa-apa gengsi."

Haidar juga ikut terkekeh. "Sudah-sudah, gih pulang. Jangan kemalaman gak baik."

Kayra tersenyum. "Yaudah, sampai jumpa besok."

Haidar mengangguk, ia melambaikan tangannya kearah Kayra yang sudah duduk di kursi kemudi mobilnya.

Setelah perginya wanita itu, Haidar masuk kedalam rumah kontrakannya lagi. Ia terduduk dan menangis.

"Tuhan, ini bukan salah Haidar kan? Hikss....Hikss...."

***

Seminggu kemudian, Kayra kini tampak tengah berjalan-jalan sendiri ditaman dekat kompleknya. Kebetulan Reana dan Reina diajak Oma dan Opa-nya pergi jalan-jalan.

"Kayak remaja lagi aku." Kayra duduk disalah satu bangku taman.

Tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundaknya. Kayra mengira itu adalah Haidar, karena biasanya jika dihari libur pria itu akan berjualan di dekat sini.

"Haidar-" Ucapannya terpotong.

"Ngapain kamu kesini?" Tanya Kayra dingin.

Ternyata saat Kayra berbalik, seseorang yang menepuk pundaknya itu adalah Nabastala sang mantan suami.

"Boleh aku duduk?" Tanya Nabastala.

Kayra tidak menjawab, tapi laki-laki itu duduk disebelahnya.

"Kayra aku mau minta maaf." Cicitnya.

Kayra masih diam.

"Ra, aku tahu aku salah. Aku gak dengerin dulu kamu. Aku di tulikan Ra."

Kayra terkekeh, ia menepis tangan Nabastala yang hendak menyentuh tangannya.

"Tuli? Terus udah ke tht?"

"M-maksud kamu Ra?"

"Na, kamu bukan tuli. Tapi, hati kamu yang mati. Kamu memang ditulikan. Ditulikan kakak kamu."

Nabastala terdiam, dia menatap Kayra yang juga menatapnya. Ada sorot kecewa yang begitu dalam dari sorot matanya.

"Aku bisa jamin kakak ku gak akan berbuat hal yang sama Ra."

"Watak itu ada sejak lahir Na, dan itu gak bisa diubah sama sekali."

Kayra hendak bangkit dari duduknya, tapi tangannya dicekal oleh lengan kekar Nabastala.

"Lepas Na. Cukup penderitaan ku sampai hari dimana aku kamu pulangkan. Sekarang, ijinkan aku bahagia."

"Gak Ra. Aku gak akan pernah melepaskan kamu."

"Na aku-" Ucapan Kayra terpotong saat ada tangan yang membatu Kayra untuk melepaskan cekalan kuat Nabastala.

"Mas jangan ganggu dia."

Nabastala menatap seorang laki-laki yang dengan beraninya melarang dirinya. Pakaian yang lusuh membuat satu tarikan dibibir Nabastala tercetak jelas.

"Oh, jadi dia pacar kamu sekarang? Selera kamu ternyata sangat buruk ya Ra." Ucap Nabastala.

Kayra diam, sedangkan Nabastala menghampiri pria yang tiba-tiba datang itu.

"Gue gak akan buat kalian bahagia." Ucap Nabastala lalu pergi.

Sedangkan laki-laki yang tak lain adalah Haidar itu menghampiri Kayra. "Kamu gak apa-apa Ra?"

"Aku gak papa." Jawab Kayra.

Haidar menatap pria yang kian menjauh itu. "Dia siapa kamu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 21

    Haidar membawa Kayra masuk kedalam mobil, ia lantas membuat wanita itu duduk di jok sampingnya. "Ra, kamu yang tenang ya..." Kayra duduk dengan gelisah, ia benar-benar tidak tahu apa yang akan Haidar lakukan. Kayra takut, ia terlalu takut jika Haidar berbuat nekad. Pria itu mendekat dan mengukung tubuh Kayra. "Ra, jangan teriak ya..." Ujar Haidar dengan nada yang berat. Kayra hendak mendorong tubuh pria itu, tapi Haidar lebih dulu menjauh dan tertawa. "Ha ha... Apa sih yang ada dipikiran mu Ra? Ha ha ha..." Kayra memberikan pukulan kecil dibahu laki-laki itu. Ia lantas memalingkan wajahnya, menatap kearah luar. "Nyebelin ih, aku udah takut tahu!" Ketus Kayra. Pria itu mencoba menarik bahu wanita disampingnya, tapi wanita itu menepisnya. "Ngambek nih? Ayolah, orang pemarah cepet tua tahu..." Kayra yang kesal langsung beralih menatap pria itu. "Ngapain ngajak aku masuk?" "Masuk kemana, Ra?" Tanya Haidar sambil menaik turunkan alisnya, menggoda. "Haidar, ish

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 20

    Malam tiba dan hujan mengguyur kota dengan derasnya."Hujan, Na." Ucap Kayra.Nabastala menoleh kearah wanita itu yang datang membawa teh hangat dan cemilan."Gak papa. Aku bawa mobil, kok."Kayra mengangguk."Anak-anak udah teler, aku mau bawa ke kamar dulu ya." Ujarnya yang diangguki Nabastala.Sepeninggalan Kayra, Nabastala bangkit berdiri dan berjalan kearah jendela. Dari dalam rumah, ia dapat melihat hujan deras diluar sana."Hujannya deras." Gumamnya.Saat Nabastala melihat hujan, Kayra tiba-tiba sudah ikut berdiri disampingnya. Wanita itu bersuara sebelum Nabastala menyapanya."Aku mau nikah sama Haidar." Ucapnya.Nabastala menatap wanita itu, lantas ia tersenyum. "Kenapa bilang sama aku? Kan kita udah bukan siapa-siapa." "Aku cuma minta ijin sama ayah dari anak-anak, bahwa anak-anak akan punya ayah tiri." "Aku gak mungkin halangi kamu bahagia, Ra. Lagipula, kenapa harus ijin? Anak-anak pasti senang kok, kan setahu mereka ayah mereka telah tiada." Ucap Nabastala.Kayra menghe

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 19

    Malam hari, keluarga Haidar berikut Ravendra tengah duduk diruang tamu setelah makan malam."Jadi, dia bukan Radja?" Tanya mama.Sedari adanya Ravendra, mama terus menatap anak itu dengan penuh binar dimatanya."Bukan ma. Dia namanya Ravendra, kata Haidar. Benarkan?" Tanya papa pada Haidar.Haidar mengangguk. "Iya pa, ma."Mama tersenyum. "Ravendra, kamu tidak usah takut ya. Sekarang Ravendra itu, adiknya kak Haidar. Panggilnya kakak, ya. Jangan Abang." Ucap mama yang diangguki anak itu.Haidar menatap mama dan papa. "Ma, pa." Ucapnya.Mama dan papa menoleh. "Kenapa Haidar?" Tanya papa."Emang bener ya, kalo Ravendra itu semirip itu sama kak Radja."Mama dan papa mengangguk. "Iya, dia itu cuma beda alam aja sama kakak mu. Wajahnya, bibirnya, matanya, bahkan telinga saja sama."Haidar menatap telinga Ravendra yang kini duduk disamping papa. "Telinga itu sama aja, ma."Mama menggeleng. "Tidak sama, telinga kakak mu itu ada tahi lalat dibelakangnya dan telinga Ravendra juga sama." Haida

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 18

    Hari demi hari Haidar lalui dirumah lamanya. Ia meninggalkan Ravendra sendiri di kontrakan. Namun pria itu tetap membiayai sekolah dan uang jajan dan uang kontrakan Ravendra. Saat sendiri di dalam kamarnya, Haidar menatap kearah luar, disana hujan dan udara pun sangat dingin sore ini. "Apa kabar Ravendra, ya? Aku jadi kangen. Biasanya kalo hujan gini, terus gak ada uang suka masak mie instan satu bungkus dibagi dua." Gumam Haidar. Ia menggeleng lalu terkekeh. Rasanya, kenangan lama itu terputar di kepalanya. Tiga tahun hidup terlunta-lunta dan dua tahun ditemani oleh Ravendra yang ia anggap sebagai adiknya. "Kalo aku bawa kesini, papa sama mama mau terima gak, ya?" Monolognya. Haidar mengambil ponselnya, banyak kenangan tentang Ravendra disana. Tenang saja, sejak awal Haidar menggunakan ponsel mahal jadi tidak akan penuh penyimpanannya hanya untuk menyimpan beberapa foto dan video. "Ponsel ini banyak kenangannya. Tapi, kata papa harus ganti." Gumamnya, sambil menggeser fot

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 17

    Benar kata Haidar sebelum pulang, Kayra diantar oleh mobil dengan Haidar sebagai supirnya.Sesampainya didalam rumah, Kayra sudah disambut oleh wajah lesu sang mama."Mama Reana Reina, kemana?"Tanya Kayra sambil celingukan mencari anaknya yang tumben sekali tidak menyambutnya.Kayra duduk disebelah sang mama."Anak kamu dijemput papa-nya." Ucapan mama mampu membuat Kayra reflek bangkit. "M-maksud mama, apa? Mama bercanda kan? Mereka gak tahu papa-nya lho ma." Ucap Kayra.Mama mendongkak menatap sang anak. "Mama gak bercanda Kayra. Pas mama lagi bawa mereka jalan-jalan Nabastala datang.""Kok mama ijinkan?""Dia maksa. Mama gak bisa berbuat apa-apa dan mama juga gak tega karena dia nangis berlutut sama mama hanya untuk meminjam anaknya."Kayra memalingkan wajahnya, ia menarik rambutnya kebelakang."Nabastala bawa mereka kemana ma?""Ke rumahnya."Tanpa menunggu mama bersuara lagi, Kayra segera membawa kunci mobil dari lacinya, kemudian dia pergi menuju rumah Nabastala yang tak lain ad

  • Ayah Tiri Anakku (bukan) Tukang Cilok Biasa   Bab 16

    Disisi lain, saat Kayra tengah diintrogasi mama Haidar, Nabastala justru mendatangi rumah orang tua Kayra dengan berani."Permisi." Ucapnya sambil mengetuk pintu.Tanpa menunggu lama, pintu dibuka. Disana terdapat seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah kepala art."Oh tuan muda Nabastala. Ada keperluan apa tuan?" Tanya bibi itu."Apa kabar bi?" Tanya Nabastala ramah.Pria itu tentu sudah mengenal wanita di depannya karena dahulu pria ini adalah menantu dirumah tempat bibi itu bekerja."Baik. Tapi, tuan belum menjawab pertanyaan saya. Ada keperluan apa tuan kesini?" Nabastala tersenyum. Nada bibi bernama Marni didepannya ini tidaklah terdengar santai, mungkin sejak kejadian itu semua orang telah berubah padanya."Saya ingin bertemu ibu. Ada bi?" "Tidak ada. Ibu sedang keluar. Lebih baik sekarang tuan pulang." Ujar bibi itu.Nabastala mengangguk. "Baiklah, saya permisi. " Ucapnya lalu melenggang pergi.Disepanjang perjalanan, Nabastala terus saja merenungi sikap sang kepala ar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status