“Pihak Pt Karunia menjadwalkan ulang meetingnya, Pak. Mereka meminta untuk dimundurkan hingga jam makan siang di Semarang, Pak,” cicit sekretaris Atma. Wanita itu tak berani menatap wajah bosnya, sepanjang menjelaskan ia hanya menunduk dan menatap ujung sepatunya.
“Apa! Kenapa dia seenaknya sih!” bentak Atma pada wanita di depannya. Bara menepuk pundak pria itu kemudian menyuruhnya masuk. Atma pun menuruti ucapan Bara meninggalkan sahabatnya di depan ruang kerjanya.
“Kalau boleh tahu apa permasalahannya?” tanya Bara seraya menatap wanita di depannya.
Wanita itu tampak memainkan buku jarinya. “Saya sendiri kurang tahu, Pak. Beliau hanya mengirimkan pesan melalu asisten pribadinya dan berkata jika rapat diadakan di semarang di jam makan siang ini, Pak.”
Bara mengangguk ia tanpa banyak berkomentar. “Siapkan segala berkasnya satu jam lagi saya berangk
“Bukan apa-apa, aku hanya ingin membuktikan ucapan Atma. Jika memang dia ayahnya bisakah kalian membantuku menyembunyikannya?” tanya Clarita menjelaskan maksudnya. “Bagaimana cara kita membantumu,” tanya Byan seraya menatap Clarita. Clarita menceritakan perihal rencana Atma yang melakukan tes dna, namun hingga kini pria itu tak juga mengambil atau menginfokan padanya tentang hasil tersebut. Clarita juga menceritakan di mana pria itu melakukan tes dna. Byan mengangguk mengerti, ia kemudian mengetikkan angka di layar ponselnya. “Hallo,” ujarnya kala tedapat sautan dari sebrang sana. “Bagaimana kabarmu, Bram?” tanyanya melemparkan basa-basi. “Baik, ada perlu apa By?” “Ah tidak, aku hanya butuh bantuanmu. Bisakah kau membantuku?” tanya Byan pada Bram –teman lamanya– Clarita mengamati setiap tindakan pria itu.
Danila sosok wanita yang berada di dalam dekapan Atma hanya tersenyum, ia senang pria itu akhrinya mau menerimanya. Ia pun hanya diam menerima dekapan hangat pria itu. Pria itu menjatuhkan dagunya di atas bahunya. Lengan pria itu mengusap lembut perut datar Danila. Wanita itu terbuai ia mendesah tanpa sadar.Mata Atma menggelap, ia membawa tubuh Danila ke dalam kamarnya, lantas mengunci pintunya. Atma menjatuhkan tubuh Danila lembut, ia membelai setiap inci tubuh wanita itu. Di pandangannya wanita yang tengah berbaring di atas ranjangnya adalah Clarita. Ia menatap lekat-lekat tubuh wanita dengan dress di atas lutut dengan warna merah menyala.Atma semakin mengikis jarak, ia menempelkan bibirnya di atas bibir Danila yang merah merona. Kecupan itu perlahan lembut, hingga balasan Danila memancing sisi laki-laki di diri Atma. Pria itu sudah lama tak menghabiskan malam dengan olahraga menyenangkan itu.Masih mempertahankan cu
Atma menatap tajam ayahnya, ia teringat pada tes dna yang kemarin ia lakukan, karena terlalu senang berada di antara Clarita ia sampai lupa mengambil hasil tes itu hingga berbulan-bulan. Tanpa banyak bicara, Atma berjalan keluar ruangan itu. Ia melewati ruang tamu mengabaikan keberadaan Danila yang menatapnya bingung.“Maaf ia ada telepon dari kantor dan harus segera diselesaikan,” ujar Mahen mencoba menjelaskan apa yang terjadi.Mobil pria itu melaju kencang menembus pengguna jalan lain, pagi itu jalanan tak terlalu ramai mungkin karena hari jum’at atau mungkin karena sudah bukan jam krusial lagi. Atma mencoba tenang mengendarai mobilnya. Ia tak mau terjadi hal buruk sebelum ia mendapatkan hasil tes dna-nya.Mobil silver terparkir rapi di halaman rumah sakit berjejer bersama dengan pengendara lainnya. Hari ini adalah jadwal terakhir check up untuk Yara. Clarita bersama Dean dan Byan kini berjalan di lo
Clarita terkejut, ia terdiam sejenak. Byan menatapnya bingung. “Bukankah sudah jelas jika pria itu bukan ayah biologis dari anakmu? Sudah tak ada alasan lagi untuknya memaksamu menjadi miliknya ‘kan?”“Apa kamu lupa dengan ucapanmu kemarin?” tanya Clarita setelah mengumpulkan ingatannya.Byan mengerutkan keningnya sejenak. “Oh, tentang sifatnya?” balas Byan.Clarita mengangguk ia pun bertanya, “Kalau kamu sudah tahu tentu mengerti alasanku ‘kan?”Byan mengangguk mengerti ucapan wanita itu. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya mengukur dan meminta Mang Asep membuatkan ruangan kecil untuk baby twin bisa menemani ibunya bekerja. Dering di ponsel Byan berbunyi, ia mengangkat sambungan telepon itu.“Hallo,” ujarnya seraya menempelkan benda pipih ke telinganya.“…”&nbs
Belum sempat Bara dan Atma mendengarkan nama wanita itu, pintu lift sudah terbuka. Dengan terpaksa mereka berjalan keluar dan mengarah ke lobby rumah sakit. Bara dan Atma masuk ke dalam mobilnya masing-masing dan mengendarai menuju kantornya.Di tengah jalan ia tanpa sengaja melihat sosok Dean tengah berdiri di dekat halte sebuah kampus. Bara ingin menghentikan mobilnya namun ia mengurungkannya karena traffic light beruba warna ia pun mau tak mau melajukan mobilnya dan berputar sejenak.Saat ia kembali di halte , ia tak menemukan seorang pun, yang ada hanya kucing. Bara berdecak. “Lagi-lagi gue kelolosan!” ujarnya seraya melempar batu ke sembarang arah.Di lain tempat, Clarita tengah sibuk membuat adonan kue. Ia berlari ke sana ke mari untuk pesanan yang satu ini. Sebuah kue bertingkat dengan desain air terjun, sesekali ia memeriksa pesanan kue yang lain. Adzan dhuhur berkumandang, Clarita memerintah
Atma terdiam mendengar pertanyaan pria itu, sejujurnya ia masih belum bisa menerima Danila sepenuhnya tetapi wanita itu selalu memperlakukannya dengan baik, memberikan perhatian lebih juga menemaninya di ranjang.Atma dirundung kegelisahan, ia bimbang dengan pilihannya. Di satu sisi ia ingin memiliki Clarita namun di sisi lain ia tak mau membuang Danila setelah ia pakai. “Secepatnya.” Hanya itu yang bisa ia ucapkan setidaknya ucapan Atma berhasil membuat wanita di atas tubuhnya kembali bergerak ke kanan dan kiri membuat Atma mabuk kepayang. Ia pun menerima pemberian Danila dengan senang hati, pikirannya tentang Clarita seakan menguap bersama desahan yang keluar dari mulutnya dan bibir Danila.Hari semakin senja, hari ini Clarita, Dean dan Byan berencana untuk menghabiskan akhir pekan di mall. Karena Clarita juga Dean setuju untuk menemani pria itu ke acara pesta ulang tahun perusahaan Brahma yang akan diselenggarakan di hotel ber
Byan mengecup puncak kepala Clarita kemudian melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu seakan mengatakan jika Clarita adalah miliknya. Atma yang melihat itu mengepalkan jemarinya, ia tak terima jika ada pria lain yang menyentuh Clarita.Berbeda dengan Atma, Clarita justru merasakan kupu-kupu perutnya berterbangan, hatinya menghangat. Ia pun mengangguk dan kembali menegapkan tubuhnya. “Mau ke tempat lain?” tanya Byan lembut.Clarita menggeleng pelan, ia berkata jika mulai hari ini ia akan berani menghadapi pria itu. Toh ia tak ada lagi alasan untuk mendekatinya atau memaksa Clarita menjadi miliknya. Byan mengangguk, ia kemudian menyerahkan credit cardnya pada Clarita. Clarita melakukan transaksi pembayaran di kasir, saat mereka akan keluar dari toko itu dan hendak pulang, Atma dan Bara mencegatnya.“Tunggu!” teriak Atma menghentikan langkah kaki mereka.Clarita menarik napa
“Kenap –“ Ucapan Clarita terpotong kala ia mengikuti arah pandang Dean. Di sana berdiri dua orang pria dengan seorang wanita yang memakai pakaian kaos oblong dan celana pendek yang tertutup panjang kaosnya.“Danila,” lirih Clarita nyaris tak terdengar. Tangannya menggenggam erat pegangannya pada Byan. Yang yang mengerti pun mengusap punggung tangan Clarita menggunakan ibu jarinya.“Tenang, ada aku dan Dean,” lirih Byan membuat Clarita mendongak, wanita itu menatap Byan dalam-dalam mencari kesungguhan dari ucapan pria yang berbeda 5 tahun darinya. Clarita tak menemukan sedikit pun rasa ragu di manik abu Byan, yang ia temukan justru ketulusan dan keteduhan.Clarita mengangguk. Ia menyentuh lengan Dean sejenak, wanita muda itu tersentak ia menoleh ke arah Clarita. Wanita itu mengulas senyum.”Kita ke sana yuk. PaBy pasti lapar,” ujar Clarita mengalihkan perhatian De