Hamil dan menjadi ibu tanpa suami berhasil menghancurkan mimpi Clarita. Malam di mana ia menyerahkan mahkota berharga di hidupnya membuat Clarita terus dilanda derita. Belum lagi pertemuan dengan Atma, pria asing yang selalu ada di saat ia kesulitan. Keadaan memaksanya untuk mencari siapa pria yang menghamilinya malam itu. Petunjuk yang minim membuat ia semakin sulit menemukan jawaban, belum lagi keberadaannya yang jauh dari kota membuat ia semakin dihimpit keadaan. Ditambah, kedatangan Byantara di hidup Clarita semakin membuat runyam masalah yang ada. Apakah Clarita dapat menemukan pria yang menggagahinya? Apakah pria itu mau bertanggung jawab atau justru menyingkirkan Clarita dan buah hatinya?
View MoreJika saja malam itu Clarita lebih mendengarkan ucapan dari sang ibu tentu saja hal ini tak akan terjadi. Ia tak harus kehilangan semua kemewahan di hidupnya, masa depan dan juga cita-citanya. Sayang nasi sudah menjadi bubur, ia tak mungkin bisa kembali ke 8 bulan lalu saat ia tanpa sadar telah dijebak teman sekampusnya dulu. Seharusnya ia tak menuruti ucapan temannya untuk berbohong pada ibunya.
Clarita menghela nafas lelah, ia sudah berkeliling dari satu parbik ke pabrik lain. Dan pabrik garment ini merupakan pabrik terakhir yang masuk ke dalam list kujungannya hari ini. Perut membuncit, wajah lesu belum lagi kemeja putih yang warnanya telah pudar tentu saja tak ada yang mau menerima Clarita sebagai karyawan.
“Aku harus ke mana lagi? Uang pesangonku hanya tersisa dua ratus ribu. Uang kost sudah jatuh tempo. Oh Tuhan, ayolah berbaik hati sedikit padaku. Aku tengah mengandung anak dari lelaki kurang ajar itu, ayolah. Bantulah aku kali ini, aku harus segera bekerja,” keluh wanita seraya menatap langit yang tampak mulai murung.
Ia semakin mendesah lirih kala kandungannya bergerak seakan meminta dirinya untuk tetap bersemangat. “Iya oke sayang, kita coba lagi ya? Kau berodalah, agar aku segera mendapat pekerjaan. Oke?” Jemari lentik Clarita bergerak mengusap perutnya yang semakin membuncit.
Tak pernah terpikirkan oleh Clarita hidupnya akan berubah drastis begini. Ia yang selalu hidup serba berkecukupan mendadak menjadi wanita kekurangan dan harus bekerja keras hanya untuk membeli sebungkus nasi rames di warung makan pinggir jalan. Ia yang terbiasa keluar masuk mobil mewah kini harus berganti dengan angkutan umum, membiasakan diri berdesak-desakan dengan penumpang lain belum lagi ia harus rela berdiri dengan membawa 2 nyawa di dalam perutnya.
Bisa saja Clarita menghubungi teman-temannya hanya saja, ia tak mau melakukannya. “Tak ada lagi yang bisa ia percaya kini.” Itulah ucapnya kala ia mengingat kejadian yang merusak masa depan dan semua rencana indahnya.
Langkah kaki Clarita semakin lama semakin melemah, ia berhenti sejenak di sebuah halte mini, menghirup udara dalam-dalam lantas membuangnya perlahan. “Perasaan aku berjalan pelan, tetapi kenapa aku merasa begitu lelah? Apa karena mereka?” tanya Clarita pada perutnya sendiri. Ia menggeleng dan tertawa, ia bak wanita gila yang berbicara dan tertawa sendiri di siang hari bolong.
“Come on Clarita kau bukan wanita lemah, bukan karena mereka membuangku lantas aku kehilangan hidupku. Ayo kita berjalan lebih jauh!” ujar Clarita menyemangati dirinya sendiri. Kini tawa Clarita berganti menjadi senyuman miris, hidupnya sangat amat miris. Tak ada pakaian mewah, tak ada tas branded, tak ada perawatan diri mewah lagi, semua sirna karena malam petaka itu.
Wanita berumur 22 tahun itu masih mencoba menyemangati dirinya sendiri. Ia kini benar-benar hidup sebatang kara, ucapannya beberapa tahun lalu telah dikabulkan Tuhan lengkap dengan segala penderitaan yang datang bersamaan. Clarita membenarkan ikatan rambutnya lantas memakai cardigan rajut yang selalu berada di dalam tas jinjingnya. Sekali lagi ia mengusap perut buncitnya seraya mengucapkan kata maaf berulang kali. “Maaf jika nanti ibu tak bisa memberikanmu kehidupan yang mewah, Nak. Tetaplah tumbuh dengan baik, meski seluruh dunia menolak kehadiranmu.” Setelah itu Clarita bangkit dan kembali menyusuri trotoar dengan keringat yang menetes silih berganti.
Turun naik kendaran angkutan umum merupakan kebiasaan baru Clarita terlebih sejak ia dipecat dari tempat kerjanya terdahulu. Dan lagi-lagi karena ulah teman kerjanya yang tak suka jika Clarita menjadi pegawai terbaik. Kini ia kembali turun dari angkutan jurusan 34, netra Clarita menatap gerbang yang menjulang tinggi melindungi seisi pabrik. Ia memejamkan mata rapat-rapat, ia berharap kali ini Tuhan membantunya. Jika saja kali ini ia kembali di tolak maka ia akan secara resmi menyandang status sebagai seorang “Wanita hamil gelandangan.”
“Permisi mba ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang pria dengan seragam security.
Clarita terperanjat sejenak setelah itu ia tersenyum tipis dan berkata, “Permisi pak, apa saya bisa melamar pekerjaan di sini? Saya melihat iklan lowongan pekerjaan dari media cetak yang terbit hari kemarin.”
Satpam itu hanya diam menatap penampilan wanita di depannya dari ujung rambut hingga ke ujung sepatu flat shoes murah Clarita. Ia tampak berbisik dengan rekan seprofesinya, tak lama pria lain mengulang apa yang satpam tadi lakukan.
Kejadian selanjutnya membuat Clarita menatapnya nyalang. Bagaimana tidak dua pria gadun itu berkata yang menyakitkan hati setiap wanita. “Kau? Mau bekerja di sini?” tanyanya dengan nada merendahkan.
“Bermimpi saja kau tak berhak. Kau tahu di sini tempatnya wanita cantik dan molek. Kau sendiri?” tanyanya seraya tertawa merendahkan. “Kau lihat kau ini tengah mengandung, pakaian lusuh, wajah tanpa make up, kau hamil nganggur ya? Ke mana suamimu?” imbuhnya.
“Sudahlah pergi saja di sini tidak menerima karyawan sepertimu.” Keduanya berlalu begitu saja membiarkan Clarita dengan segala kegondokan dan emosinya.
“Apa dia bilang? Aku hamil nganggur? Enak saja kalau bicara! Dasar! Pria gadun! Kau itu hanya satpam kau juga karyawan di sini tak usah belagu! Lihat saja jika nanti aku menjadi pekerja di sini dan bisa dapat jabatan lebih tinggi kupastikan kau akan menderita‼” pekik Clarita menggebu-gebu, sedangkan 2 pria gadun itu hanya mengibaskan tangan tak peduli seolah ucapan wanita hamil di depannya hanyalah bualan mimpi.
Clarita berbalik meninggalkan pabrik dengan perasaan tak menentu, ia kesal dan marah atas sikap kedua satpam itu, namun ia tak menampik dengan fakta yang diucapkan mereka. Fakta tentang ‘Hamil nganggur’ karena memang itu yang sebenarnya terjadi dan ia tak berhak marah akan fakta itu.
Clarita memilih untuk kembali ke kostnya, baru separuh hari mencari pekerjaan sudah menguras tenaganya lebih banyak. Apalagi kini kandunganya telah memasuki usia 34 minggu, sebentar lagi ia akan resmi menjadi seorang ibu tanpa suami.
Langkah kaki Clarita mulai tak seimbang terlebih pagi tadi ia hanya sarapan dengan beberapa helai roti tawar karena ia tak mampu membeli beras dan keperluan rumah, ia benar-benar harus mengikat pinggang kencang-kencang jika tak mau semakin menumpuk hutang. Lampu traffic light telah berganti warna dengan segera ia melangkahkan kaki bersama penyebrang lainnya. Sayang tubuhnya terlalu lemah untuk berjalan cepat, ia melangkah sesuai kemampuannya, terlalu berisiko jika ia berlari di tengah keadaannya yang sedang berbadan dua.
Pandangan mata Clarita mulai mengabur namun ia tak selemah itu, ia tetap mencoba berjalan sebisa mungkin dengan pandangan seadaannya. Langkah kaki Clarita semakin tak tentu arah ia berjalan tak stabil, hingga terdengar bunyi klakson begitu panjang, ia menoleh dan membulatkan bola mata sempurna.
“Aaaaa‼‼”
“Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama
“Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama
“Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber
“Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag
“Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida
“Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments