“Ya, saya ayah dari Atma kekasihmu.” Clarita menatapnya datar, dia sudah menduga jika pria itu lambat laun akan mendatanginya.
“Apakah anda datang ke sini dengan maksud tersendiri?” tanya Clarita sopan.
Pria itu terkekeh kecil ia lantas mengeluarkan secarik amplop dan menyerahkannya pada Clarita. “Apakah ini cukup?”
Clarita menatap datar amplop itu. “Apakah kau kira aku yang merayu putramu? Atau kau mengira aku bisa dibayar dengan uangmu?”
“Bukannya kau memang wanita bayaran? Nyatanya kau hamil tanpa suami, apa namanya jika bukan bayaran?” ujar pria itu dengan seringai yang menunjukkan kekuasaan.
Clarita tak membalas ucapan pria itu, ia hanya mengatakan, “Anda tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang anda untuk saya, karena saya tidak akan sudi menerimanya. Jika anda meminta saya pergi dari putra anda, tolong beri
Byan termenung mendengar pertanyaan wanita yang baru ia kenal ini. Wanita yang duduk di kursi penumpang itu tampak menanti jawaban darinya. “Kau diam, kuanggap itu iya.”Byan hendak menjawab namun ia mengurungkan niatnya, lebih memilih diam dan membiarkan wanita itu menyimpulkan sendiri. “Apa yang kau lakukan? Apa yang kau rasakan?” tanya Clarita menatap Byan dari kaca spion.“Tidak ada. Memangnya harus melakukan apa? Lepaskan saja, artinya dia belum yang terbaik untuk kita. Melepaskan memang sulit tetapi lebih sulit lagi bertahan di dalam rumah yang tak menginginkan keberadaanmu.” Clarita termenung ia memikirkan ucapan pria berkulit eksotis dibalik stir kemudi.“Sampai,” ujar pria itu bertepatan dengan mobil yang berhenti di sebuah rumah berukuran 2x lipat dari rumah kontrakannya.Clarita menatap rumah itu, ia memikirkan siapa pemilik rumah yang luas d
Ketukan di pintu Clarita membuat wanita itu terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan ponselnya dan menjerit. Mendengar suara Clarita ternyata mengusik ketenangan baby twin. Yandra menangis kencang dan disambut oleh tangisan Yara. Mereka menangis bersahutan, otak Clarita masih memproses apa yang terjadi. Selama ini jika anaknya menangis bersamaan, Atma selalu membantunya menenangkan salah satu. Tetapi kini, ia hanya seorang diri. Ia merutuki dirinya yang selama ini terlalu bergantung pada Atma, hingga ia lupa jika pria itu bukan miliknya.Pintu kamar Clarita terbuka lebar, sosok pria dengan tubuh tegap dan kulit eksotis berdiri di sana. Ia memandang Clarita bingung. “Apa yang terjadi?” tanyanya seraya mendekati wanita itu.Clarita berlari ke arahnya, memeluk pria itu dengan erat. “Kenapa kau lama datang, At?”Kening pria itu berkerut mendengar ucapan Clarita. Ia hanya diam tak berniat membalas pelukan wanita it
Berbeda dengan Clarita yang sedang asyik memasak. Di lain tempat, Atma tengah mengamuk semua orang jadi sasaran empuk pria berjas itu. Bahkan Bara sekalipun.“Lu seharusnya bisa ngerjain itu, Bar! Kenapa hal sekecil itu saja lu gak bisa kerjain!” pekik Atma, suara basnya menggema memenuhi ruagan berukuran 5x5 itu.Atma hanya tertunduk, ia mengerti suasana hati pria itu tengah kacau, pasalnya sejak siang Atma tak bisa menghubungi Clarita. Begitu juga dengan dirinya, ia tak bisa menghubungi Dean. Pria itu juga gelisah namun, ia jauh lebih waras ketimbang Atma yang mengamuk tak jelas seperti ini. Ia memilih diam dan menyelidiki ke mana perginya dua wanita yang selama ini menghiasi hari-harinya.“Lu kalau kesel dan frustasi gak gini caranya, Jay. Semua orang lu marahin semua orang lu damprat. Lu kira dengan lu marah-marah gini, Clarita bakalan ngehubungi atau ngangkat telepon lu?” ucap Bara mencoba me
“Maaf aku tak sengaja,” ujar pria itu seraya bangun dari posisinya. Pipi wanita yang berada di bawahnya memerah bak tomat matang. “Biar ku bantu,” ujar Byan menarik tubuh Clarita bangkit dari posisinya.Clarita masih memasang mode hening, ia masih mencerna apa yang baru saja laki-laki itu lakukan. Pria itu tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan, tak seperti Atma yang pernah mencuri cium darinya. “Kamu gak papa?” tanya Byan memastikan wanita di depannya baik-baik saja.Clarita mengangguk kikuk. “Ada apa?” tanyanya setelah berhasil mengumpulkan kembali nyawanya.Byan menggeleng. “Tadinya aku ingin mengajakmu dan baby twin keliling komplek, untuk mencari udara segar. Tetapi sepertinya baby twin masih tidur ya?” tanya Byan seraya menengok ke arah box bayi.Clarita mengangguk. Setelah itu Byan pamit, pria itu mengatakan jika ia akan keliling
“Pihak Pt Karunia menjadwalkan ulang meetingnya, Pak. Mereka meminta untuk dimundurkan hingga jam makan siang di Semarang, Pak,” cicit sekretaris Atma. Wanita itu tak berani menatap wajah bosnya, sepanjang menjelaskan ia hanya menunduk dan menatap ujung sepatunya.“Apa! Kenapa dia seenaknya sih!” bentak Atma pada wanita di depannya. Bara menepuk pundak pria itu kemudian menyuruhnya masuk. Atma pun menuruti ucapan Bara meninggalkan sahabatnya di depan ruang kerjanya.“Kalau boleh tahu apa permasalahannya?” tanya Bara seraya menatap wanita di depannya.Wanita itu tampak memainkan buku jarinya. “Saya sendiri kurang tahu, Pak. Beliau hanya mengirimkan pesan melalu asisten pribadinya dan berkata jika rapat diadakan di semarang di jam makan siang ini, Pak.”Bara mengangguk ia tanpa banyak berkomentar. “Siapkan segala berkasnya satu jam lagi saya berangk
“Bukan apa-apa, aku hanya ingin membuktikan ucapan Atma. Jika memang dia ayahnya bisakah kalian membantuku menyembunyikannya?” tanya Clarita menjelaskan maksudnya. “Bagaimana cara kita membantumu,” tanya Byan seraya menatap Clarita. Clarita menceritakan perihal rencana Atma yang melakukan tes dna, namun hingga kini pria itu tak juga mengambil atau menginfokan padanya tentang hasil tersebut. Clarita juga menceritakan di mana pria itu melakukan tes dna. Byan mengangguk mengerti, ia kemudian mengetikkan angka di layar ponselnya. “Hallo,” ujarnya kala tedapat sautan dari sebrang sana. “Bagaimana kabarmu, Bram?” tanyanya melemparkan basa-basi. “Baik, ada perlu apa By?” “Ah tidak, aku hanya butuh bantuanmu. Bisakah kau membantuku?” tanya Byan pada Bram –teman lamanya– Clarita mengamati setiap tindakan pria itu.
Danila sosok wanita yang berada di dalam dekapan Atma hanya tersenyum, ia senang pria itu akhrinya mau menerimanya. Ia pun hanya diam menerima dekapan hangat pria itu. Pria itu menjatuhkan dagunya di atas bahunya. Lengan pria itu mengusap lembut perut datar Danila. Wanita itu terbuai ia mendesah tanpa sadar.Mata Atma menggelap, ia membawa tubuh Danila ke dalam kamarnya, lantas mengunci pintunya. Atma menjatuhkan tubuh Danila lembut, ia membelai setiap inci tubuh wanita itu. Di pandangannya wanita yang tengah berbaring di atas ranjangnya adalah Clarita. Ia menatap lekat-lekat tubuh wanita dengan dress di atas lutut dengan warna merah menyala.Atma semakin mengikis jarak, ia menempelkan bibirnya di atas bibir Danila yang merah merona. Kecupan itu perlahan lembut, hingga balasan Danila memancing sisi laki-laki di diri Atma. Pria itu sudah lama tak menghabiskan malam dengan olahraga menyenangkan itu.Masih mempertahankan cu
Atma menatap tajam ayahnya, ia teringat pada tes dna yang kemarin ia lakukan, karena terlalu senang berada di antara Clarita ia sampai lupa mengambil hasil tes itu hingga berbulan-bulan. Tanpa banyak bicara, Atma berjalan keluar ruangan itu. Ia melewati ruang tamu mengabaikan keberadaan Danila yang menatapnya bingung.“Maaf ia ada telepon dari kantor dan harus segera diselesaikan,” ujar Mahen mencoba menjelaskan apa yang terjadi.Mobil pria itu melaju kencang menembus pengguna jalan lain, pagi itu jalanan tak terlalu ramai mungkin karena hari jum’at atau mungkin karena sudah bukan jam krusial lagi. Atma mencoba tenang mengendarai mobilnya. Ia tak mau terjadi hal buruk sebelum ia mendapatkan hasil tes dna-nya.Mobil silver terparkir rapi di halaman rumah sakit berjejer bersama dengan pengendara lainnya. Hari ini adalah jadwal terakhir check up untuk Yara. Clarita bersama Dean dan Byan kini berjalan di lo