Share

Bab 5. Pasti Erland Bukan Pria Sembarangan

Amelia ditemukan setelah mobilnya memasuki kota kelahirannya. Maka, segera wanita ini dihadapkan pada Adhinatha dan Sopia. “Dari mana saja?” tanya wanita ini dengan santai walau tatapannya tetap mengandung kekecewaan.

“Menitipkan Kenzo ke panti asuhan.” Wajah Amelia sedikit menunduk guna menyembunyikan kebohongannya. 

“Panti asuhan mana?” Sopia masih menatap lurus ke arah putrinya. 

“Mama dan papa tidak perlu tahu yang penting kan Kenzo tidak di sini, itu kan yang mama dan papa mau.” Hampir saja air matanya jatuh jika Amelia tidak mati-matian menahannya. 

Adhinatha membuang udara pendek. “Iya sudah, kamu siap-siap lalu ikut papa.” Maka, hari ini Amelia disibukan dengan sederet kegiatan yang dikenalkan Adhinatha sebagai jalan masa depan menuju kesuksesannya. Namun, karena berjauhan dengan buah hatinya maka wanita ini sering tidak fokus hingga membuat Adhinatha memberikan teguran kecil.

“Kalau kamu bekerja seperti ini, papa yakin tidak akan ada orang hebat yang melirik, bahkan kamu hanya akan mendapatkan kekalahan di dunia bisnis dan politik. Kamu harus bisa bersikap sebagaimana seorang pemimpin!”

“Maaf pa, mungkin hari ini Amei memang sedang tidak bisa fokus.”

“Duduklah.” Adhinatha memberikan putrinya waktu untuk bicara tidak seperti Sopia yang serba tegas demi keseimbangan siklus keluarga. Amelia segera duduk di atas sofa yang sebenarnya sangat nyaman, tetapi tubuhnya tidak menemukan kenyamanan sama sekali. Adhinatha memerhatikan berbagai macam gambaran dalam lukisan wajah putrinya hingga dirinya pikir sesekali harus menempatkan diri menjadi teman curhat Amelia, “Ceritakan saja pada papa apa yang membuat kamu cemas?”

“Kenzo, pa. Kenapa papa dan mama tidak biarkan Kenzo bersama kita? Kenzo bukan aib kok pa. Kalau misalnya papa tidak mau orang-orang tahu kan mudah saja, tidak usah bawa Kenzo kemanapun, biarkan Kenzo di rumah.”

“Cara itu memang bisa dilakukan, tapi hanya hitungan jam saja. Kamu tahu sendiri, tamu papa, keluarga besar, semuanya sering datang ke rumah, apa mungkin keberadaan Kenzo bisa dengan mulus disembunyikan?”

“Harusnya papa coba bicara dulu pada keluarga besar kita, mungkin om atau tante siap menerima Kenzo, menjadi orangtua asuh Kenzo saat Amei tidak bisa mengurusnya.”

“Maaf Mei. Tapi kita ditakdirkan hidup di bawah aturan demi masa depan cemerlang kita bersama. Untuk apa papa menyekolahkan kamu jika ternyata papa tidak melihat hasil sekolah kamu.” Adhinatha mulai bersikap dingin setelah sebelumnya seakan mengerti posisi Amelia.

Amelia bergeming hingga beberapa lama karena kalimat yang terlontar dari mulut Adhinatha tidak mengandung solusi sama sekali apalagi menghilangkan kecemasannya terhadap Kenzo, mengikis saja tidak. “Pa, hari ini saja Amei mau sendiri dulu. Boleh kan pa?”

Embusan udara dibuang oleh Adhinatha. “Iya sudah, tapi besok kamu harus sudah siap dari segi fisik dan mental!”

“Terimakasih, pa.” Segera, Amelia meninggalkan gedung tinggi besar salah satu tempat kejayaan ayahnya. Wanita ini sibuk mengenang kebersamaannya dengan Kenzo di sebuah taman kota. Maka, panggilan segera mengudara pada ibu asuh Kenzo. “Kenzo sedang apa?”

“Baru saja tidur, non.”

“Sudah minum susu dan makan, popoknya sudah duganti kan? Jangan lupa mandikan Kenzo sore hari pakai air hangat.”

“Sudah semua non, kecuali mandi karena ini masih siang.”

“Syukurlah. Tolong rutin chat saya ya, katakan kegiatan serta perkembangan Kenzo.”

“Baik non, akan saya katakan mulai sekarang.” Wanita ini sangat mengerti kekhawatiran seorang ibu pada anaknya walau kakaknya mengatakan jika Kenzo adalah anak pungut, tetapi dari sikap Amelia, wanita ini mampu menebak dengan akurat jika balita ini adalah putra dari Amelia.

Setelah mendengar kabar Kenzo hati Amelia cukup tenang. Maka, dirinya mulai merogoh KTP milik Erland. “Aku akan menyusul kamu dan mengatakan tentang Kenzo.” Mobil segera melaju ke alamat yang tertera dalam kartu identitas legal dari negara. Niat Amelia sangat bulat, mengatakan segala hal yang telah terjadi setelah one night stay itu.

Namun, setelah tiba di lokasi ternyata penjagaan kediaman Erland sangat ketat dan formal. “Apa benar ini rumahnya Erland?” Amelia mengintip di dalam mobilnya tanpa berani membuka kaca mobil sedikitpun. Di sekeliling bangunan mewah itu terdapat banyak bendera negaranya, “Erland orang seperti apa?” Isi kepalanya segera berputar, mencoba menebak ini dan itu, tetapi tidak menemukan jawaban sama sekali hingga seorang penjaga menghampiri mobil yang terparkir di tepian kediaman sang tuan.

Kaca mobil Amelia diketuk halus oleh pria berpakaian formal tersebut, jabatannya seperti seorang satpam atau semacamnya, tetapi pakaiannya sangat rapih. Amelia membuka ksedikit kaca mobilnya. “Maaf nona, ini area dilarang parkir.” Kalimat yang segera dilontarkan oleh pria ini.

“Maaf tuan, apa benar ini kediaman Erland?” santun Amelia yang sedang berusaha memposisikan diri di wailayah asing yang barusaja dipijaknya. 

Segera, kedua mata pria ini memicing penuh curiga pada Amelia. “Ada perlu apa?” Datar, dingin dan tegas. Itu adalah sikap yang ditunjukannya.

“Kebetulan saya mengenalnya, tetapi sudah lama sekali tidak melihat Erland.”  

“Maaf nona. Jika tidak ada kepentingan lebih baik Anda urungkan niat menemui Tuan Erland.” Kini hanya sikap dingin yang diperlihatkan pria ini hingga membuat Amelia tidak nyaman, tetapi dirinya harus melanjutkan penyelidikan walau sepertinya tidak semulus dugaannya.

“Apa Erland berada di negara ini?”

“Anda tidak perlu tahu, nona!” tegas si pria.

“Maaf, tapi saya butuh bertemu dengan Erland.”

“Maaf, tidak bisa!” ketegasannya semakin berlipat. Amelia rasa tidak ada cara untuk mencari informasi di wilayah penuh penjagaan ini, bahkan pria yang menatap penuh penyelidikan ini terlihat sangat privasi pada informasi tuannya.

“Baiklah, tapi kalau bertemu dengan Erland tolong katakan wanita yang ditemuinya kurang lebih dua tahun lalu datang mencarinya.” Senyuman palsu ditambahkan, kemudian kembali menutup jendela mobil lalu pergi.

“Siapa Erland. Aku yakin dia bukan pria sembarangan, terbukti dulu saat pertama kali kita bertemu, dia berada di bar eklusif tempatnya manusia berkelas, lalu sekarang rumahnya terlihat sangat formal, bahkan satpamnya saja sangat formal untuk ukuran penjaga keamanan. Aku semakin penasaran pada Erland. Siapa dia?” Tidak habis Amelia memikirkan pria tampan yang membuatnya lupa pada dunia karena hanya merasakan syurga di atas ranjang yang hangat.

“Erland, lambat laun aku akan membuat kamu tahu kalau kamu punya anak dari hubungan kita. Kenzo telah terlahir, dia banyak mengambil wajah kamu. Jadi aku harap kamu tidak akan menolak Kenzo seperti papa dan mama,” sendu kembali merajang karena terpisah dengan sang buah hati. Namun, isi hatinya ini dibuyarkan kala tanpa sengaja mobilnya hampir bertaberakan dengan mobil dari arah lain.

Tin!!!

Klakson panjang itu dibuat oleh si pemilik mobil seiring berlalu, hingga membuat Amelia menggerutu, “Iya, aku tahu aku yang salah karena hampir saja melewati garis batas. Huft!”

Di sisi lain, seorang pria berpaikaian formal keluar dari dalam mobil. Segera, satpam berkata sangat hormat, “Maaf Tuan, tadi ada seorang wanita mencari tuan Erland. Katanya dia adalah wanita yang ditemui tuan Erland sekitar dua tahun lalu.”

Bersambung ....

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Albarra ghifarionald
mengharukan...
goodnovel comment avatar
Tranformer Fatih
sangat sedih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status