“Dengarkan perintah papa kamu.” Sopia segera memihak Adhinatha.
“Tapi Kenzo gimana Ma, besok hari terakhir Amei sama Kenzo.” Amelia mencoba meminta kebijakan dari orangtuanya.
“Mama memberikan waktu sampai besok bukan berarti kamu yang harus menyingkirkan Kenzo. Papa punya banyak antek-antek untuk apa bersusah payah.” Sopia masih mempertahankan sikap tidak pedulinya pada si balita. Selain itu, wanita ini ingin Amelia tetap fokus pada dirinya sendiri demi membangun masa depan cerah.
“Pokoknya besok Amei harus menghabiskan waktu sama Kenzo. Amei janji kok tidak akan bawa Kenzo pulang, tapi izinkan Amei yang pilih orang untuk menjadi ibu asuh Kenzo!” Saat ini Amelia memberanikan diri memerotes pada keputusan ayah dan ibunya demi sang buah hati.
Namun, sikap Amelia membuat Adhinatha menatap sengit. “Sejak kapan kamu jadi pembangkang!”
Saat ini Amelia dibuat tidak tenang sebagaimana seorang anak yang mendapatkan teguran dari ayahnya, tetapi semua yang dilakukannya selalu demi Kenzo. “Maaf pa, tapi untuk urusan Kenzo biar Amei yang selesaikan. Amei mohon, Pa ....” Tatapannya meminta belas kasihan serta pengertian.
“Besok kamu ikut papa," tutup Adhinatha saat keputusannya tidak dapat digugat.
Namun, Amelia belum menyerah. Dia masih meminta belas kasihan. “Pa ..., Amei mohon ....”
Sopia berdesis, “Sudah Mei, Papa mau makan. Ayo, kita makan dulu!”
Amelia menyuap penuh kecemasan karena jika Kenzo jatuh ke tangan orangtuanya mungkin Kenzo akan dibuang kemana saja, andaipun dititipkan ke panti asuhan, pasti kedua orangtuanya tidak akan memberikan informasi apapun. Jadi, Amelia segera mengurung diri di dalam kamar. “Mungkin aku harus pergi membawa Kenzo tengah malam karena besok pagi aku harus pergi sama papa!”
Bibi hendak dipanggil, tapi pasti wanita itu sedang membersihkan ruang makan maka Amelia harus sabar menunggu, sedangkan Kenzo sudah ditenangkan oleh Amanda sejak tadi, anak itu sedang tertidur. “Mama tidak menyangka jika urusan kita serumit ini. Padahal mama kira kita akan hidup bahagia di sini walau tanpa papa kamu.”
Amelia tidak pernah pergi dari sisi Kenzo, hingga pukul sebelas malam bibi baru saja menemuinya saat rumah sudah cukup sepi. “Ada apa, non?”
“Bibi sudah baca chat Amei kan? Bantu Amei bi!”
Wanita ini segera memberikan catatan kecil. “Ini alamat rumah saudari bibi, non pergi saja kesana, setelah di sana jangan lupa hubungi bibi.”
“Iya bi, terimakasih ya. Amei akan pergi malam ini, mungkin sekitar pukul dua pagi, tadinya mau tengah malam, tapi sepertinya Amei masih mendengar suara langkah kaki papa.” Amelia mengecilkan volume suaranya walau percakapan mereka aman di dalam kamar.
“Iya non, tuan masih sering bolak-balik, tadi juga bibi melihat tuan masih di ruang kerjanya.”
“Bi, tolong awasi rumah ya. Kalau sudah aman Amei sama Kenzo akan pergi.”
“Iya, non bisa mengandalkan bibi.” Hubungan yang terjalin antara bibi, Amanda dan Amelia sudah seperti memiliki ikatan persaudaraan. Tali kekeluargaan itu terjalin kala ketiganya menempati atap yang sama di luar negeri, saling mengandalkan satu sama lain.
Maka saat Amelia menerima laporan jika keadaan rumah sudah sepi, saat itulah wanita ini segera bergegas menggendong Kenzo, kemudian menyuap satpam supaya tidak melapor jika dirinya keluar. “Ya Tuhan ..., Amei sudah seperti dikejar setan, padahal misi Amei kini mau menyelamatkan Kenzo!” Mobil berada di bawah kendalinya. Sengaja dirinya tidak mengandalkan sopir supaya tempat tujuannya hanya menjadi rahasianya, bibi dan Amanda karena jika semakin banyak melibatkan orang maka semakin besar kemungkinan langkahnya terbongkar.
Jarak antara kota yang dipijaknya dan kota tempat saudarinya bibi terbilang cukup jauh, jika menempuh perjalanan normal mungkin sekitar lima jam, tetapi karena waktu masih sangat pagi maka jalanan cukup lenggang, pun Amei mampu mengikis waktu lebih banyak. Wanita ini hanya berbekal satu koper yang berisi perlengkapan Kenzo karena tidak banyak waktu yang dimilikinya untuk berbenah dan melarikan diri. “Sayang, mama akan jemput Kenzo lagi jadi Kenzo jangan sedih ya.” Tatapannya begitu kontras oleh air mata hingga terpaksa perjalan mereka harus dijeda, “kenapa sulit ya buat mama berpisah sama Kenzo, tapi kalau mama tidak bisa melepaskan Kenzo hari ini mungkin selamanya mama akan kehilangan Kenzo ....”
Butiran air mata turun tanpa jeda hingga beberapa saat, kemudian Amelia melanjutkan perjalanan hingga akhirnya dirinya tiba di sebuah perkampungan yang cukup jauh dengan perkotaan. “Sulit sekali akses ke perkotaan, bagaimana ibu asuh Kenzo mendapatkan susu?” Keraguan mulai mencambuk, tetapi Amelia tetap melanjutkan perjalanannya. Waktu sudah menunjukan pukul enam pagi, dirinya berhasil mengikis waktu sebanyak satu jam. Langkahnya berhenti kala menemukan rumah sederhana yang memiliki nomor rumah seperti yang tertera dalam catatan yang diberikan bibi. Panggilan video call segera dihubungkan pada salah satu wanita kepercayaannya. “Bi, apa ini rumahnya?”
“Benar non, baru saja bibi menelepon adiknya bibi, ketuk saja pintunya pasti non langsung disambut.”
Amelia segera mengikuti intruksi bibi. Benar saja, kehadirannya segera disambut, pun bibi dan adiknya sempat berbicara sesaat. “Mbak, maaf ya saya titip Kenzo sebentar.” Kalimat berat hati Amelia.
“Silakan non, tapi maaf tidak bisa lama.”
“Tidak apa, saya akan menjemput Kenzo lagi, kabari saja saya kalau bibi mau pergi.”
“Baik, non.”
“Bagaimana dengan susu dan perlengkapan Kenzo lainnya, saya lihat tempat ini minim penjual.”
“Saya bisa pergi ke kota untuk membelinya,” ramah wanita yang kira-kita sesusia dengan Amanda. Amelia tidak bisa berlama-lama di sini karena mungkin ayah dan ibunya sudah mencari.
“Mbak, saya titip Kenzo. Kenzo sering bangun tengah malam, jadi tolong seduhkan susu, jangan lupa popoknya rutin diganti, Kenzo juga sering lapar, tapi sampai hari ini belum mau makan nasi, makannya cuma biskuit atau bubur.”
“Iya non, akan saya ingat.” Masih ramah wanita ini ditambah senyuman.
Amelia mulai menyodorkan sebuah amplop. “Ini uang untuk kebutuhan Kenzo, tolong cukupi semua keperluannya, apalagi susu dan makannya karena saya cuma bekal sedikit, terus amplop yang satunya upah mbak selama dua minggu.”
“Rasanya saya tidak pantas menerima upahnya sekarang, non ....” Wanita ini segera menolak.
“Tidak apa mbak, mungkin mbak juga membutuhkannya.” Percakapan Amelia dan wanita ini hanya yang pentingnya saja. Kini, Amelia mulai melepaskan Kenzo dalam pangkuannya. “Maaf ya sayang, mama pergi sebentar, Kenzo tunggu sebentar ya di sini.” Kecupan sayang mendarat sebelum pangkuan sayangnya beralih.
Tidak sampai satu jam Amelia di rumah sederhana ini, kini dirinya sudah kembali mengendarai mobil menuju arah pulang. Air mata tidak dapat dibendung karena ini pertama kalinya dirinya meninggalkan Kenzo, raganya berpisah dengan sang buah hati.
Sementara, Sopia mulai mengomel, “Amei sudah mulai berani pergi tanpa pamitan, kenapa ya Amei berubah sikap setelah dari luar negeri!” Tatapannya mengarah tajam kepada bibi dan Amanda karena kedua wanita itu dicurigai tidak pernah memberikan batasan pada Amelia seperti perintahnya.
Amanda memberanikan diri bersuara di hadapan Sopia. “Maaf nyonya, mungkin Non Amei pergi ke panti asuhan untuk menitipkan Kenzo.”
“Kenapa kamu seyakin itu?” Tatapan Sopia semakin insten.
“Itu hanya kemungkinan nyonya karena jika bukan ke panti asuhan mungkin saat ini Kenzo masih di sini.”
“Iya, pemikiran kamu memang masuk logika, tapi saya lelah dengan perbuatan Amei kali ini!” Jemarinya menjentik, seketika dua orang pria tinggi besar datang. “Cari Amei, tapi kalau anak saya masih bersama balita, pisahkan mereka!” Sopia tidak main-main ingin menjauhkan Kenzo dari Amelia bagaimanapun kondisinya.
Maka, bibi dan Amanda segera berdoa semoga keberadaan Kenzo saat ini tidak ditemukan.
Bersambung ....
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka