Share

Bab 4. Maaf, Mama Meninggalkan Kenzo

“Dengarkan perintah papa kamu.” Sopia segera memihak Adhinatha.

“Tapi Kenzo gimana Ma, besok hari terakhir Amei sama Kenzo.” Amelia mencoba meminta kebijakan dari orangtuanya.

“Mama memberikan waktu sampai besok bukan berarti kamu yang harus menyingkirkan Kenzo. Papa punya banyak antek-antek untuk apa bersusah payah.” Sopia masih mempertahankan sikap tidak pedulinya pada si balita. Selain itu, wanita ini ingin Amelia tetap fokus pada dirinya sendiri demi membangun masa depan cerah.

“Pokoknya besok Amei harus menghabiskan waktu sama Kenzo. Amei janji kok tidak akan bawa Kenzo pulang, tapi izinkan Amei yang pilih orang untuk menjadi ibu asuh Kenzo!” Saat ini Amelia memberanikan diri memerotes pada keputusan ayah dan ibunya demi sang buah hati. 

Namun, sikap Amelia membuat Adhinatha menatap sengit. “Sejak kapan kamu jadi pembangkang!”

Saat ini Amelia dibuat tidak tenang sebagaimana seorang anak yang mendapatkan teguran dari ayahnya, tetapi semua yang dilakukannya selalu demi Kenzo. “Maaf pa, tapi untuk urusan Kenzo biar Amei yang selesaikan. Amei mohon, Pa ....” Tatapannya meminta belas kasihan serta pengertian.

“Besok kamu ikut papa," tutup Adhinatha saat keputusannya tidak dapat digugat.

Namun, Amelia belum menyerah. Dia masih meminta belas kasihan. “Pa ..., Amei mohon ....”

Sopia berdesis, “Sudah Mei, Papa mau makan. Ayo, kita makan dulu!”

Amelia menyuap penuh kecemasan karena jika Kenzo jatuh ke tangan orangtuanya mungkin Kenzo akan dibuang kemana saja, andaipun dititipkan ke panti asuhan, pasti kedua orangtuanya tidak akan memberikan informasi apapun. Jadi, Amelia segera mengurung diri di dalam kamar. “Mungkin aku harus pergi membawa Kenzo tengah malam karena besok pagi aku harus pergi sama papa!”

Bibi hendak dipanggil, tapi pasti wanita itu sedang membersihkan ruang makan maka Amelia harus sabar menunggu, sedangkan Kenzo sudah ditenangkan oleh Amanda sejak tadi, anak itu sedang tertidur. “Mama tidak menyangka jika urusan kita serumit ini. Padahal mama kira kita akan hidup bahagia di sini walau tanpa papa kamu.”

Amelia tidak pernah pergi dari sisi Kenzo, hingga pukul sebelas malam bibi baru saja menemuinya saat rumah sudah cukup sepi. “Ada apa, non?”

“Bibi sudah baca chat Amei kan? Bantu Amei bi!”

Wanita ini segera memberikan catatan kecil. “Ini alamat rumah saudari bibi, non pergi saja kesana, setelah di sana jangan lupa hubungi bibi.”

“Iya bi, terimakasih ya. Amei akan pergi malam ini, mungkin sekitar pukul dua pagi, tadinya mau tengah malam, tapi sepertinya Amei masih mendengar suara langkah kaki papa.” Amelia mengecilkan volume suaranya walau percakapan mereka aman di dalam kamar.

“Iya non, tuan masih sering bolak-balik, tadi juga bibi melihat tuan masih di ruang kerjanya.”

“Bi, tolong awasi rumah ya. Kalau sudah aman Amei sama Kenzo akan pergi.”

“Iya, non bisa mengandalkan bibi.” Hubungan yang terjalin antara bibi, Amanda dan Amelia sudah seperti memiliki ikatan persaudaraan. Tali kekeluargaan itu terjalin kala ketiganya menempati atap yang sama di luar negeri, saling mengandalkan satu sama lain.

Maka saat Amelia menerima laporan jika keadaan rumah sudah sepi, saat itulah wanita ini segera bergegas menggendong Kenzo, kemudian menyuap satpam supaya tidak melapor jika dirinya keluar. “Ya Tuhan ..., Amei sudah seperti dikejar setan, padahal misi Amei kini mau menyelamatkan Kenzo!” Mobil berada di bawah kendalinya. Sengaja dirinya tidak mengandalkan sopir supaya tempat tujuannya hanya menjadi rahasianya, bibi dan Amanda karena jika semakin banyak melibatkan orang maka semakin besar kemungkinan langkahnya terbongkar.

Jarak antara kota yang dipijaknya dan kota tempat saudarinya bibi terbilang cukup jauh, jika menempuh perjalanan normal mungkin sekitar lima jam, tetapi karena waktu masih sangat pagi maka jalanan cukup lenggang, pun Amei mampu mengikis waktu lebih banyak. Wanita ini hanya berbekal satu koper yang berisi perlengkapan Kenzo karena tidak banyak waktu yang dimilikinya untuk berbenah dan melarikan diri. “Sayang, mama akan jemput Kenzo lagi jadi Kenzo jangan sedih ya.” Tatapannya begitu kontras oleh air mata hingga terpaksa perjalan mereka harus dijeda, “kenapa sulit ya buat mama berpisah sama Kenzo, tapi kalau mama tidak bisa melepaskan Kenzo hari ini mungkin selamanya mama akan kehilangan Kenzo ....”

Butiran air mata turun tanpa jeda hingga beberapa saat, kemudian Amelia melanjutkan perjalanan hingga akhirnya dirinya tiba di sebuah perkampungan yang cukup jauh dengan perkotaan. “Sulit sekali akses ke perkotaan, bagaimana ibu asuh Kenzo mendapatkan susu?” Keraguan mulai mencambuk, tetapi Amelia tetap melanjutkan perjalanannya. Waktu sudah menunjukan pukul enam pagi, dirinya berhasil mengikis waktu sebanyak satu jam. Langkahnya berhenti kala menemukan rumah sederhana yang memiliki nomor rumah seperti yang tertera dalam catatan yang diberikan bibi. Panggilan video call segera dihubungkan pada salah satu wanita kepercayaannya. “Bi, apa ini rumahnya?”

“Benar non, baru saja bibi menelepon adiknya bibi, ketuk saja pintunya pasti non langsung disambut.”

Amelia segera mengikuti intruksi bibi. Benar saja, kehadirannya segera disambut, pun bibi dan adiknya sempat berbicara sesaat. “Mbak, maaf ya saya titip Kenzo sebentar.” Kalimat berat hati Amelia.

“Silakan non, tapi maaf tidak bisa lama.”

“Tidak apa, saya akan menjemput Kenzo lagi, kabari saja saya kalau bibi mau pergi.”

“Baik, non.”

“Bagaimana dengan susu dan perlengkapan Kenzo lainnya, saya lihat tempat ini minim penjual.”

“Saya bisa pergi ke kota untuk membelinya,” ramah wanita yang kira-kita sesusia dengan Amanda. Amelia tidak bisa berlama-lama di sini karena mungkin ayah dan ibunya sudah mencari.

“Mbak, saya titip Kenzo. Kenzo sering bangun tengah malam, jadi tolong seduhkan susu, jangan lupa popoknya rutin diganti, Kenzo juga sering lapar, tapi sampai hari ini belum mau makan nasi, makannya cuma biskuit atau bubur.”

“Iya non, akan saya ingat.” Masih ramah wanita ini ditambah senyuman.

Amelia mulai menyodorkan sebuah amplop. “Ini uang untuk kebutuhan Kenzo, tolong cukupi semua keperluannya, apalagi susu dan makannya karena saya cuma bekal sedikit, terus amplop yang satunya upah mbak selama dua minggu.”

“Rasanya saya tidak pantas menerima upahnya sekarang, non ....” Wanita ini segera menolak.

“Tidak apa mbak, mungkin mbak juga membutuhkannya.” Percakapan Amelia dan wanita ini hanya yang pentingnya saja. Kini, Amelia mulai melepaskan Kenzo dalam pangkuannya. “Maaf ya sayang, mama pergi sebentar, Kenzo tunggu sebentar ya di sini.” Kecupan sayang mendarat sebelum pangkuan sayangnya beralih.

Tidak sampai satu jam Amelia di rumah sederhana ini, kini dirinya sudah kembali mengendarai mobil menuju arah pulang. Air mata tidak dapat dibendung karena ini pertama kalinya dirinya meninggalkan Kenzo, raganya berpisah dengan sang buah hati.

Sementara, Sopia mulai mengomel, “Amei sudah mulai berani pergi tanpa pamitan, kenapa ya Amei berubah sikap setelah dari luar negeri!” Tatapannya mengarah tajam kepada bibi dan Amanda karena kedua wanita itu dicurigai tidak pernah memberikan batasan pada Amelia seperti perintahnya.

Amanda memberanikan diri bersuara di hadapan Sopia. “Maaf nyonya, mungkin Non Amei pergi ke panti asuhan untuk menitipkan Kenzo.”

“Kenapa kamu seyakin itu?” Tatapan Sopia semakin insten.

“Itu hanya kemungkinan nyonya karena jika bukan ke panti asuhan mungkin saat ini Kenzo masih di sini.”

“Iya, pemikiran kamu memang masuk logika, tapi saya lelah dengan perbuatan Amei kali ini!” Jemarinya menjentik, seketika dua orang pria tinggi besar datang. “Cari Amei, tapi kalau anak saya masih bersama balita, pisahkan mereka!” Sopia tidak main-main ingin menjauhkan Kenzo dari Amelia bagaimanapun kondisinya.

Maka, bibi dan Amanda segera berdoa semoga keberadaan Kenzo saat ini tidak ditemukan.

Bersambung ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tranformer Fatih
cerita sangat menarik terus berlanjut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status