Baru saja Tikta melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, ibunya sudah tergopoh-gopoh datang menghampirinya. Wajahnya terlihat pucat. “Ta..Ta” Dia memanggil Tikta, mendekat kearah anak lelakinya yang kini berhenti dan menatapnya dengan wajah kebingungan. “Kenapa bu? Kenapa panik banget?” Tanya Tikta, dia memeluk ibunya dan mengajak wanita paruh baya itu duduk di sofa ruang keluarga rumah mereka. Ibunya masih menatap Tikta, “Apa benar yang ada di berita?” Ibunya bertanya langsung tanpa basa-basi. Tikta terdiam, kemudian mengangguk pelan. “Benar bu..” “Kamu…” “Iya, Tikta memang berselingkuh. Wanita yang sekarang hamil itu kekasih Tikta bu, kekasih Tikta dan tunangan Tikta gak tahu satu sama lain kalau Tikta menduakan mereka.” Ibunya menutup mulut dengan kedua tangannya, terkejut dengan apa yang baru saja Tikta katakan. “Kamu serius ngelakuin hal itu, Ta? Gimana tunangan kamu?” Tikta tersenyum dan kemudian tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan ibunya, “Kenapa ibu peduli? Buk
Nina menatap Catur yang sejak kepergian Tikta tidak bicara sedikitpun, pria itu sibuk dengan ponsel di tangannya. Tikta pamit pulang setelah mendapat telepon dari sekretarisnya tentang dirinya dan Nina yang terlihat masuk ke dalam Rumah Sakit khusus Ibu dan Anak. Tikta berjanji akan kembali dengan segera setelah dia bicara dengan kedua orangtuanya.Catur memilih untuk tidak pulang dan menginap di Rumah Sakit pada akhirnya karena takut para reporter memaksa masuk ke ruang rawat inap milik Nina.“Lo masih mau pura-pura sibuk dengan hp? Bolak balik buka halaman home?” Nina membuka pembicaraan, dia tengah menatap Catur sambil menyilangkan tangan di dada. Catur melirik kearahnya, kemudian menghela napas.“Gue udah minta maaf.”“Yang mana?” Tanya Nina kemudian, dia masih sebal dengan omongan Catur yang menurutnya menyudutkan Tikta secara tiba-tiba.Dia kenal Catur dan ini kali pertamanya melihat pria itu begitu bersikap tidak baik dengan orang yang menurut Nina sudah dia kenal dengan baik.
Nina menatap sekelilingnya, dia baru saja dipaksa untuk masuk ke dalam sebuah mobil pribadi berwarna hitam seorang diri sedangkan Catur dicegah oleh sekitar tiga orang laki-laki di ruang rawat inapnya. Seorang laki-laki mengajaknya pergi menggunakan kursi roda, awalnya Nina memberontak karena dia takut itu adalah akal-akalan reporter saja. Tapi kemudian pria itu berkata kalau dia diminta membawa Nina ke kediaman tikta. Dia sedang berada di ruang tamu sekarang, dimana banyak sekali foto-foto berukuran besar terpajang di dinding. Foto Tikta, seorang pria dan wanita paruh baya. Ini kediaman Tikta. Rumah keluarganya. “Nona Gianina?” Seorang wanita muda menghampirinya dengan perlahan, dia tersenyum pada Nina yang kemudian dengan canggung juga tersenyum padanya. “Saya perawat pribadi di rumah ini, mohon maaf saya bantu untuk melepas infusnya?” Nina mengangguk, dia baru saja sadar kalau dia membawa infus ke rumah ini. Dia tidak sempat mencopot apapun seperti di FTV yang dia tonton keti
Sudah dua minggu sejak Nina keluar dari Rumah Sakit, dia sekarang tengah disibukkan dengan berbagai macam persiapan pernikahan. Setelah pulang dari rumah Tikta dia berdiskusi mengenai pernikahan sampai mereka sepakat untuk melakukan resepsi setelah pemberkatan, yang awalnya hanya ingin resepsi kecil-kecilan kemudian menjadi resepsi megah dan meriah.“Ibu gak bisa Ta kalau gak ngundang semua kolega bapak.” Semuanya berawal dari perkataan ibu yang ini dan kemudian setelah diskusi lagi mereka akhirnya sepakat untuk membuat acaranya megah dan meriah.“Maaf ya Nin malahan jadi gelar pesta rame begini.” Tikta meminta maaf pada Nina yang kemudian tertawa, tidak merasa keberatan.“Aku cuma mikir aja, kita rencana nikah sampai lima tahun aja dan kemudian bercerai. Aku gak enak takut kamu ngerasa rugi.”“Rugi?”“Ini budgetnya besar banget Ta untuk ukuran pesta pernikahan.”“Terus rugi kenapa?”“Rugi karena ujungnya kita pisah dan pernikahan ini cuma bohongan.”Tikta tertawa mendengar Nina, “Nik
Nina dan Tikta sudah merampungkan beberapa persiapan pernikahan, dari mulai Venue sampai katering. Dekor dan segala macam tetek bengeknya juga terpilih, mereka memakai tema putih. Keduanya sama-sama tidak suka ribet, tidak suka sesuatu yang ramai maka ketika ditanya ingin konsep apa keduanya sepakat putih adalah warna yang cocok untuk konsep mereka.Tanggal juga sudah ditentukan, dan kemungkinan pernikahan terjadi di bulan kelima kehamilan Nina. Dengan kekeras kepalaannya dia akhirnya mampu membujuk Julie untuk memakai bahan tulle sebagai gaunnya, dia mengeluh karena di bulan kelima kehamilannya dia naik hampir 4kg.Mual muntahnya sudah tidak ada, namun kini berganti dia menginginkan makanan manis. Nina tidak begitu suka manis, dia suka, hanya saja bukan penggemarnya. Berkebalikan dengan Tikta, pria itu benar-benar suka manis.Kala itu mereka sedang berjalan di Mall, mereka sudah tidak canggung lagi pergi berduaan dan berjalan bergandengan tangan di depan orang banyak. Selain karena m
Nina menatap dirinya sendiri di depan cermin, ini bulan lima kehamilannya. Tingginya 165cm tapi entah mengapa dia terlihat agak bulat karena kehamilannya, melirik lagi, memutar badannya. Ya, dia naik hampir enam kilo selama kehamilan. Bulan lalu ketika dia mengecek si bayi bersama Tikta dokter bilang bayinya sehat, beratnya oke hanya saja bagi dokter Nina terlalu cepat naik berat badan.Dia menghela napas, gaun yang dibuatkan Julie bahkan sudah di revisi dua kali dalam sebulan terakhir. Dia membuka lemari bajunya, menatap semua baju yang tergantung disana, Nina bahkan sudah tidak bisa memakainya lagi.Seluruh bajunya pas badan, begitu dia naik sedikit tidak ada lagi baju yang muat. Dia masih terdiam ketika sebuah telepon masuk ke ponselnya, Tikta.“Nin, udah siap?” Tanya pria itu diujung telepon.“Belum, masih milih baju. Kamu emang beneran mau ikut fitting?” Nina balik bertanya setelah menjawab Tikta, tidak langsung ada jawaban terdengar suara bunyi angin dan kemudian pintu apartemen
Catur masih menunduk di depan Julie, ada rasa malu yang dia rasakan. Malam itu Julie tidak langsung membahas perkara apa yang dia ucapkan karena Nina terbangun, mereka kemudian mengobrol hal lain untuk mengalihkan.Berkali-kali Julie memintanya untuk datang dan menjelaskan apa maksud perkataannya, tapi lagi-lagi nyalinya terlalu kecil untuk hal itu. Dia harus mengumpulkan tekad dulu untuk sampai ke tempat Julie sekarang.Wanita itu terlihat geram, Catur bisa melihat giginya menggeretak bahkan dari tempat Catur duduk.Julie, Catur dan Nina saling mengenal sejak dari London. Ketika Julie dan Nina masih berkuliah disana, mereka sering bertemu dan melakukan banyak kegiatan bersama.“Tur..”“Sorry Jul, gue gak sanggup jujur sama lo secara langsung.” Ucapnya, memotong apapun yang akan Julie ucapkan terlebih dulu padanya.“Lo tahu gak sih apa yang lo lakuin ke Nina?” Julie berkata, wajahnya mengeras, alisnya saling bertaut dan suaranya agak meninggi. Catur bisa merasakan wanita di depannya s
Ini hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Nina dan juga Tikta. Hari yang awalnya ingin mereka lalui secara biasa saja tanpa mewah dan meriah namun akhirnya menyerah pada keinginan kedua orangtuanya.Sejak malam Nina sudah begitu resah, dia sulit untuk tertidur dan entah mengapa bayi di dalam perutnya juga sudah tidak mau diam.Pagi hari, Nina sudah bangun dan orang-orang yang bertugas meriasnya sudah datang. Nina menginap di hotel sebelah venue, bersama dengan keluarga Tikta. Dia duduk di depan meja rias dan mulai di dandani, ketika sedang dirias tiba-tiba rasa kantuk menyerangnya.Dia memejamkan matanya.Hanya sekitar sepuluh detik dan dia membuka matanya, ketika dia membuka mata dari pantulan cermin terlihat wajah Tikta. Pria itu tengah menatap ponsel di tangannya, membiarkan bahunya menjadi sandaran Nina yang terlihat sudah rapi. Nina terlonjak kaget, disusul Tikta yang terkejut juga.“Ya ampun, sudah bangun?” Tanyanya, suaranya yang berat itu terdengar begitu lembut dan dewasa seca