Seno menatap anggota keluarga Zulfikar di hadapannya secara bergantian yang kini tengah menatapnya tak sabar. Lalu, ia tersenyum kecil dan berkata, "Seperti janjiku pada kalian sebelum aku masuk ke dalam ruang operasi kalau aku tidak akan mengecewakan kalian," Menghela napas, Seno melanjutkan, "Aku berhasil menyelamatkan Pak Zulfikar," Mendengar itu, semua orang tercengang! Selagi semua orang membeku tengah mencerna perkataan Seno, suara Seno kembali terdengar, "Kalian sudah boleh masuk untuk melihat kondisi Pak Zulfikar di dalam. Saat ini, Pak Walikota sudah sadar!" Semua orang pun bergegas melangkahkan kaki menuju ruang operasi dan masuk ke dalam dan tiba-tiba... Semua orang mendadak menghentikan langkah begitu tiba di dalam, kembali mematung di tempat masing-masing dengan pandangan lurus ke arah Zulfikar yang tengah duduk tegak di atas ranjang. Walikota itu jelas dalam keadaan baik-baik saja. Malahan, terlihat membaik daripada sebelumnya. Benar apa kata Seno barusan... Seket
Kini, hanya ada Seno seorang diri di ruang operasi itu bersama Zulfikar yang terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang. Operasi dihentikan dan pendarahan memang tidak bisa ditangani. Di titik ini, Seno mengamati keadaan Zulfikar untuk beberapa saat, tiba-tiba ia terbeliak. Kondisi Zulfikar sedang kritis dan harus segera ditolong, kalau tidak... Meski Seno merasa ada yang janggal dengan kondisi Zulfikar, jelas sepertinya Dokter Felix sengaja membuatnya seperti itu. Namun, saat ini bukan saatnya yang tepat untuk memikirkannya. Tanpa berlama-lama lagi, Seno melepas tas usangnya yang ia kenakan dan lalu mengeluarkan sebuah kotak kayu dengan ukiran naga. Di dalam kotak itu, ada 32 jarum yang terbuat dari perak dengan beberapa jenis dan ukuran. Masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Juga minuman keras yang mengandung alkohol 70 persen untuk mensterilkan jarum. Akan tetapi, Seno lebih dulu mengerahkan tenaga dalamnya untuk meringankan beban Zulfikar. Setelah itu, Seno baru m
"Percayakan keselamatan Pak Zulfikar padaku, Marchel!" Jawab Seno pada akhirnya. Nada tegas penuh keyakinan terdengar jelas dalam suaranya. "Aku akan merasa sangat bersalah jika Pak Zulfikar sampai tidak tertolong!" Kemudian, Seno beralih menatap Ratna dan Ibunya secara bergantian. "Kalian percaya jika kakekku bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, bukan? Kakek, telah melimpahkan tugasnya untuk menyembuhkan Pak Zulfikar kepadaku. Jadi, percaya padaku. Seperti apa yang dilakukan Kakek!" Belum sempat anggota keluarga Zulfikar mengambil keputusan, sebuah seruan mencemooh mendadak terdengar. "Coba saja selamatkan Pak Walikota. Paling-paling kamu akan gagal. Nyawa Pak Walikota akan terancam di tanganmu!" Dengan nada mengancam, Farida lanjut bicara, "Tapi, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Pak Walikota, kami semua akan menuntutmu!" Mendengar itu, semua orang terkejut. Wajah-wajah menoleh ke arah wakil walikota yang barusan berbicara itu. Di saat yang sama, sedikit bingung. Buk
Dokter itu mengamati penampilan Seno dari atas kepala hingga ujung kaki. Kemudian, senyum mengejek menghiasi bibirnya dan lalu ia berkata, "Siapa kamu? Apakah kamu punya lisensi medis, Nak? Apakah kamu punya gelar kedokteran? Di universitas mana kamu berkuliah?!" Kesan angkuh terpancar jelas dari balik tubuhnya. Farida, dengan senyum menghina menimpali, "Jika dilihat dari penampilanmu, kau terlihat seperti seorang pria yang tidak memiliki keahlian apa-apa. Bagaimana mungkin kami bisa percaya kalau kamu bisa menyelamatkan pasien? Dengan penampilanmu yang tidak meyakinkan ini?!" Seno tetap tenang menghadapi cercaan Dokter itu dan Wakil Walikota. Namun, ia masih belum berniat membalas perkataan mereka. Kini, ia tengah menerka sesuatu. Mungkin kah Farida dan Dokter itu bekerja sama? Sebab tak ada bukti, tentu saja Seno tak mengutarakan hal itu. Sementara Indah, Marchel dan Ratna tengah memandang Seno dalam diam. Harus kah mereka mempercayai Seno? Apakah Seno benar-benar bisa men
Dokter itu tersenyum lebar seraya memandang semua orang yang ada di situ. Lalu, ia berkata, "Operasi Pak Zulfikar berjalan lancar!" Sontak, semua wajah langsung berbinar-binar. Selagi anggota keluarga Zulfikar mengucapkan terima kasih kepada sang dokter, di tengah kebahagiaan yang menyeruak itu, tiba-tiba seorang suster keluar ruangan operasi dengan panik dan langsung berlari ke arah sang dokter. "Dok, pasien mengalami pendarahan hebat!" seru suster itu tertahan dengan suara dan bibir bergetar. Seketika sang dokter terbelalak diikuti yang lain. Jika pasca operasi seorang pasien mengalami pendarahan hebat, bisa dikatakan jika operasi itu gagal. Kini anggota keluarga Zulfikar langsung lemas bukan main. Kebahagiaan yang baru saja menyelimuti mereka jelas tak berarti apa-apa. Tanpa mempedulikan respon semua orang di sekitarnya, dokter itu bergegas masuk ke dalam ruangan operasi bersama suster. Indah, Marchel dan Ratna refleks melangkahkan kaki mengikuti dokter dan suster itu hend
"Kami tidak mungkin terlalu dekat, apalagi sampai memiliki hubungan, Shin. Aku begitu mengormati Pak Zulfikar, juga istri dan anak-anaknya. Sebab Pak Zulfikar yang sudah mengenal kakek sejak lama, keluarganya jadi menganggapku sebagai sodara. Begitu pula sebaliknya." Jelas Seno. Ada senyum tipis di bibirnya. Pandangan Shinta menyipit penuh selidik sebelum kemudian berkata, "Benar kah?" ada nada tak langsung percaya dalam suaranya. Sebagai sesama wanita, Shinta bisa menangkap gelagat dan sorot mata Ratna yang terasa aneh tadi saat pertama kali dia bertemu dengan suaminya. Seperti rasa bahagia yang tak terkira. Kerinduan yang mendalam. Jika dilihat dari sikap Ratna kepada Seno tadi, menjadi bukti bahwa Seno sepertinya memang diperlakukan baik di rumahnya. Mungkin kah kebahagiaan dan kerinduan Ratna hanya ditunjukan kepada seseorang yang sudah dianggapnya sodara? Juga teman? Melihat raut muka juga respon Shinta seperti itu, Seno lanjut menjelaskan, "Lagi pula, Nona Ratna adalah seor