Share

Janji di Makam

Suasana duka menyelimuti kediaman Megantara. Keluarga, kerabat, kolega dan begitu banyak pelayat yang datang bahkan hingga pejabat pemerintah memenuhi rumah duka sebab semasa hidupnya, Tuan Megantara adalah orang yang terkenal dan juga merupakan konglomerat dengan banyaknya anak perusahaan dan juga banyak membantu negara dari segi ekonomi maupun sosial.

Nampak Diaz sangat sedih, ia adalah kesayangan ayahnya dan yang paling sering membuat ayahnya kecewa sebab dulu selalu saja membangkang tetapi ia berhasil memajukan perusahaan ayahnya tersebut hingga akhirnya menjadi kebanggaan.

Belum lagi keinginan ayahnya untuk menggendong cucu darinya dan Diana, hal itu belum bisa ia wujudkan dan setelah ini ia akan memikirkan bagaimana agar Diana bisa hamil mengingat istrinya itu sempat minggat dari rumah.

"Ma, sebaiknya Mama istirahat di kamar, nanti saat waktu penguburan aku akan membangunkan Mama. Wajah Mama terlihat sangat pucat, atau Mama biar aku buatin teh hangat? Mama mau ya," ucap Diana dengan suara yang begitu lembut, ia sangat prihatin dengan kondisi mama mertuanya yang biasanya terlihat cantik, glowing dan penuh dengan energi positif itu kini justru terlihat begitu rapuh.

Indria menggeleng, ia hanya meminta Diana untuk duduk di sampingnya menemani dirinya sambil menatap jenazah suaminya yang sebentar lagi akan dimandikan.

"Tidak perlu repot-repot, sayang. Mama baik-baik saja dan Mama hanya sedang berusaha untuk tidak meninggalkan papamu sebelum dia selamanya tidak bisa lagi Mama pandangi. Kamu juga sebaiknya istirahat, sudah dari tadi Mama perhatikan kamu terlalu sibuk melayani para pelayat, beristirahatlah Nak," ucap Indria sambil tersenyum lembut pada menantu kesayangannya itu.

Diana menipiskan bibirnya kemudian ia memeluk ibu mertuanya yang selama lima tahun ini begitu baik dan selalu mengerti dirinya. Diana bahkan merasa Indria bukan lagi mertuanya melainkan ibu kandungnya.

Dari arah berbeda, sepasang mata elang Diaz menangkap interaksi istri dan mamanya yang terlihat begitu hangat. Ia bisa melihat senyuman mamanya yang sejak tiba di kediaman ini tidak pernah dilihat olehnya dan istrinya yang tengah memeluk penuh sayang pada mamanya dan tak lupa keduanya bahkan nampak saling memberi support.

'Sumpah demi apapun tidak akan aku lepaskan kamu Di. Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku karena selamanya istriku hanya ada kamu seorang. Aku emang bejat dan bajingan sebab aku memanfaatkan kamu untuk kepentinganku khususnya kebahagiaan orang tuaku, tapi percayalah kamu memegang penuh kekuasaan nyonya Megantara,' gumam Diaz dalam hati.

Andaikan Diaz tahu, Diana tidak butuh sanjungan dan nama besar yang mendompleng hidupnya, ia hanya membutuhkan cinta tulus suaminya. Selama ini Diaz tahu istrinya itu juga jarang menggunakan uang bulanan yang ia berikan jika tidak penting, hanya saja Diaz acuh dan ia memiliki dunia dan kebebasannya sendiri yang tidak bisa diganggu-guguat.

Kini tibalah prosesi pemakaman, keluarga besar Megantara yang terdiri dari satu istri, dua anak, dua menantu dan satu orang cucu tengah berjongkok mengelilingi pusara tersebut dengan tanah yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga cantik.

Hanya ada keheningan di sana tetapi masing-masing dari mereka menyimpan banyak kata dalam pikiran. Beberapa saat kemudian Dewi — kakak Diaz berpamitan untuk pulang lebih dulu sebab ia sedang hamil muda.

Kini tinggallah tiga orang di makam yang masih basah itu, Indria hanya bisa terus membacakan doa untuk suaminya dalam keheningan sedangkan Diana memperhatikan raut wajah Diaz yang lelah dan penuh duka. Jika saja hubungan rumah tangga mereka seperti pasangan suami-istri pada umumnya, mungkin Diana akan memeluk Diaz ... tetapi hubungan mereka tidak sesimpel itu, ada tembok besar dan tinggi yang menghalangi keinginan Diana tersebut.

Indria menatap anak dan menantunya. Ia tersenyum saat Diana membalas tatapannya sedangkan Diaz hanya menatap datar saja pada mamanya yang ia lihat semakin rapuh setelah ditinggal belahan jiwannya. Diaz tidak ingin menunjukkan kesedihan, ia harus menjadi yang paling kuat di sini.

"Diaz, Diana, apakah kalian tahu tanah kosong di sebelah itu sudah Mama pesan untuk milik Mama nanti? Mama sangat ingin berdekatan terus bersama Papa, entah kapan waktu akhir Mama menemani kalian, yang pasti ketika hari itu tiba ingatkah bahwa Mama sudah membeli tanah itu dan makanmkan Mama tepat di sebelah papamu," ucap Indira yang membuat Diaz dan Diana terkejut.

Diana yang berada di samping Diaz langsung berpindah tempat ke samping mertuanya lalu memeluknya dari samping.

"Enggak Ma, jangan ngomong kayak gitu karena Mama akan lama bersama kami," pinta Diana, ia baru saja kehilangan sosok ayah mertua dan kini ibu mertuanya mengatakan hal yang sangat menyayat hati Diana, ia tidak akan membiarkan mertuanya itu terpuruk.

Indria tersenyum saat tatapannya beradu dengan Diaz, seakan ia ingin mengatakan banyak hal dan Diaz langsung menundukkan kepalanya saat melihat senyuman serta ekspresi wajah mamanya yang sepertinya sedang mencoba menegaskan sesuatu.

"Kalian tahu kisah cinta dan rumah tangga Mama dan Papa adalah kisah yang sangat romantis yang bisa Mama ceritakan dengan bangga kepada anak dan cucu, maka dari itu Mama juga ingin kalian seperti itu ...."

Diaz dan Diana saling menatap kemudian dengan cepat Diana menundukkan pandangannya.

'Di ...,' lirih Diaz dalam hati.

Indria nampak menghela napas, ia akan kembali melanjutkan ucapannya. "Mama ingin di depan makam papa kalian harus berjanji untuk hidup bahagia bersama dan jangan pernah terpikirkan untuk saling meninggalkan dan juga kalian harus selalu saling menyayangi dan mencintai tanpa menghadirkan orang ketiga dalam hubungan kalian ... Diaz jaga istrimu ini karena Papa berpesan untuk selalu memastikan hubungan kalian baik-baik saja ...."

Diaz dan Diana saling memandang, rasanya Diaz terus tertohok dengan ucapan-ucapan mamanya yang seakan tahu seperti apa rumah tangganya dengan Diana.

Diana menggigit bibirnya, baru tadi pagi ia hendak meninggalkan rumah itu dan menggugat cerai sang suami, tetapi sore ini di makam, di mana senja hampir berganti dengan sinar rembulan ia diminta untuk saling berjanji.

'Apa aku bisa ya Tuhan? Aku benar-benar tidak sanggup hidup bersama dengan Mas Diaz lagi. Hatiku sudah dibuat hancur dan aku juga tidak bisa mengabaikan perasaan mertuaku yang sudah begitu baik padaku. Aku harus bagaimana?' jerit Diana dalam hati.

Diaz dan Diana kembali beradu tatap, jika suaminya menatapnya sendu maka Diana menatapnya dengan datar. Diaz berdecak dalam hati, sepertinya istrinya masih belum bisa diluluhkan sekalipun oleh mertuanya sendiri.

"Tentu Ma, Diaz dan Diana akan selalu bersama dan akan terus menjaga keharmonisan rumah tangga kami sampai maut memisahkan. Diaz sayang Diana, Ma," ucap Diaz sambil tersenyum kepada sang istri.

Diana sempat terbengang sesaat kemudian ia segera mengalihkan pandangannya. Jika yang berbicara itu adalah Diaz yang belum ketahuan berselingkuh, maka Diana pasti sudah terbang ke awan mendengar ucapan manis Diaz yang selalu ia dambakan. Tetapi ini lain, ia sudah tahu siapa suaminya dan seberapa manipulatifnya dia.

Tidak ada perasaan senang di hati Diana, rasanya hambar lalu berubah menjadi masam. Ucapan Diaz tidak lagi nampan untuk mengobati sakit di hatinya.

'Dia masih marah rupanya. Tidak masalah, selagi ada Mama di dekat kami, dia tidak akan pernah berani pergi. Kamu sudah ditakdirkan untuk menjadi nyonya Megantara, Diana Alisha. Jangan pernah berharap untuk pergi kecuali aku yang melepaskanmu!' ucap Diaz dalam hati.

Indria menatap Diana dengan mata berkaca-kaca. Ia menanti jawaban dari sang menantu. Sebenarnya ada perasaan mengganjal dan dari sorot mata Indria, jelas ia menyimpan banyak beban yang sulit diartikan oleh Diana yang merasa mertuanya itu sedang memikirkan kehilangan sang belahan jiwa.

"Bagaimana denganmu, Di? Apakah kamu bersedia berjanji untuk hidup dan mendampingi anak mama sampai seumur hidup? Sebelum Papa kalian meninggal, dia berpesan agar hidup anak-menantunya selalu rukun seperti kami hingga ajal memisahkan. Mau 'kan berjanji sama Mama dan Papa?"

Diana tergugu, ia bimbang karena hatinya benar-benar sudah ingin lepas dari suami manipulatif dan bejat itu. Tetapi ia benar-benar tidak tega saat menatap kedua mata mertuanya yang selama ini selalu menyayanginya dan mengajarkan banyak hal. Darinya Diana memperoleh kasih sayang dan juga merasakan kembali kehangatan dan kelembutan seorang ibu.

Diana mana tega menghancurkan hati wanita ini. Tetapi bagaimana dengan hatinya sendiri? Haruskah ia menjaga perasaan orang lain lantas mengabaikan perasaannya sendiri?

"A-aku ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status