Beranda / Romansa / Ayo Menikah, Mas Duda! / Bab 77: Pelampiasan

Share

Bab 77: Pelampiasan

Penulis: Mita Yoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 23:00:34

Galih memutar kunci dan menutup pintu ruangannya rapat-rapat. Sunyi. Hanya suara pendingin ruangan yang samar terdengar, seolah memberi ruang bagi keheningan yang memuat banyak rasa di antara mereka.

Aster berdiri terpaku ketika Galih membalikkan badan dan menghampirinya. Tatapan mata lelaki itu tajam, tetapi bukan karena marah, melainkan karena rindu. Ada kerinduan yang dia tahan seharian.

Galih menyentuh wajah Aster perlahan, menyisir anak rambut yang terjuntai di pelipisnya. Jarinya hangat, dan tatapannya melembut saat mata mereka bertemu.

"Malam ini... aku pengen sama kamu terus, Neng," bisiknya, suara serak dan pelan, seolah menyimpan hasrat dan ketulusan dalam satu tarikan napas.

Aster menggigit bibir bawahnya. Pipinya merona. Tangannya mencengkeram ujung kemejanya sendiri, menahan gejolak rasa di dadanya yang tak bisa dia kendalikan.

"Mas Gal... nggak capek setelah kerjaan yang nggak selesai-selesai tadi?" tanyanya pelan.

Aster berusaha mengalihkan suasana, meski matanya tetap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 77: Pelampiasan

    Galih memutar kunci dan menutup pintu ruangannya rapat-rapat. Sunyi. Hanya suara pendingin ruangan yang samar terdengar, seolah memberi ruang bagi keheningan yang memuat banyak rasa di antara mereka.Aster berdiri terpaku ketika Galih membalikkan badan dan menghampirinya. Tatapan mata lelaki itu tajam, tetapi bukan karena marah, melainkan karena rindu. Ada kerinduan yang dia tahan seharian.Galih menyentuh wajah Aster perlahan, menyisir anak rambut yang terjuntai di pelipisnya. Jarinya hangat, dan tatapannya melembut saat mata mereka bertemu."Malam ini... aku pengen sama kamu terus, Neng," bisiknya, suara serak dan pelan, seolah menyimpan hasrat dan ketulusan dalam satu tarikan napas.Aster menggigit bibir bawahnya. Pipinya merona. Tangannya mencengkeram ujung kemejanya sendiri, menahan gejolak rasa di dadanya yang tak bisa dia kendalikan."Mas Gal... nggak capek setelah kerjaan yang nggak selesai-selesai tadi?" tanyanya pelan.Aster berusaha mengalihkan suasana, meski matanya tetap

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 76: Kasak-kusuk

    Keesokan harinya, atmosfer di Dreams Studio terasa berbeda. Suara berbisik-bisik yang berseliweran di lorong kantor membuat langkah Aster sedikit ragu. Beberapa pasang mata menoleh saat dia melangkah. Mata-mata itu memberi tatapan penuh tanya yang cukup mengganggu. Namun, Aster memilih untuk menegakkan kepala dan melanjutkan langkahnya seperti biasa. Dia tak mau terjebak dalam asumsi atau rasa tidak enak hati karena gosip yang entah dari mana asalnya.Dengan tablet di tangan dan beberapa berkas tertata rapi dalam map bening, Aster menuju ruangan Divisi Kreatif yang terletak di lantai dua. Saat pintu dibuka, aroma kopi dan udara sejuk dari AC langsung menyambutnya. Beberapa anggota tim kreatif sudah duduk di kursi mereka, sibuk dengan layar laptop dan moodboard masing-masing.Rein, kepala Divisi Kreatif, sedang berdiri di depan whiteboard, tampak tengah menuliskan beberapa ide konsep iklan. Begitu melihat Aster masuk, dia segera menyambutnya dengan tersenyum ramah.“Pagi, Aster. Sudah

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 75: Undangan Makan Malam

    Aster menatap undangan berdesain minimalis dengan tinta emas itu, jemarinya menyentuh bagian nama penerima: Untuk Bapak Galih Pramudya — undangan makan malam pribadi dari Yuki Yamada.Meski desainnya elegan, maksud dari kartu itu tidak mampu menyamarkan hal yang terlalu pribadi. Di mata Aster, undangan itu jelas-jelas meremehkannya. Aster meletakkannya kembali ke meja dengan sedikit sentakan halus.Galih bersandar di kursinya, memperhatikan Aster yang berdiri di seberangnya dengan ekspresi yang sukar diterjemahkan. “Kayaknya bukan cuma aku yang tertarik sama kamu, Mas,” ujar Aster sambil melipat tangan di dada. “Sampai orang Jepang itu juga terang-terangan ngundang makan malam.”Galih menyipitkan mata, separuh tersenyum. “Kamu cemburu, sayang?”Aster mengedikkan bahu dengan gaya yang terlalu ringan untuk menyembunyikan ketidaknyamanan yang sebenarnya. “Lebih tepatnya kesel sih. Kayak nggak ada cowok lain aja. Kenapa mesti kamu?”Galih tertawa pelan, matanya masih memandangi Aster sepe

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 74: Tidak Ada di Kamus

    Aster mengayun langkah menuju meja Galih. Pelan, dia meletakkan laporan dari semua proyek yang mereka selesaikan bulan itu.Galih menyandarkan punggungnya ke kursi kerja, senyumnya belum pudar sejak Aster datang ke mejanya dan meletakkan tumpukan laporan di sana. Matanya tak bergerak sedikit pun dari wajah perempuan itu. Perempuan yang bukan hanya sekretarisnya, tetapi juga sosok yang mengisi hatinya sejak dia memutuskan untuk menjadi seorang Jamal di masa lalu."Ah, saya lupa kalau sekarang sudah di kantor," ucap Galih dengan nada menggoda, menyeringai santai. "Padahal saya masih pengen mandangin wajah cantiknya calon istri saya."Aster mengerjapkan mata, lalu menunduk pelan, menyembunyikan rona merah muda yang perlahan merambat ke pipinya. Jemarinya merapikan selembar dokumen yang agak miring.“Saya bantu cek jadwal Bapak hari ini,” ucap Aster, suaranya lembut tapi jelas. “Setelah itu, kita bisa luangkan waktu untuk… nonton film, mungkin?”Galih terkekeh ringan. “Nonton film?” ulang

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 73: Proyek Menjaga Hati (2)

    Syuting berjalan tanpa hambatan yang berarti dan selesai menjelang pukul sebelas malam. Para kru mulai merapikan peralatan. Model mulai pamit satu per satu, dan suara bising di studio IV mereda perlahan.Galih menyandarkan tubuhnya di sofa panjang di belakang area set. Kemejanya sedikit kusut, dasinya telah longgar sejak dua jam lalu. Matanya terlihat lelah, tetapi masih bisa memberi tatapan menggebu saat menatap Aster.Aster berdiri tak jauh dari pantry kecil di sudut studio. Dia mengisi dua cangkir kertas dengan kopi hangat dari mesin otomatis. Aroma kopi menyebar ringan di antara dinginnya ruangan studio yang mulai sepi.Dia menghampiri Galih dan menyodorkan secangkir penawar kelelahan dalam bentuk kopi.“Kopi hitam. Satu sendok teh gula. Favorit Mas Gal,” katanya pelan.Galih menerimanya. “Cuma kamu yang hafal detail sampai sekecil itu.”Aster duduk di sampingnya. Mereka berdua menyeruput kopi da

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 73: Proyek Menjaga Hati

    Galih menyambut hangat uluran tangan Bu Shanti, seorang wanita paruh baya dengan gaya elegan dan percaya diri. Dia aadalah pemilik dari brand kosmetik terkenal yang baru saja menandatangani kontrak kerja sama untuk kampanye iklan jangka panjang bersama agensi Dreams Studio Ltd. milik Galih."Selamat, Pak Galih. Kami percaya proyek ini akan sukses besar di masa depan," ujar Bu Shanti sambil tersenyum lebar.Galih membalas senyumnya. "Terima kasih, Bu Shanti. Kepercayaan Ibu adalah kehormatan bagi kami. Tim kami akan selalu berusaha memberikan yang terbaik."Beberapa orang di sisi Bu Shanti, yang merupakan anggota tim marketing dan Public Relations dari perusahaan kosmetik tersebut, turut bertepuk tangan. Mereka tampak antusias, membicarakan rancangan visual yang sebelumnya telah dipresentasikan oleh Divisi Kreatif.Di samping Galih, Aster berdiri dengan anggun dalam balutan setelan blazer warna nude yang senada dengan sepatu hak tingginya. Senyumnya tipis tetapi hal itu sangat menawan,

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 72: Berjuang (2)

    Pagi itu, Aster melangkah mendekati Galih. Senyumnya masih menawan, seperti biasa. "Mas Gal ..." suara merdu Aster menyapa telinga Galih. Galih mendongak. Menatap Aster hingga tatapan mereka bertemu di titik sama. Aster meletakkan kertas yang dibalut pita cantik di atas meja kerja Galih. "Apa ini sayang?" tanya Galih. Galih menatap kertas itu, jemarinya gemetar ketika menyentuh permukaannya yang dingin. Balutan pita warna merah muda itu kontras dengan warna kertas gading yang mewah. Undangan pernikahan. Dan namanya tak tertera di sana. "Itu undangan pernikahan aku, Mas Gal.” Senyum masih menggantung di bibir cantik Aster, tetapi matanya basah oleh air mata yang belum jatuh. Galih menggeleng. "Nggak. Ini nggak boleh terjadi. Aku sayang kamu, Aster. Neng, kamu pasti bohong 'kan?" “Aku minta maaf. Tapi, kita sudahi hubungan kita sampai di sini.” Galih merasakan dunia berhenti berputar. Suara-suara dari luar ruang kerjanya seperti hilang, hanya ada detak jantungnya sendiri

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 72: Berjuang

    Matahari baru saja tenggelam ketika Audi A5 Sportback berwarna merah metalik berhenti di pelataran rumah bergaya kolonial milik keluarga Kesuma. Lampu-lampu taman menyala lembut, menyambut kedatangan Galih yang turun dari kursi kemudi.Dia segera membuka pintu belakang dan mengulurkan tangan pada Jason, yang langsung melompat keluar dengan riang.“Akhirnya, kita ke rumah Nenek lagi! Aku udah kangen sama Mama Dea, Pa!” seru Jason sambil menatap bangunan megah itu dengan mata berbinar.Galih tersenyum singkat. “Iya. Tapi ingat, kamu harus sopan, ya. Jangan lari-lari di dalam. Nenek masih belum pulih banget soalnya. Jangan sampai Nenek marah.”“Siap, Pa!” Jason mengangguk penuh semangat, lalu menggenggam tangan Galih. Mereka berjalan menuju pintu utama, dan sebelum sempat mengetuk, pintu sudah terbuka.“Galih, akhirnya datang juga,” sapa Winda, ibunda Galih, dengan senyum lebar yang terasa penuh tuntutan terselubung.Wanita paruh baya itu mengenakan kebaya modern berwarna gading, rambutn

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 71: Sekarang Kamu Milikku

    Pintu ruang kerja Galih tertutup rapat dengan suara dentum lembut. Di dalamnya, udara terasa lebih panas. Mungkin karena dipenuhi ketegangan yang tak bisa ditepis sejak mereka meninggalkan ruangan Divisi Kreatif.Galih memutar kunci pintu, lalu berbalik cepat. Pandangannya tertuju penuh pada Aster yang berdiri beberapa langkah darinya, masih menunduk, tampak bingung dengan perubahan ekspresi pria itu.Tanpa banyak kata, Galih melangkah cepat, menyingkirkan jarak di antara mereka. Tangannya terangkat, menyentuh lembut sisi wajah Aster, lalu membawa bibirnya mendekat. Memburu dalam ciuman yang dalam, penuh hasrat, seolah ingin menegaskan bahwa hanya dia yang berhak atas gadis itu. Tidak Rein. Tidak lelaki mana pun.Aster terkejut, tubuhnya sedikit menegang, tetapi dia tak menolak. Sentuhan Galih bukan sekadar desakan, tapi juga luka yang baru saja tersentuh. Luka karena cemburu, karena takut kehilangan.Galih mencium lagi, kali ini lebih pelan namun intens. Napasnya berat, menyapu pelip

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status