Suara ayam berkokok terdengar dari arah kebun milik tetangga sebelah.
Seorang gadis tampak menjempur pakaian di halaman samping rumahnya. Rambutnya yang basah tergelung handuk ke atas."Rin, airnya kok mati?" Teriak sebuah suara lain dari arah dapur.Seorang lelaki tampak melongokkan kepala ke arah luar kamar mandi dengan kepala penuh busa dan matanya yang terpejam.Gadis bernama Arini itu beranjak ke dapur dan menengok ke arah token listrik di rumahnya yang ternyata habis. "Listriknya mati, Mas, semalam Rini lupa isi, ini baru mau beli, tunggu ya,"Sementara Rini berlari ke depan, si lelaki tadi hanya menggerutu sendiri di dalam kamar mandi. Mengusap kedua matanya dengan handuk agar tidak perih dan terpaksa menunggu kran showernya hidup.Tak lama berselang, kran shower itu kembali mengalirkan air. Lelaki itu pun lekas melanjutkan kegiatannya di kamar mandi."Huh! Pikun!" Keluhnya gemas sembari menoyor kepala adik perempuannya di dapur."Ya namanya orang lupa kan nggak inget, Mas! Kayak sendirinya juga nggak pikun! Masa, kacamata di kepala masih dicari ke lemari, hahaha," ujar Rini sambil menghangatkan nasi goreng yang dia buat shubuh tadi untuk disajikan pada Dokter Fadli, kakak yang sangat dia banggakan."Sejak kapan kamu pinter ngeles?" Balas Fadli yang masih berdiri di ambang pintu dapur sambil menggosok-gosok kepalanya dengan handuk."Sejak Mas Fadli jadi pikun, haahha,"Fadli hanya tertawa dan berlalu dari dapur untuk lekas berpakain. Dia baru saja menerima pesan dari Suster yang bertugas menjadi asistennya hari ini di rumah sakit yang memberitahu bahwa pasien yang mendaftar untuk berobat hari ini cukup banyak."Mas nasi gorengnya udah Rini hangatkan di meja dapur ya," teriak Arini dari luar.Tak lama Fadli keluar dari kamarnya dengan penampilannya yang sudah rapi. Kemeja biru dan celana bahan hitam. Aroma citrus yang menguar dari tubuh sang Kakak membuat Arini langsung menutup hidung."Mau ke rumah sakit aja pakai minyak wangi segalon, ujung-ujungnya tetap aja wangi obat,""Emang nyengat banget ya wanginya? Ini parfum hadiah dari teman soalnya, sayang kalau nggak dipakai," Fadli mengendus ke arah lengan pakaiannya."Parfumnya nggak pantes dipake buat ke rumah sakit, kalau mau kencan sama cewek tuh baru pas," saran Arini yang menilai bahwa aroma parfum yang dipakai sang Kakak memang terlalu berlebihan. Terlalu menyengat. "Lagian, umur udah tua, udah pikun juga, tapi masih aja jomblo," sindir Arini yang saat itu masih mundar mandir dari kamar ke ruang tengah.Fadli membawa sepiring nasi goreng buatan adiknya ke meja makan yang menjadi satu ruangan dengan ruang TV, dan duduk di sana. "Udah tua gimana? Baru kemarin rayain ulang tahun yang ke tujuh belas, lupa kamu?" Balasnya sambil cengengesan."Pret!" Balas Arini keki. "Masa kalah sama Rini. Rini aja yang masih muda pacarnya banyak, hahaha,""Heh, Mas tuh nggak ganjen kayak kamu ya! Tukang ngibul!""Ih biarin aja, selagi bisa dimanfaatkan kenapa nggak? Lumayan buat jadi tukang ojek Rini antar jemput ke kampus, kan duit ongkosnya jadi bisa ditabung buat nambahin bayar biaya kuliah. Lagian Rini juga nggak sepenuhnya kok bohongin mereka, mereka tahu kalau Rini punya pacar, tapi tetep aja deketin Rini, jadi siapa yang salah?""Yang salah Mas, karena nggak bisa mendidik kamu jadi perempuan yang berpendirian!"Mendengar ucapan serius Fadli, mulut Arini yang terus berkicau langsung kicep."Salah Mas, karena Mas yang belum bisa memenuhi semua kebutuhan hidup kamu dengan baik,"Hati Arini mencelos mendengar ucapan Fadli selanjutnya. Mendadak jadi merasa bersalah. Lagian, tumben banget kakaknya itu baperan pagi-pagi begini? Gumam Arini membatin."Rini nggak maksud begitu kok, Mas," ucap Arini pada akhirnya. Dia beranjak ke arah meja makan dan duduk di kursi samping Fadli.Fadli tersenyum sumringah. Menggenggam sebelah jemari adiknya. "Rin, selama ini Mas nggak melarang kamu pacaran, tapi Mas harap kamu tau batasannya. Dan jangan pernah berbuat jahat pada lelaki apalagi berpikir untuk memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi kita. Hukum karma itu berlaku loh, memangnya seandainya kamu di posisi mereka, suka sama orang lain, tapi ternyata orang yang kamu suka mau dekat sama kamu cuma untuk memanfaatkan kamu aja, gimana perasaan kamu kalau digituin? Enak nggak?"Kepala Arini menunduk, tanda dia mengakui kesalahannya dan menyesalinya."Masalah biaya kuliah, kamu nggak perlu memikirkannya. Itu jadi tanggung jawab Mas sepenuhnya. Mas sudah berjanji sama Almarhumah Ibu untuk menjaga kamu baik-baik. Tugasmu sekarang, kuliah yang bener, belajar yang giat, udah itu aja, eh, ada lagi, jangan lupa urusin kerjaan rumah kalau Mas nggak sempat, hehehe,"Bibir mungil Arini mengerucut. Kakaknya ini, bisa-bisanya masih bercanda setiap kali mereka sedang bicara serius."Selama ini, Mas itu udah banyak berkorban buat Rini, sampai-sampai hubungan Mas dengan Mba Sandra hancur gara-gara Rini. Gimana Rini bisa diem aja, ngeliat Mas banting tulang sendirian untuk memenuhi semua biaya hidup kita. Belum bayar cicilan rumah ini, Rini tuh juga kepingin bantuin Mas, tapi Mas nggak juga kasih izin buat Rini kerja. Seenggaknya kalau Rini kerja, Mas nggak perlu lagi jadi tukang ojek Online kalau pulang dari rumah sakit. Mas jadi punya waktu untuk diri Mas, cari cewek sana..."Lagi-lagi Fadli hanya tertawa. "Buat apa cewek di cari? Toh kalau udah jodohnya juga bakal dateng sendiri, iyakan?""Atau jangan-jangan, Mas bertahan jomblo bertahun-tahun karena Mas masih cinta sama Mba Sandra? Apa perlu Rini datengin Mba Sandra supaya Mba Sandra mau menerima Mas lagi?"Kepala Fadli menggeleng. "Semua ini nggak ada hubungannya sama Sandra. Mas udah mengikhlaskan dia mencari apa yang memang dia inginkan dalam hidupnya. Gaya hidup Sandra itu terlalu tinggi, kamu tau itukan? Jadi, untuk apa Mas mempertahankan dia jika dalam hati Mas sendiri merasa tertekan melakukannya. Jadi, keputusan Mas berpisah dengan Sandra itu bukan kesalahan kamu karena kami yang memang sudah nggak cocok, Rin. Jangan menyalahkan dirimu lagi tentang hal itu ya? Mas aja udah lama kok lupa, kamu masih aja inget-inget,""Iya maaf. Oh ya Mas," ucap Rini tiba-tiba. Gadis itu beranjak dari sisi Fadli, mengambil sesuatu dari kamarnya dan memperlihatkannya pada Fadli."Apa ini?""Itu surat penerimaan magang Rini di perusahaan Agra Corporation, milik Regi Haidar Zaim, CEO ganteng itu loh, yang wajahnya sering muncul di majalah bisnis,"Mendengar nama Regi berserta perusahaan besarnya itu, seketika ingatan Fadli tertuju pada wajah seorang wanita yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya."Kamu yakin mau magang di sana?" Tanya Fadli meragu."Iya dong Mas, itukan perusahaan terbesar kedua di Indonesia, selain karena CEO nya yang ganteng, Rini juga ada teman untuk magang ke sana, jadi nggak sendirian banget,"Fadli mengembalikan kertas di tangannya ke Arini yang masih tersenyum sumringah dan beranjak kembali ke kamarnya.Lelaki itu terdiam di tempatnya duduk, menatap piring nasinya yang sudah kosong.Sekelebat ucapan rekan kerjanya di rumah sakit yang bernama Dokter Ilham kembali terngiang dalam benak Fadli."Regi Haidar Zaim, dia itu teman dekatku sewaktu kuliah dulu, Fad. Kami sudah lama tidak berhubungan semenjak lulus kuliah karena Regi sibuk dengan bisnis keluarganya. Sampai akhirnya, kami kembali bertemu saat Regi tiba-tiba meneleponku malam-malam, suaranya panik dan seperti orang ketakutan. Regi memohon-mohon padaku untuk datang ke rumahnya saat itu juga, dia bilang, istrinya pingsan. Saat aku memberi saran untuk membawa istrinya ke rumah sakit, Regi bilang tidak bisa dan dia tetap memaksaku untuk datang ke rumahnya. Sejak itulah aku tahu apa yang tengah terjadi di kediaman Regi. Untungnya, aku datang tepat waktu, mungkin jika tidak, nyawa istri Regi sudah melayang karena kondisinya yang benar-benar parah,""Kebetulan, waktu itu, aku mengalami kesulitan financial setelah istriku di vonis mengidap kanker darah. Dan Regi yang membantuku membiayai pengobatan istriku sampai ke luar negeri. Itulah sebabnya, aku bersedia membantunya untuk memanipulasi hasil pemeriksaan kesehatan istri Regi selama ini. Tolong, demi aku, jangan pernah mengungkap hal ini ke publik, Fadli. Aku percayakan nasibku dan nasib keluargaku padamu..."Namaku, Tania Andriani.Aku terlahir dari rahim seorang wanita bernama Tazkia Andriani yang kini sudah hidup berbahagia bersama keluarga barunya. Bahkan setelah dia mengasingkan aku hanya karena Ayahku adalah seorang pembunuh.Kedua orang tua angkatku bilang, Tazkia tidak mau merawatku karena dia sangat membenci Ayahku dan berpikir, jika aku sudah besar nanti, aku akan menjadi seperti ayah.Yaitu, seorang pembunuh.Dan semua kekhawatiran itu memang menjadi kenyataan.Kini, aku menjelma menjadi seorang pembunuh tanpa ada siapapun yang mengetahuinya.Aku tidak menyesal menjadi seorang pembunuh karena bagiku, membunuh itu sangat mengasyikkan.Aku sangat menikmati saat-saat di mana mangsaku meregang nyawa secara perlahan-lahan.Memohon, menangis, merintih dan menghiba di hadapanku.Sayangnya, setelah bertahun-tahun berburu tanpa meninggalkan jejak, akhirnya aku melakukan kesalahan fatal saat aku membunuh seorang lelaki bernama Gerald yang ternyata adalah kekasih Cindy, dia adikku. Anak Ta
Seorang gadis berambut panjang bergelombang terlihat berjalan menyusuri trotoar pejalan kaki yang tertutup salju.Dia memasukkan kedua tangannya di balik saku jaket tebalnya.Sesekali bersiul-siul santai sekadar mengusir hawa dingin yang merasuk serta merta. Membuat tubuhnya terus menggigil.Ingin rasanya dia segera sampai di rumah untuk menghangatkan tubuh.Secangkir coklat panas dengan sepotong cake blueberry buatan sang Ibunda terbayang dalam benaknya. Mendadak perutnya jadi keroncongan.Salju yang turun di kota London pada musim dingin kali ini memang cukup lebat dari biasanya. Itulah sebabnya, banyak jalanan ditutup karena badai salju yang tak kunjung berhenti."Assalamualaikum," ucapnya seperti biasa setiap kali memasuki rumah. Meski dia dilahirkan dan menetap di kota yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun sebagai seorang muslim, dia wajib melaksanakan semua yang memang menjadi ajaran Agamanya, yaitu Islam. Dan mengucapkan salam adalah hal penting dalam keluarga merek
"HUKUM MATI FADLI SI PEMBUNUH!""DIA SAMA SAJA DENGAN AYAHNYA!""BAHKAN HUKUMAN MATI SAJA BELUM CUKUP UNTUK MEMBALAS PERBUATAN KEJI MEREKA!""ARAK MEREKA DAN RAJAM SAMPAI MATI!""MEREKA MONSTER YANG SANGAT MENGERIKAN!""PEMERINTAH HARUS SEGERA MENINDAK TEGAS KASUS INI!""JANGAN BODOHI MASYARAKAT LAGI!"Semua masa dari berbagai kalangan turun ke jalan, menyuarakan aksi protes atas ketidakbecusan pemerintah dan aparat kepolisian dalam mengungkap kasus pembunuhan berantai selama ini.Publik kembali dibuat tercengang saat Fadli Al-Hakim, seorang Dokter umum dengan paras tampannya, perilakunya yang sopan, bersahaja dan sangat baik itu ternyata adalah seorang psikopat!Dia lah pembunuh berantai yang sudah menghabisi hampir dua puluh nyawa manusia tidak berdosa dengan cara yang teramat sangat sadis.Melalui bukti berupa jari dan isi tulisan dalam buku diarinya, hari itu Fadli menyerahkan diri kepada pihak kepolisian hingga kabar itu pun menyebar dan memancing emosi penduduk.Wartawan dan masy
Regi terus mencoba menghubungi Fadli saat itu, namun ponsel Fadli tak juga aktif.Dia sudah mencari Fadli ke tempat yang selama ini Regi sediakan untuk Fadli bersembunyi tapi Fadli tidak ada di sana.Dan Regi sudah menduga, Fadli pasti sedang berada bersama Karina saat ini.Itulah sebabnya, Regi mengerahkan seluruh anak buahnya untuk melacak keberadaan Karina sebelum wanita itu benar-benar melakukan sesuatu terhadap Fadli.Regi menduga, tak menutup kemungkinan, Karina akan membunuh Fadli dengan tangannya sendiri sebagai pembalasan dendam atas apa yang telah terjadi kepada kekasihnya, Jervian.Tak lama, saat Regi dan anak buahnya, serta Angela dan timnya pun turut serta mencari kemana Karina membawa Fadli pergi, Regi mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah ibu kandung Fadli.Pesan itu berisi...Aku tau kemana Karina membawa Fadli.Dan melalui bantuan wanita itulah akhirnya Regi berhasil menemukan Fadli dan Karina.Hari itu, tengah malam buta, K
15 MaretUsiaku enam tahun.Hari ini cerah.Tapi, seekor kucing membuatku kesal dengan suaranya yang berisik ketika aku sedang bermain.Aku menangkap kucing itu dan membelah isi perutnya.Ternyata, kucing itu sedang hamil.*17 MaretDua hari setelah aku membelah perut kucing.Hari ini mendung.Ayah memukulku setelah mendapat laporan dari tetangga yang kehilangan kucing dan mengetahui aku yang telah membunuh kucingnya.Ayah memarahiku habis-habisan di depan banyak orang.Aku sangat kesal padanya, tapi Ibu selalu menghalangiku saat aku ingin membalas perbuatan Ayah terhadapku.*25 MaretSatu minggu kemudian.Hari ini gerimis.Ayah mencoba membunuh adikku, saat itu dia sedang mabuk, tapi Ibu menolong adikku, hingga akhirnya, Ibu menjadi bulan-bulanan Ayah.Jervian yang menolong Ibu waktu itu.*21 Januari.Satu tahun kemudian.Hari kematian Ibu.Ayah yang sudah membunuh Ibuku.Lelaki itu menyiksa ibu secara brutal di hadapanku.Begitu melihatku berdiri di pintu kamar, Ibu berlari ke ar
Waktu dua bulan sudah lebih dari cukup bagi Tazkia memulihkan kondisi kesehatan fisik dan mentalnya akibat kematian kedua orang tua dan janin di dalam kandungannya.Kini, Tazkia sudah benar-benar pulih dan bisa beraktifitas normal kembali.Hanya saja, satu hal yang masih menjadi tanda tanya besar dalam benak Tazkia saat ini adalah kepergian Fadli dari kehidupannya.Lelaki itu seperti menghilang di telan bumi bahkan sejak Tazkia sadar dari komanya setelah operasi, Tazkia tak pernah melihat keberadaan Fadli di sisinya.Regi bilang, Fadli ditugaskan untuk menjadi Dokter sukarelawan di desa terpencil yang letaknya berada di pelosok negeri, itulah sebabnya, Fadli akan kesulitan menghubungi Tazkia begitu juga sebaliknya.Tapi logikanya, sesulit apapun sinyal di tempat Fadli mengemban tugas saat ini, masa iya, sudah dua bulan lebih dia tak sama sekali memberi kabar pada anak dan istrinya, satu kali pun?Bukankah itu mustahil?Kembali, entah untuk yang ke berapa ratus kalinya Tazkia menengok