Beranda / Semua / BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK / Chapter 3. Menyusun Rencana

Share

Chapter 3. Menyusun Rencana

Penulis: Bond Monosta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-08 18:20:25

Memasuki pertengahan malam, Moza, Sembi, Resta dan Pak Gandara terlihat duduk melingkari sebuah meja panjang. Keempat orang itu tanpak berbicara dengan serius.

Tok, tok, tok,” suara pintu yang diketuk memecahkan obrolan mereka.

“Permisi,  Pak,” ucap sebuah suara dari balik pintu.

“Silahkan masuk,” ujar Pak Gandara, dan beberapa orang terlihat berjalan memasuki ruangan itu. Mereka lalu duduk di atas kursi yang telah disediakan. Sejenak Pak Gandara melirik pada orang-orang yang hadir di ruangan itu lalu mulai membuka percakapan.

 “Rekan-rekan semua. Sebagaimana telah kita ketahui. Bahwa, pergerakan kita ini sudah berjalan hampir selama 14 tahun lebih. Saya rasa, sekarang hampir mendekati klimaksnya. Dan Pak Gamaliel sebagi pemimpin pergerakan, telah menyerahkan sepenuhnya kepada saya untuk memimpin misi kita selanjutnya. Dan sebagimana kita ketahui, ternyata pemerintah tidak juga menyerahkan kemerdekaan wilayah yang telah kita perjuangkan ini. Berbagai cara halus sudah kita tempuh, dan cara kasar pun sudah kita lalui, tapi hasilnya tetap saja nihil,” ucap Gandara.

 “Lalu. Apa tindakan kita selanjutnya? Rasanya, kesabaran saya sudah habis,” ujar laki-laki yang bernama Sugeng yang telah mengangkat dirinya secara tidak resmi sebagai jenderal.

“Saya punya rencana. Kita culik orang-orang yang berpengaruh di wilayah ini, termasuk Pak Gubernur. Kita ajak mereka berunding secara paksa. Dengan begitu, mereka pasti mau bekerja sama dengan kita untuk melepaskan wilayah ini dari cengkraman orang Republik. Kita bikin Pak Gubernur dan orang-orang itu membuat pernyataan bahwa mereka mendukung pergerakan kita. Lalu, kita menyiarkannya di media masa, dan media sosial lainnya. Karena selama ini, mereka lah yang selalu menghalang-halangi pergerakan kita ini, mereka adalah boneka orang Republik,” ucap Pak Gandara.

“Kapan rencana ini dilaksanakan, Paman?” tanya Sembi sambil menatap Pak Gandara.

“Secepatnya. Tapi, kita harus menyusun rencana ini matang-matang, karena sedikit saja kita melakukan kesalahan, maka akibatnya akan fatal. Kita sudah jenuh dengan pergerakan kita yang belum juga ada hasilnya, dan sepertinya mereka juga sudah jenuh dengan keberadaan kita. Ingat, aksi kita harus berhasil. Kalau tidak, maka kita akan ditumpas habis oleh mereka,” ujar Pak Gandara menegaskan.

Semua terlihat mengangguk tanda mengerti. Pak Gandara mengambil beberapa lembar poto dari dalam lacinya.

“Ini. Kelima orang ini akan kita culik, lalu kita bawa ke hutan tempat persembunyian kita”.

“Lalu. Siapa saja yang akan melaksanakan tugas ini?” tanya Pak Sugeng.

“Kalian semua lah yang akan melaksanakan tugas ini. Makanya saya memanggil kalin semua ke ruangan ini. Sugeng dan kamu Moza, kalin bertugas membawa Pak Gubernur. Kebetulan pada tanggal 12 nanti, Pak Gubernur akan mengadakan rapat dengan para pejabat lainnya di balai kota. Setelah acara tersebut selesai, Pak Gubernur dan rombongannya dijadwalkan akan mengadakan kunjungan ke sebuah wilayah di selatan, kita gunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Di jalan yang melintasi hutan bambu, kita cegat rombongan Pak Gubernur. Selain tempatnya sepi, di sana juga jauh dari keramain. Dan Sembi, Kamu yang membawa Pemilik media ternama di wilayah kita. Kebetulan, pemilik media tersebut juga merupakan salah satu ketua dewan. Yang lain, menculik sisanya. Setelah Pak Gubernur dan yang lainnya membuat pernyataan, kita langsung kirimkan video rekaman mereka pada media tersebut. Dibawah perintah Pak dewan yang kita ancam, media tersebut pasti akan menyiarkannya. Dan untuk mejalankan misi ini, saya menugaskan 250 tentara kita, yang masing-masing akan dibagi kedalam lima kelompok dengan persenjataan yang lengkap. Masing-masing akan membawa 50 tentara, dan saya rasa itu cukup,” ucap Pak Gandara menjelaskan.

Moza yang sedari tadi diam mulai angkat bicara.

“Tapi, Paman. Apakah ini tidak akan mencurigakan pihak pemerintah pusat?” tanya Moza dan terlihat yang lainnya pun menoleh pada Pak Gandara.

“Asalkan kalian melaksanakannya dengan rapi, tentu tidak akan mencurigakan mereka, dan menghambat pergerakan cepat mereka. Ingat, kita berseragam seperti orang biasa saja, tidak perlu memakai seragam kebesaran tentara kita. Ada lagi pertanyaan atau usulan dari rekan-rekan semua?” ucap Pak Gandara sambil melirik pada yang hadir. Moza terlihat melirik dan mulai berbicara.

“Begini, Paman. Saya hanya mengusulkan. Untuk mengalihkan perhatian dan menghambat penyebaran informasi, bagaimana kalau kita ledakan saja beberapa pembangkit listrik di wilayah ini. Untuk waktu peledakannya, berbarengan setelah target utama kita dapatkan, dengan begitu perhatian masyarakat akan sedikit teralihkan dan menghambat penyebaran berita. Dengan begitu, akan banyak ruang untuk kita bergerak,” usul Moza. Mendengar usulan Moza itu, Pak Gandara terlihat manggut-manggut.

“Ya, bagus juga ide kamu, Moza” Pak Gandara lalu melirik pada Sembi “Sembi, tolong setelah ini kamu hubungi Reza, dia pemimpin pasukan kita yang ada di kota. Perintahkan dia sesuai ide Moza tadi,” pinta Pak Gandara pada Sembi.

“Baik Paman,” jawab sembi.

“Adalagi pertanyaan?” tanya Pak Gandara sambil melirik pada yang hadir.

“Paman. Bagaimana kalau pak Gubernur dan orang-orangnya tetap tidak mau bekerjasama dengan kita?” tanya Sembi.

 “Kita lihat saja nanti. Kita pasti punya seribu cara untuk meruntuhkan keteguhan hati mereka. Oke. Saya rasa, untuk pertemun saat ini kita cukupkan sampai di sini. Malam ini, kita istirahat sejenak. Besok pagi, kita berangkat ke markas dan kita matangkan rencana kita di sana. Sembi, jangan lupa hubungi Reza, sampaikan apa yang tadi Moza usulkan,” ujar Pak Gandara sambil mengakhiri pertemuan malam itu dan Sembi mengiyakan. Yang hadir terlihat mengangguk tanda setuju, dan satu-persatu dari mereka telihat  meninggalkan ruangan kecuali Moza.

 “Ada apa Moza? Apakah belum jelas?” tanya Pak Gandara pada Moza yang terlihat seperti sedang memikikan sesuatu.

“Begini Paman. Kalau seandainya Pak Gubernur tetap tidak mau bekerja sama dengan kita. Lalu, apa tindakan kita selanjutnya? Karena kita tidak mungkin membunuh Pak Gubernur. Bisa-bisa, seluruh masyarakat akan mengecam habis-habisan pergerakan kita ini, termasuk sebagian masyarakat yang sudah mendukung kita,” tanya Moza pada Pak Gandara.

 “Ya. Inilah yang sedang saya pikirkan. Tapi, sudahlah. Untuk selanjutnya, kita lihat saja nanti. Yang terpenting saat ini, kita jalankan rencana yang sudah kita buat, semoga saja berjalan dengan lancar,” jawab Pak Gandara.

“Oh, ya, Moza. Sebelum pemberangkatan nanti, kamu cek amunisi dan perbekalan para tentara kita. Jangan sampai hal sepele menghambat pergerakan mereka,” ujar Pak Gandara menambahkan.

“Siap, Paman.”

“Oh, iya, Paman. Sepertinya, kita juga perlu menempatkan beberapa orang di beberapa titik pusat keamanan para tentara republik dan jalan masuk provinsi. Sehingga, jika ada pergerakan atau pengejaran dari mereka, maka kita akan mengetahuinya.” Moza mengusulkan.

“Ya, saya rasa masukan kamu sangat berguna sekali. Kalau perlu, kita suruh juga beberapa orang untuk meledakan beberapa pusat perbelanjaan atau pusat keramaian. Dengan begitu, perhatian pemerintah republik akan teralihkan dari peristiwa penculikan yang kita lakukan.”

Setelah obrolan itu dirasakan cukup, Moza akhirnya berjalan keluar meninggalkan ruangan menuju kamarnya untuk beristirahat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 20. Bertindak Sendiri

    Sore itu Moza terlihat sedang termenung di atas tempat tidurnya. Bagaimana pun juga, dendam di dalam dadanya masih terus bergemuruh. Meskipun, ia sudah mulai nyaman dengan kehidupannya saat ini, tapi selama pembunuh orang tuanya belum ditemukan, dendam itu terus menantangnya untuk terus mencari tahu. “Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, aku harus bergerak,” gumamnya dalam hati. Ia kemudian menghubungi Sembi, dan tidak perlu menunggu lama, terdengar Sembi mengangkat panggilannya. “Ada apa Moza?” “Sem. Kamu tahu, siapa komandan tentara kita yang di tugaskan di dalam kota?” Tanya Moza. “Iya, tahu. Namanya Reza. Nanti saya hubungkan dengan kamu. Tapi

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 19. Satu Hari Bersama Lisa Hallay

    Setelah acara makan itu selesai, ketiganya terlihat meninggalkan restoran dan kembali ke kampus.“Moza. Berapa nomor handphon kamu?” tanya Pak Mario pada Moza sambil menyetir mobilnya.“Saya belum sempat membeli handphon, Pak?”“Terus. Komunikasi dengan Pak Gamaliel, bagaimana?”“Tenang saja, Pak. Saya sudah tahu bagaimana berkomunikasi dengan beliau secara aman,” sahut Moza.“Ya. Kalian memang orang-orang cerdas. Otak kalian seperti ikan salmon yang tidak pernah lupa jalan pulang menuju tempat kelahirannya,” jawab Pak Mario.Mendengar percakapan kedua orang itu Lisa hanya diam, ia benar-benar tidak mengerti tentang apa sebenarnya yang sedang dibicarakan namun itu tidak terlalu ia pikirkan. Mobil itu kini sudah sampai di halaman kampus dan mereka kemudian turun dari dalam mobil.“Moza. Ini kartu nama saya, kalau sudah beli handphon, secepatnya hubungi saya, ya. Da

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 18. Tokoh Tersembunyi

    Pagi itu Moza, Sembi, Resta serta Pak Gandara dan Murry keluar dari sebuah perkampungan dengan mengendarai sebuah mobil warna silver. Setelah berada di jalan raya mobil yang dibawa Murry itu melaju dengan kencang.“Moza. Nanti kalau kamu sudah berada di kampus itu, kamu langsung temui Pak Mario, ia sudah tau akan kedatangan kamu dan kalau ada apa-apa, kamu tinggal bilang saja sama dia. Jangan khawatir, dia orang kita juga,” kata Pak Gandara.“Dan kamu Sembi. Kamu hubungi Master Chie-Tung, dia juga orang kita.”“Wah! Saya tidak menyangka, di universitas-universitas juga ternyata banyak orang-orang kita juga ya,” sahut Resta.“Ya. Kita sengaja menempatkan orang-orang kita di beberapa lembaga pendidikan dan pemerintahan, agar mereka bisa memasukan doktrin-doktrin kita pada para mahasiswa dalam pelajaran-pelajaran mereka. Karena selama ini, pemerintah hanya tahu kalau para pemberontak itu tempatnya di hutan-hutan rimb

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 17. Menyusun Langkah Baru

    Tiga pekan sudah Moza, Pak Gamaliel dan yang lainya berada dalam pelarian. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang dirasakan aman, karena mereka menyadari bahwa para tentara republik kini sedang gencar-gencarnya mencari dan menumpas para pemberontak yang telah banyak meresahkan masyarakat. Moza dan kedua rekanya Sembi dan Resta berada di sebuah kota, sedangkan Pak Gamaliel dan Pak Gandara, keduanya berada di sebuah daerah dekat perbatasan. Sedangkan Murry yang merupakan supir mereka bertugas menghubungkan satu dengan yang lainnya. Sesekali ia mengantarkan barang-barang yang mereka perlukan.Suatu pagi ketika mereka sedang berada di dalam sebuah rumah yang baru tiga hari mereka tinggali. Terlihat Moza dan Sembi sedang sibuk membersihkan beberapa handguns diantaranya Semi Otomatis seperti FN, Pistol Mesin seperti U21 , Revolver dan Deringer. Dari dalam sebuah ruangan Resta muncul dengan membawa dua senjata laras panjang atau Long Guns dan beberapa senapan serbu.

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 16. Kembali Pulang

    Satu jam lamanya mereka menempuh perjalanan menggunakan ojek, turun naik bukit dan melewati hutan serta pesawahan, maklum saja perkampungan itu terletak di sebuah bukit dan dikelilingi oleh gunung-gunung yang jauh dari sentuhan perkotaan. Jalanan yang menurun dan curam terkadang pula menanjak dengan kondisi jalan yang sepenuhnya tidak diaspal hanya berlapiskan tanah merah dan bebatuan yang terkadang membuat ketiganya mengerang kesakitan saat roda motor menerjang bebatuan-bebatuan itu. Setelah melewati perjalanan yang melelahkan itu, mereka kini tiba di sebuah perkampungan lain namun beruntung, jalanan yang rusak penuh bebatuan itu tidak mereka temukan lagi. Aspal hitam yang terhampar di jalanan membuat perjalanan terasa nyaman, sehingga para pengendara ojek itu tidak ragu-ragu lagi untuk memacu kecepatan motor mereka.Mereka akhirnya tiba di sebuah terminal. Setelah memberikan sejumlah uang kepada ketiga pengendara ojek itu, mereka kemudian melangkahkan kakinya. Hingar-bingar

  • BAIT-BAIT CINTA SANG PEMBERONTAK   Chapter 15. Kabar Duka

    Di sebuah pesawahan yang terletak di pinggir hutan terlihat sepasang suami isteri dan seorang anak laki-laki muda tengah sibuk memanen padi mereka yang sudah menguning. Setelah terlalu lama membungkuk saat memotong padi, isteri pak tani terlihat berdiri lalu meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Pandangannya tiba-tiba ia arahkan pada tiga orang laki-laki yang berpakaian mirip tentara keluar dari arah hutan. Sejenak ia terus memperhatikan langkah ketiga orang itu yang mulai mendekat.“Pak. Coba lihat ke belakang. Ada tiga orang keluar dari dalam hutan, dan sepertinya sedang menuju kemari,” kata perempuan itu pada suaminya, dan suaminya terlihat berdiri lalu melemparkan pandangannya ke arah tiga laki-laki yang sedang berjalan menuju tempat mereka.“Iya, Bu. Penampilan mereka terlihat seperti tentara.”Ketiga orang laki-laki itu tampak semakin jelas setelah berada di dekat mereka.“Permisi, Pak, Bu. Maaf kami m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status