"Pengantin baru mestinya tahu walaupun nggak dijelasin," jawab Rasya akhirnya setelah beberapa detik memutar otak mencari alasan. Ranti hanya menanggapi dengan tawa. Bukan karena dia malas memberi komentar, tetapi terlalu banyak tanya yang mengusik pikirannya. Dia selalu memilih diam ketika ingin marah untuk menghindari penyesalan di ujung waktu. Wanita tua itu melangkah keluar kamar mencari ketenangan, berusaha mengalihkan fokusnya dengan menonton televisi. Tentu hal yang saat ini mengusik pikirannya adalah Alana. Apakah anak gadisnya akan selalu bahagia bersama Rasya sehingga melupakan dendam kesumat di dalam hatinya? Bagaimana jika waktu terus berlalu, tetapi dendam itu terus tumbuh dan justru menghancurkan hati Alana. Ranti tahu bahwa anaknya tidak sekuat yang mereka pikir, dia adalah gadis cengeng dan mudah tertekan batinnya. "Rasya, hentikan!" teriak Alana dari dalam kamar menyusul tawa lepas Rasya. Ranti diam-diam menoleh pada pintu kamar yang setengah terbuka itu. Entah ke
"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?"Bella tertawa kecil melihat mantan kekasihnya yang seolah tidak menerima fakta itu. "Alana menjual diri sama Albian. Jadi, dia ngemis cinta sama kasih sayang Al dengan merelakan tubuhnya. Aku sih kasihan ya, kok bisa ada gadis yang mengatasnamakan cinta sampai meloroti harga dirinya?""Oh, jadi Alana ngemis cinta sampai rela ngejual diri?""That's true, kamu benar sekali. Ini bukan aku yang bilang loh ya, tetapi Albian. Tahu sendiri kan kalau laki-laki nggak pernah malu ngakuin hal tabu kek gitu. Jadi ceritanya Alana ini sering nyuruh bahkan maksa Albian datang kalau dia lagi sendiri di rumah. Nah, kalau mereka sudah berdua nih, Alana ngegoda dengan cara ngajakin Al masuk kamar sambil buka baju. Coba deh kamu pikir, Sya, laki-laki mana yang nggak kegoda dalam posisi seperti itu? Jadi, kehamilan Alana itu sama sekali bukan salah Al karena dia sendiri terpaksa. Lucu yah, biasanya cewe-cewe yang diperkosa ini malah sebaliknya.""Kamu nggak malu ngefi
"Nggak usah teriak gitu, Bel. Kamu nggak malu kedengaran sama orang lain?""Alana, tersenyumlah selagi kamu bisa, tetapi ingat kalau aku nggak bakal tinggal diam. Kamu istrinya Rasya, kan? Okey, tunggu saja!" Kalimat ancaman itu keluar di antara gigi Bella yang saling mengatup, kemudian beralih menatap Rasya. "Dan kamu, Sya. Aku emang nggak nemenin kamu dari nol, tetapi kita berjuang bersama selama ini. Kamu kaya, tetapi siapa yang membuatmu jadi lelaki mandiri? Aku sudah berjuang, melawan banyak rintangan dalam hubungan kita, tetapi yang aku dapat hanya sebuah pengkhianatan. Aku melakukan segalanya demi kamu, menghabiskan waktuku hanya untuk kamu bahkan rela masak kalau kamu lagi badmood sama pembantu. Sekarang kamu ninggalin aku demi gadis ini?!""Kamu ngigau, ya? Udah deh mending kamu pulang. Intinya aku nggak ninggalin siapa-siapa demi Alana, jangan sampe gara-gara kamu dia jadi ragu sama aku ya. Pulang sana!" usir Rasya kasar sampai mendorong gadis itu hingga melewati pintu.Dia
Bab 42Sudah dua hari berlalu, tetapi Rasya masih dengan perasaannya. Dia dilema apakah benar mencintai istrinya atau tidak. Jika hatinya terbuka lagi, itu sesuatu yang salah.Rasya tidak ingin membuka hati dalam waktu dekat, dia harus jauh dari luka. Sekalipun Alana adalah orang setia yang disia-siakan, bukan berarti aman bagi Rasya untuk bisa dianggap penting. Lagi pula dia tidak melihat cinta di mata gadis itu.Selama dua hari ini, mereka jarang bicara. Alana pun tidak pernah melakukan pekerjaan rumah dan menghabiskan waktunya di dalam kamar. Ketika gadis itu duduk sendiri di depan rumah karena merasa bosan dengan suasana kamar, Rasya selalu mengambil kesempatan untuk menemaninya sekalipun tanpa saling bicara.Seperti sekarang. Rasya selalu mencuri pandang pada Alana yang hanya menatap lurus ke depan. Dia bingung harus memulai pembicaraan dari mana, padahal biasanya Alana selalu cerewet. Mungkin benar apa yang dikatakan orang bahwa ketika sang istri memilih diam, maka rumah pun aka
"Jadi benar gadis itu istri kamu?!" Mata Devita melotot sempurna, jelas sekali semburat merah di matanya.Jantung Alana seperti ingin copot kalau saja dia tidak berusaha menguatkan diri dengan terus membatin kalau semua akan baik-baik saja. Sekalipun sedikit ragu, tetapi dia merasa kalau Rasya berdiri untuk membelanya.Terutama di hadapan Bella. Alana tahu kalau Rasya sangat membenci mantan kekasihnya. Jadi untuk membalas dengan luka, bukankah lebih baik mengakui hubungan mereka di hadapan Devita? Alana juga masih berusaha menebak watak asli mertuanya karena Rasya begitu berani menjawab jujur."Sudah kuduga, pasti Bella cerita sama Mama. Tapi Mama perlu tahu kalau Alana itu bukan gadis murahan, Bella menuduhnya seperti itu, kan?" Rasya merangkul bahu Alana, lalu melanjutkan, "dia beda dari gadis lain di luar sana. Sekali lagi, Mama nggak boleh percaya sama semua omongan Bella. Udah tahu dia pasti sakit hati sama pilihanku ini, 'kan? Kami putus karena dia yang selingkuh duluan.""Mau g
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Alana merenungi masalah yang dia alami sebelumnya. Pernahkah kalian mendengar sebuah pepatah 'habis manis sepah dibuang'? Selagi masih diperlukan, maka diperlakukan dengan baik. Namun, ketika sudah tidak butuh, dicampakkan begitu saja.Pepatah itu sangat cocok dengan Alana. Kini, dia berkaca pada masa lalu, menyadari terlalu buta akan cinta. Penyesalan, luka dan air mata tiada berarti. Albian melupakan segalanya, lalu menjalin cinta dengan wanita lain.Sekarang dia dihadapkan pada satu pertanyaan tentang cinta. Alana sendiri masih bingung dengan jawabannya, tetapi dia sulit percaya kalau cinta tulus itu benar ada. Bukankah siang pun berganti malam jika sudah waktunya? Maka begitu pula dengan Albian, dia bisa melupakan kekasihnya begitu menemukan mawar yang lebih menawan.Bagi Alana, cinta sama dengan luka dan setelah masalah kemarin, dia sulit membuka hati. Ada perasaan trauma di dalam hatinya sekalipun tahu kalau lelaki yang datang bukan berarti kemba
"Kamu pikir tante Devita itu emang bener baik sama kamu? Aku aja dulu dibenci padahal dari segi mana pun aku jauh lebih unggul, sedangkan kamu, pekerjaan aja nggak punya apalagi uang. Skincare kamu mungkin cuma bedak baby. Jadi, kamu itu cuma mau dimanfaatin!" lanjut Bella lagi.Rupanya gadis sialan itu belum pulang setelah diusir tadi. Padahal jika dia punya malu, tentu tidak akan berani memunculkan batang hidungnya lagi. Hinaan itu, apakah memang benar?"Tante Devita itu licik, seperti anaknya. Kamu harusnya percaya sama aku, kita ini sahabatan dan tentu kamu tahu kalau aku ini sedang berbohong atau tidak. Coba pikir, kenapa aku harus meninggalkan Rasya?""Karena kamu mata duitan, suka caper dan intinya nggak setia. Kamu mandang remeh ketulusan seseorang, kalau tahu dia cinta banget sama kamu, kamu manfaatin. Itu jawabannya!" balas Alana tegas.Dia kesal karena yakin kalau Bella hanya berusaha mengelabuinya. Tentu saja rencana Alana mampu dia baca, tetapi tetap saja dia harus berusa
"Emang ya, kalau orang itu tahu kita beneran kaya, sifatnya langsung berubah. Sekarang itu prinsipnya, bukan cuma kamu good looking, kamu aman," lanjut Rasya lagi memanyunkan bibirnya kesal."Lalu apa?""Kamu kaya, kamu aman. Coba deh kamu pikir, kalau ada orang lagi kumpul-kumpul dalam satu acara, pasti yang paling miskin ada di tempat cuci piring. Ini cerita curhatan dari temen aku ya si Toni, entah dia tahu dari mana juga. Nah, kalau aja si Miskin itu masak dan kebetulan ada yang nggak suka sama dia, pasti dicela padahal enak. Kalau aja di sana ada orang kaya yang kentut, mereka bakal bersikap baik dan nganggap kentutnya itu seharum kasturi. Menurut kamu gimana, betul kan yang aku bilang ini?"Alana tertawa kecil, ternyata Rasya itu orangnya lucu dan tidak jahat seperti yang dia duga. "Ya mungkin, sih. Cuman bukan berarti aku nganggap kentut kamu seharum kasturi ya, enak aja!""Eh, apa ini tutup hidung segala?!" protes Rasya begitu Alana menutup hidungnya dengan kedua tangannya.S