Home / Thriller / BARTER PENGABDI SETAN / Bab 06 Kembali ke Alam Nyata

Share

Bab 06 Kembali ke Alam Nyata

Author: Jenar Moksa
last update Last Updated: 2022-03-07 20:41:13

Ketiganya keluar menampakkan diri satu per satu dari balik  jerami,  tepat di samping rumah Mbah Lasiem. Kemudian, masuk lewat pintu belakang seperti pada saat mereka keluar  untuk berangkat tadi. 

Bapak dan Winarno mengikuti langkah Mbah Lasiem masuk, kemudian duduk bersila menghadap meja. Mbah Lasiem lincah memindahkan sesuatu ke dalam kain putih. Dia mengambilnya dari wadah sesaji yang memang ada di atas meja. Tampak berbagai macam bentuk ada botol-botol kecil berisikan wewangian media yang di perlukan klien.

Mbah Lasiem mengulurkan sesuatu yang dibungkusnya tadi, pada Winarno, tetapi Winarno seperti masih terhipnotis, dia geming membisu dengan pandangan kosong. Hingga satu sikutan Bapak mendarat di lengannya dengan keras! Sontak membuat Winarno tersadar! Dia langsung menerima pemberian Mbah Lasiem. Wajah Winarno terlihat begitu lelah, bibirnya pucat, mungkin dia masih merasakan efek keperkasaannya tadi.

"He he! Hehehehe! Sepertinya, anakmu lelah, San!”

Bapak tersenyum seraya melirik kondisi fisik  Winarno. Rupanya anaknya tidak setangguh dirinya dulu, membuatnya ingin mengejek dan tertawa! Seperti yang dilakukan oleh Mbah Lasiem.

"Berikan dia syarat, Mbah. Biar sedikit bugar," pinta Bapak membuat Mbah Lasiem kembali terkekeh geli.

Suasana terasa mencair tidak setegang saat baru sampai. Sesekali Bapak berbincang hal yang tidak penting. Hingga mengundang tawa khas perempuan tua itu, di sela-sela saat Mbah Lasiem menjelaskan, detail syarat khusus yang harus Winarno lakukan, nantinya.

Mbah Lasiem mengambil satu botol air mineral, yang memang sudah ada berjejer rapi di samping meja ritual. Kemudian, dia  membuka  tutup air mineral berukuran sedang itu, lalu membacakan matra. Selang beberapa menit kemudian, dia meniupkan kodam jopa-japu matra ke dalam botol itu hingga tiga kali.

“Cuh!Cuh!Cuh!”

Terlihat asap hitam masuk ke dalam air mineral, tetapi tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.

"Ini, minumlah. Sisakan sedikit untuk membasuh wajahmu," ucap Mbah Lasiem seraya terkekeh geli.

Bapak kembali menyikut lengan Winarno dengan kasar. Sontak membuat Winarno terperanjat dan langsung menerima uluran tangan Mbah Lasiem. 

"Cepat, minum. Sisakan sedikit untuk membasuh wajahmu,” Bapak memperjelas dengan nada membisik.

Tidak menunggu titah kedua kalinya, Winarno menenggak, seperti yang dipinta.  Setelah itu keajaiban langsung terjadi, dalam sekejap kesadaran Winarno terlihat kembali pulih.

Malam kian larut, Bapak berpamitan setelah semuanya dijelaskan tadi, oleh Mbah Lasiem. Keduanya sudah dipersilahkan untuk pulang, malam itu juga. Suasana di sekitar rumah Mbah Lasiem sangat sepi. Mungkin karena tidak ada satu pun rumah penduduk yang menyalakan lampu, jadi seakan-akan tidak ada rumah lain. Hanya rumah megah Mbah Lasiem yang tampak terang benderang. Padahal siang  tadi begitu ramai, banyak warga berjalan kaki dan  lalu-lalang kendaraan. Mungkin milik warga desa setempat? Atau desa sebelah? Entahlah.

"Bagaimana, Win? Sudah bisa menyetir, kan?" tanya Bapak saat sudah berada dekat mobilnya.

"Hem, bisa." Winarno menjawab singkat seraya mengusap wajahnya, lalu menerima kunci yang diulurkan oleh Bapak.

Mbah Lasiem menghantarkan kepergian kliennya hingga pelataran. Setelah membunyikan klakson, mobil perlahan meninggalkan halaman rumah itu. Mbah Lasiem terkekeh, matanya membulat sempurna menatap mobil kliennya kian jauh meninggalkan gubuk bambu miliknya. Tawanya memekik memecah keheningan malam, hutan belantara. 

Mobil terus melaju, akhirnya sudah melewati batas desa Karang Anyar. Winarno mempercepat laju kendaraan meninggalkan desa itu. Bapak tidak melakukan ritual pamit lagi, di bawah gerbang. Kini mobil sudah memasuki jalanan desa lain dengan deretan rumah penduduk yang menyalakan lampu. Leher Winarno terasa begitu kaku, karena sejak tadi tidak bisa menoleh, apalagi menengok ke belakang pun, bicara.

Masih lumayan jauh perjalanan menuju rumah. Mungkin mereka akan tiba saat hari sudah mulai terang. Sepanjang perjalanan Bapak tampak tertidur. Hingga akhirnya Bapak terjaga saat menyadari bahwa sudah tampak semburat jingga penghantar pagi.

"Win, nanti di Desa Wonosari  berhenti sejenak." Bapak memberikan titah.

"Iya--- di pasar kriek, Pak?"

"Iya---"

Desa Wonosari tinggal beberapa kilometer lagi. Akhirnya sampai juga mereka di pasar kriek(tradisional) yang dimaksud. Winarno memperlambat laju kendaraan, kemudian memarkirkan mobilnya dibahu jalan. Winarno turun, dia mendekati seorang pria yang berdagang buah pisang. 

"Monggo, matang di pohon, Mas. Tidak usah khawatir. Monggo dibeli untuk penglaris."  

Pedagang pisang itu begitu antusias  mempromosikan dagangannya, saat melihat Winarno kian mendekatinya.

"Dengan Kang siapa, ini?" tanya Winarno ramah.

"Karto, Mas. Sepertinya kok, sampean ini bukan orang sini, ya?"

"Iya--- saya dalam perjalanan, Kang." Winarno menjawab sekenanya. Seraya memilah beberapa sisir pisang kluthuk. Dengan tingkat kematangan sesuai. 

Pria setengah baya, mengenakan kaus lengan panjang dengan setelan trining biru  itu antusias, sumringah tersirat sepagi itu sudah mendapatkan calon  pembeli dengan dandanan modis.

"Berapa harganya, Kang?" 

"Lima ribu saja, satu sisirnya. Biasanya sih, saya jual tujuh ribuan, Mas."

"Wah, terima kasih. Aku dikasih murah, dapat diskon, ini." Winarno menggoda.

"Iya--- gak apa-apa, biar gangsar jualan saya."

Winarno memilah empat sisir pisang, dengan cekatan Kang Karto mengaitkan tali di antara celah pisang. Kemudian, menerima uang lima puluh ribu, dari  Winarno. 

“Mas! Kembaliannya!” panggil Kang Karyo.

Namun, Win geming hingga kembali Kang Karyo mengulang. 

“Ambil saja, Kang! Anggap saja sedekah dariku!” Winarno menoleh saat menjawab.

“Alhamdulillah, Gusti! Kok, ada orang sebaik itu!”

Setelah itu terlihat Kang Karyo mengibaskan uang ke atas pisang-pisang  dagangannya berulang seraya berkata, "Laris! Laris!" Dengan lantang.

Winarno tergesa meningalkan tempat itu dan masuk ke dalam mobil, kemudian perlahan meninggalkan pasar tradisional. Bapak terus saja melihat ke arah kaca belakang, mengamati Kang Karto, si pedagang pisang tadi, tampak begitu senangnya mendapatkan rezeki nomplok.

"Alhamdulillah, Gusti!" jerit Kang Karyo seraya merapikan gulungan uang kertas, warna merah.

Kang Karyo barusan memungut uang dari tanah tepat di samping dagangan. Sangking senangnya sampai-sampai dia menempelkan uang itu tepat di jidatnya. Kang Karyo girang bukan kepalang.

Bapak terbahak seraya menepuk pundak Winarno. "Tidak lupa dengan nama orang tadi, Win---?”

Bersambung ....

Sulawesi Senin, 07Maret 2022

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jenar Moksa
keren banget ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 18

    *Tujuh belas tahun kemudian.Malam itu kembali keduanya memadu kasih, libido wanita ayu itu membuncah. Jemarinya mengusap lembut rahang kekar Winarno, dengan rakus Rahayu mencecap leher kokoh dengan deretan bulu halus menghias. Tangan Winarno bergerak lincah, bermain sesuka hatinya ke segala penjuru.Rahayu sedikit menjauhkan tubuh Winarno, berat hati pria dengan sorot mata tajam melepaskan pelukannya, seraya mendesis, "Sayang ...." Rahayu berjalan ke sudut ruang, kaki jenjang tanpa alas kaki dan tubuh tanpa sehelai benang pun berjalan di bawah temaram redup bohlam kamar. Sesampainya, jemari Rahayu menyalakan VCD player. Lagu milik Mariah Carey terdengar lirih . Akan tetapi, cukup meredam desahan keduanya tidak terdengar dari luar kamar. "Sudah tidak sabar, ya ...." Rahayu menggoda. Tiada jawaban, Winarno hanya menyeringai, lalu meraih tubuh Rahayu secara kasar dan menjatuhkan di atas ranjang empuk. "Sayang ...." "Mas ....""Rahayu, Sayang----" "Oh,

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 17 Merencanakan sesuatu

    “Dung, ya Tuhanku.” Rahayu membatin seraya menengok ke arah bawah.Untung saja tiada yang mengetahuinya, secepatnya Rahayu meninggalkan tempat itu. Cekatan bahkan nyaris berlari dia menuju anak tangga, menuruni tergesa. Suasana hening, memang terasa berbeda. Seperti ada khodam menjadi penghuni toko elektronik itu.Rahayu sejenak berdiri di depan pintu kamar, dia menarik napas dalam-dalam lalu membuka pintu dengan sangat hati-hati. Sesampainya di dalam Rahayu kemudian masuk dan merebahkan diri seperti tidak terjadi apa-apa. Namun, tetap saja ada yang mengganjal Rahayu membenamkan wajahnya dalam dada Winarno, mencoba mengusir rasa takutnya.Cukup lama mata Rahayu enggan terpejam, otaknya masih mengingat jelas apa yang dilihat tadi. Deretan sesaji dan ranjang berselimut beludru lantai bak ret karpet yang akan menyambut Nyai Ratu dan pasangannya. Pemandangan itu terus saja berkutat menjejal otak, enggan lenyap."Mas ...!" Rahayu mencoba mengus

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 16 Malam pertama yang syahdu

    Rahayu membuang napas, apalah daya dia tidak berani mengusik apa pun itu. Dengan hati diliputi rasa campur aduk dia kembali menutup pintu kamar dari dalam. Belum juga dia membalikkan badannya, pelukan Winarno menyambutnya hangat."Aduh, Mas!""Rah ....”"Mengagetkan tahu, gak!?""Maafkan, suprise bukan?""Iya, sih. Tapi ....""Apa, Sayang?""Kenapa harus gelap-gelapan, sih?""Kan suprise, Sayang.""Berarti kalau gelap gak—""Iya, mana bisa lama jika terang, iya enggak?""Hemmm...."Keduanya saling bertukar tanya jawab masih dengan posisi berdiri dan tubuh Rahayu tersandar di daun pintu akibat impitan tubuh kekar Winarno. Napas Winarno memburu jemarinya mulai nakal menggerayangi. Rahayu sesekali menggeliat, pikiran tadi sudah lenyap dari otaknya. Terbayar oleh belaian cinta suaminya.Winarno membopong tubuh Rahayu menuju pembaringan. Dengan mesra Rahayu bergelayut di leher kekar milik suaminya. Seperti biasa

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 15 Kejanggalan

    # Kejanggalan❤️Bapak dan Ibu sudah terlebih dahulu sampai di toko. Mereka sudah berada di dalam, tentu saja keduanya bisa masuk karena kunci duplikat. Ibu terlihat antusias menyambut kedatangan Winarno beserta keluarganya. Saat mobil pick up biru tiba. Sudah lumayan lama perempuan tua itu tidak bertemu dengan cucunya, bahagia menyelimuti hatinya seiring senyuman meluas sempurna saat kedua bocah lelaki itu masih mengenalinya."Eyang!"Keduanya berteriak dari jendela mobil, sesat kemudian tergesa membuka pintu mobil lalu berhamburan keluar."Oalah, cucuku. Arya .... " Ibu menyambut seraya melebarkan kedua tangannya."Eyang ...."Ibu terlihat bingung seraya mengusap wajah kedua bocah lelaki yang terlihat laksana pinang dibelah dua. Wajahnya tampan, mirip Winarno, dengan rambut bergelombang menghias."Ini, yang Arya mana? Wiguna mana?" tanya Ibu sambil menggandeng tangan keduanya masuk."Aku, Arya Kusuma, Eyang!""Aku, Wiguna Kus

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 14 Pindah ke Toko

    #Pindah ke Toko Hari ini Winarno tidak pergi lagi, berhubung semua sudah finis. Malam di lewati bersama keluarga kecilnya. Kenangan tinggal di rumah jauh dari kata layak akan segera berakhir. Tinggal menghitung jam.Keempatnya duduk di tempat favorit, satu-satunya. Mereka menonton televisi, Rahayu dan Winarno menemani kedua jagoannya hingga akhirnya film animasi kesukaan mereka usai.“Ayo, ayo! Semua masuk ke kamar. Cepat tidur besok kita sudah pindah!” Rahayu memberikan titah.“Horeee! Horeee! Besok, Bunda?” Celoteh anaknya bertanya dengan polosnya.“He-emm, iya, besok!”“Asyik! Kita akan pindah!” Dua bocah itu berkelakar penuh bahagia seraya masuk ke kamar. Tingkah polos itu mengundang senyum di sudut bibir Rahayu.Sementara Winarno asyik dengan sebatang rokok di celah jemarinya. Menyaksikan keluarga kecilnya yang begitu antusias. Ada bangga dalam benaknya, bisa kembali memberikan fasilitas layak untuk anak-anak. Winarno mengambil gelas kopi, kemudi

  • BARTER PENGABDI SETAN   Bab 13 Nafkah Batin Nyai Dasimah

    #Nafkah Batin NyaiDasimah.Winarno meluaskan senyum, sesekali meraba rahang kokoh miliknya, kemudian mengusap bulu-bulu halus yang tumbuh di area itu, walau sudah coba bersikap biasa, bayangan Nyai Dasimah mengambil separuh hatinya. Permainan ranjang yang sangat luar biasa, dia tidak pernah sekalipun merasakan hal seperti itu selama berhubungan intim dengan Istrinya.***"Win, kamu jangan pulang malam, ini!" teriak Bapak dari lantai dasar, ruko miliknya. Beliau mengingatkan."Iya!" Winarno menjawab singkat seraya menuruni anak tangga, setelah mengunci pintu kamar atas.Keduanya berjalan beriringan keluar, Winarno mengantarkan kepergian Bapak untuk pulang. Seharian beliau memantau anaknya menata barang hingga selesai. Winarno menemani hingga pelataran yang sepi karena hujan rintik-rintik, perlahan mobil putih meninggalkan dirinya seorang di toko berlantai dua dengan sentuhan kesan elegan, minimalis.Toko elektronik sekaligus menjadi huniann

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status