RWinarno menurut saja, dia seperti hilang kesadaran. Laksana seekor sapi yang dikeloi(cucuk tali hidungnya) menurut saja. Berulang kali dia menelan saliva saat satu demi satu helai pakaian lepas dari tubuh indah sang Ratu. Dari kemban, selendang kemudian yang terakhir kain jarik batik. Sontak membuat mata Winarno menyalang dia menatap dengan begitu bernafsunya.
Nyai ratu melepaskan mahkota yang sedari tadi menghias silaukan mata! Memancarkan kilau cahaya! Kemudian Nyai Ratu meletakkan di sudut ranjang. Sementara helai kain tampak berserakan di atas permadani berwarna emas.
Selang beberapa saat dia melangkah ke sudut meja, meraih satu gelas berwarna emas, lalu menuangkan isi teko. Kemudian diberikannya gelas itu pada Winarno, yang sedari tadi mematung membisu takjub. Mengamati tubuh bugil dari ujung kaki sampai ujung rambut. Betis jenjang dan jari-jari kaki nan seksi, membuat Winarno menelan saliva berulang kali, jangkungnya naik turun, hingga terdengar onomotope saliva. Kemudian segera Winarno menenggak isi gelas itu hingga tandas.
Tidak lama kemudian, wanita yang terlihat laksana bidadari itu merebahkan diri. Telentang di atas sprei beludru hijau. Begitu menggoda saat dia menggigit satu telunjuknya yang lentik. Selang beberapa menit
kemudian, Nyai Ratu memberikan isyarat! Agar Winarno segera melepas pakaian yang dikenakan. Spontan Winarno dengan tergesa melepaskan. Hoodie juga setelan celana jeans biru yang membuatnya macho. Bola mata indah Nyai Ratu membulat, dia tampak mendadak rakus seraya menjulurkan lidahnya, tidak sabar ingin segera dicumbu.
Winarno merangkak naik ke peraduan, membelai lembut mahkota indah Nyai Ratu, yang panjang tergerai menjuntai nyaris menyentuh lantai. Kemudian menghirup ujungnya. Aromanya sangat harum, keharuman yang tidak pernah sekalipun tercium di dunia nyata. Membuat birahi pria mana pun menggelinjang di atas awan menanggalkan iman-Nya.
Winarno begitu beringas, melampiaskan hasrat nafsunya, pun Nyai Ratu tidak kalah binalnya sangat hot! Sepertinya Nyai Ratu sudah berabad-abad lamanya, tidak mendapatkan sentuhan belaian sayang seorang pria.
Sangat lama keduanya memadu cumbu dalam kasih penuh deru nafsu birahi.Tidak seperti manusia pada umumnya. Rupanya Winarno begitu perkasa. Hingga akhirnya ujung klimaks pun tercapai. Keringat membasahi tubuh keduanya. Tubuh Nyai Ratu membulat sempurna, terlihat bak porselen putih bersinar saat bermandi peluh.
Setelah selesai melakukan hubungan seks, Nyai Ratu terlihat semakin cantik. Winarno cekatan kembali mengenakan pakaian setelah mendapatkan isyarat, tapi tidak dengan Nyai Ratu, dia masih polos tanpa sehelai benang pun. Masih rebahan dengan posisi menyamping tangannya menyangga kepala. Dia memandangi tubuh Winarno penuh takjub.
Sepanjang melakukan hubungan seks tadi keduanya tidak berinteraksi bicara, sepatah kata pun. Hanya suara desahan keduanya bersahutan. Menggema dalam kamar yang didominasi oleh warna emas dan tirai-tirai hijau, menari mengikuti gemulai angin. Seakan ikut berdansa melihat sang Ratu di cumbui rakus oleh bangsa manusia!
Setelah selesai mengenakan pakaian, tanpa menunggu titah, Winarno berjalan keluar. Meninggalkan kamar yang begitu indah, berhiaskan mutiara di langit kamar, dengan dinding berhias stalagmit menyala emas terpapar temaram lampu. Diri Winarno seperti terhipnotis. Hingga tidak menyadari bahwa lantai batu yang laksana keramik kaca yang tadi di lewatinya, sudah berubah bentuk.
Kembali menjadi bebatuan hitam yang dipenuhi lumut. Mungkin usianya sudah ratusan tahun. Tempat para Emban dan Dayang-dayang cantik tadi bersimpuh, sekarang hannya bongkahan batu besar yang berjejer. Pun pengawal.
Bahkan Winarno pun harus berulang kali membungkukkan badannya, agar kepalanya tidak terluka oleh tajam stalagtit yang menghiasi langit gua. Sementara kelelawar hitam penghuni gua itu terbang ke sana ke mari. Aroma pesing mendominasi.
Sementara itu di luar, mulut gua yang tadi lebar, kini sudah mengecil. Hanya bisa dilewati satu orang, itu pun harus dengan cara menunduk jika masuk.
Tampak Bapak dan Mbah Lasiem duduk bersimpuh di tempat yang awal tiba tadi. Mereka menghadap ke jejeran canang-canang sebagai media sesaji. Dupa masih mengepul, entah itu yang ke berapa kalinya Mbah Lasiem menyalakan. Keduanya menunggu ritual wajib yang harus dilakukan oleh Winarno hingga selesai.
Akhirnya Winarno muncul dari mulut gua yang berukuran kian sempit oleh impitan stalagtit. Ketiganya tidak ada berinteraksi bicara. Mbah Lasiem berdiri, dia berjalan paling depan.
Bapak dan Winarno mengikuti. Sesekali Bapak melirik, dia melihat wajah anaknya sangat lelah. Akan tetapi, dia tidak punya rasa iba. Karena Bapak pun pernah merasakan hal yang sama. Semuanya ter bayarkan setimpal oleh kenikmatan yang dia dapatkan, rasakan.
Tanpa disadari, gua tadi hilang dari pandangan mata telanjang. Menyisakan hutan belantara, hanya ada batu besar di sana yang terlihat sebagai penanda.
***
Sementara itu di dalam gua, seorang wanita tua sedang mengenakan satu persatu pakaiannya, di atas batu pipih. Dia berulang kali terkekeh, tawanya memekik menggema membuat kawanan kelelawar terbang hingga saling bertabrakan! Dia mengingat bangsa manusia tadi yang telah begitu rakus menikmati tubuh tuanya. Sekarang kulitnya kembali keriput dengan kopak mata menggantung. Sungguh tidak elok di pandang, akan membuat takut siapa saja yang melihat. Apalagi saat dia memamerkan deretan gigi hitamnya.
Pemandangan itu membuat bulu kuduk siapa pun menggeridik, karena takut akan tampilan sosoknya yang sebenarnya.
Gelas berwarna emas di atas meja itu terlihat dirambati belatung, berdesakkan keluar dan masuk. Saat perempuan itu menuangkan isi teko dengan warna senada. Kemudian dia meminumnya, seperti yang di lakukan Winarno tadi. Terdengar oponame hewan kecil dari dalam mulutnya, saat giginya mulai menekan mahluk kecil dan lucu itu.
Setelah itu dia mengambil tongkat, lalu mengamati cawan emas berukuran jumbo berisikan air di dalamnya, dan juga kembang setaman. Air itu terlihat berputar bahkan mendidih dengan asapnya kian mengepul, sesaat setelah japu matra keluar dari bibirnya, sontak keajaiban terjadi. Bayang ketiga bangsa manusia tadi sedang berjalan menuju dunia nyata di bawah temaram remang cahaya rembulan malam.
*Tujuh belas tahun kemudian.Malam itu kembali keduanya memadu kasih, libido wanita ayu itu membuncah. Jemarinya mengusap lembut rahang kekar Winarno, dengan rakus Rahayu mencecap leher kokoh dengan deretan bulu halus menghias. Tangan Winarno bergerak lincah, bermain sesuka hatinya ke segala penjuru.Rahayu sedikit menjauhkan tubuh Winarno, berat hati pria dengan sorot mata tajam melepaskan pelukannya, seraya mendesis, "Sayang ...." Rahayu berjalan ke sudut ruang, kaki jenjang tanpa alas kaki dan tubuh tanpa sehelai benang pun berjalan di bawah temaram redup bohlam kamar. Sesampainya, jemari Rahayu menyalakan VCD player. Lagu milik Mariah Carey terdengar lirih . Akan tetapi, cukup meredam desahan keduanya tidak terdengar dari luar kamar. "Sudah tidak sabar, ya ...." Rahayu menggoda. Tiada jawaban, Winarno hanya menyeringai, lalu meraih tubuh Rahayu secara kasar dan menjatuhkan di atas ranjang empuk. "Sayang ...." "Mas ....""Rahayu, Sayang----" "Oh,
“Dung, ya Tuhanku.” Rahayu membatin seraya menengok ke arah bawah.Untung saja tiada yang mengetahuinya, secepatnya Rahayu meninggalkan tempat itu. Cekatan bahkan nyaris berlari dia menuju anak tangga, menuruni tergesa. Suasana hening, memang terasa berbeda. Seperti ada khodam menjadi penghuni toko elektronik itu.Rahayu sejenak berdiri di depan pintu kamar, dia menarik napas dalam-dalam lalu membuka pintu dengan sangat hati-hati. Sesampainya di dalam Rahayu kemudian masuk dan merebahkan diri seperti tidak terjadi apa-apa. Namun, tetap saja ada yang mengganjal Rahayu membenamkan wajahnya dalam dada Winarno, mencoba mengusir rasa takutnya.Cukup lama mata Rahayu enggan terpejam, otaknya masih mengingat jelas apa yang dilihat tadi. Deretan sesaji dan ranjang berselimut beludru lantai bak ret karpet yang akan menyambut Nyai Ratu dan pasangannya. Pemandangan itu terus saja berkutat menjejal otak, enggan lenyap."Mas ...!" Rahayu mencoba mengus
Rahayu membuang napas, apalah daya dia tidak berani mengusik apa pun itu. Dengan hati diliputi rasa campur aduk dia kembali menutup pintu kamar dari dalam. Belum juga dia membalikkan badannya, pelukan Winarno menyambutnya hangat."Aduh, Mas!""Rah ....”"Mengagetkan tahu, gak!?""Maafkan, suprise bukan?""Iya, sih. Tapi ....""Apa, Sayang?""Kenapa harus gelap-gelapan, sih?""Kan suprise, Sayang.""Berarti kalau gelap gak—""Iya, mana bisa lama jika terang, iya enggak?""Hemmm...."Keduanya saling bertukar tanya jawab masih dengan posisi berdiri dan tubuh Rahayu tersandar di daun pintu akibat impitan tubuh kekar Winarno. Napas Winarno memburu jemarinya mulai nakal menggerayangi. Rahayu sesekali menggeliat, pikiran tadi sudah lenyap dari otaknya. Terbayar oleh belaian cinta suaminya.Winarno membopong tubuh Rahayu menuju pembaringan. Dengan mesra Rahayu bergelayut di leher kekar milik suaminya. Seperti biasa
# Kejanggalan❤️Bapak dan Ibu sudah terlebih dahulu sampai di toko. Mereka sudah berada di dalam, tentu saja keduanya bisa masuk karena kunci duplikat. Ibu terlihat antusias menyambut kedatangan Winarno beserta keluarganya. Saat mobil pick up biru tiba. Sudah lumayan lama perempuan tua itu tidak bertemu dengan cucunya, bahagia menyelimuti hatinya seiring senyuman meluas sempurna saat kedua bocah lelaki itu masih mengenalinya."Eyang!"Keduanya berteriak dari jendela mobil, sesat kemudian tergesa membuka pintu mobil lalu berhamburan keluar."Oalah, cucuku. Arya .... " Ibu menyambut seraya melebarkan kedua tangannya."Eyang ...."Ibu terlihat bingung seraya mengusap wajah kedua bocah lelaki yang terlihat laksana pinang dibelah dua. Wajahnya tampan, mirip Winarno, dengan rambut bergelombang menghias."Ini, yang Arya mana? Wiguna mana?" tanya Ibu sambil menggandeng tangan keduanya masuk."Aku, Arya Kusuma, Eyang!""Aku, Wiguna Kus
#Pindah ke Toko Hari ini Winarno tidak pergi lagi, berhubung semua sudah finis. Malam di lewati bersama keluarga kecilnya. Kenangan tinggal di rumah jauh dari kata layak akan segera berakhir. Tinggal menghitung jam.Keempatnya duduk di tempat favorit, satu-satunya. Mereka menonton televisi, Rahayu dan Winarno menemani kedua jagoannya hingga akhirnya film animasi kesukaan mereka usai.“Ayo, ayo! Semua masuk ke kamar. Cepat tidur besok kita sudah pindah!” Rahayu memberikan titah.“Horeee! Horeee! Besok, Bunda?” Celoteh anaknya bertanya dengan polosnya.“He-emm, iya, besok!”“Asyik! Kita akan pindah!” Dua bocah itu berkelakar penuh bahagia seraya masuk ke kamar. Tingkah polos itu mengundang senyum di sudut bibir Rahayu.Sementara Winarno asyik dengan sebatang rokok di celah jemarinya. Menyaksikan keluarga kecilnya yang begitu antusias. Ada bangga dalam benaknya, bisa kembali memberikan fasilitas layak untuk anak-anak. Winarno mengambil gelas kopi, kemudi
#Nafkah Batin NyaiDasimah.Winarno meluaskan senyum, sesekali meraba rahang kokoh miliknya, kemudian mengusap bulu-bulu halus yang tumbuh di area itu, walau sudah coba bersikap biasa, bayangan Nyai Dasimah mengambil separuh hatinya. Permainan ranjang yang sangat luar biasa, dia tidak pernah sekalipun merasakan hal seperti itu selama berhubungan intim dengan Istrinya.***"Win, kamu jangan pulang malam, ini!" teriak Bapak dari lantai dasar, ruko miliknya. Beliau mengingatkan."Iya!" Winarno menjawab singkat seraya menuruni anak tangga, setelah mengunci pintu kamar atas.Keduanya berjalan beriringan keluar, Winarno mengantarkan kepergian Bapak untuk pulang. Seharian beliau memantau anaknya menata barang hingga selesai. Winarno menemani hingga pelataran yang sepi karena hujan rintik-rintik, perlahan mobil putih meninggalkan dirinya seorang di toko berlantai dua dengan sentuhan kesan elegan, minimalis.Toko elektronik sekaligus menjadi huniann