BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN
04.Sejak kejadian siang tadi, aku hanya diam mengurung diri di dalam kamar. Menahan lapar dan haus hanya karena takut jika sewaktu-waktu pemilik kuku dan telapak kaki misterius itu muncul tiba-tiba.Hari sudah mulai sore, tapi mas Zaki belum juga pulang. Di dalam ruangan yang tidak begitu luas seperti ini, lama-lama membuat bosan.Ragu-ragu aku membuka jendela kamar. Menghirup udara segar yang tertiup dari luar memberikan suasana hati sedikit tenang. Selama disini tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan hanya sekedar memasak dan bereskan pondok kecil dua lantai ini.Deru langkah kaki terdengar menginjak daun-daun kering dari arah jalan. Aku mengintip, memastikan siapa yang datang. Senyumku mengembang, ketika melihat mas Zaki sudah pulang.Aku berjalan sedikit berlari menuruni tangga, menyambutnya kedatangannya dengan.senang."Assalamualaikum." Suara mas Zaki mengucapkan salam."Wa'alaikumsalam.""Maaf ya pulangnya kesorean." Ucapnya tulus."Gak apa-apa Mas." Aku mengikuti langkahnya menuju dapur."Gimana hari ini?""Seperti biasa, bosan." Aku meringis cangung."Kalo bosan nanti malam ikut aja ya." Tangannya meraih gelar air yang aku berikan."Ikut kemana Mas?" Tanyaku penasaran. Mas Zaki mengambil handuk yang aku berikan."Perkumpulan di rumah mang Adam." Jawabnya lalu pergi menuju kamar mandi.Setiap beberapa bulan sekali para pemilik kebun karet dan kelapa sawit di tempat ini selalu rutin mengadakan perkumpulan, biasanya mereka akan saling bertukar informasi mengenai penjualan atau perawatan kebun-kebun mereka._____Selepas sholat isya, aku dan mas Zaki bersiap untuk pergi menghadiri rapat bulanan petani karet di rumah mang Adam.Sekitar 1 jam perjalanan akhirnya kami sampai di tempat tujuan, suasana di sana sudah lumayan ramai. Kami menyapa bapak-bapak yang tengah duduk berkumpul di sana. Ternyata bukan cuma laki-laki saja yang hadir, ibu-ibu pun banyak juga yang ikut serta.Mas Zaki duduk bergabung dengan para tamu yang datang. Sementara aku memilih pergi ke halaman belakang untuk membantu ibu-ibu yang tengah sibuk di dapur.Di setiap perkumpulan seperti ini, biasanya akan ada hidangan sederhana yang di buat atau di beli oleh tuan rumah dari uang iuran anggota kelompok.Semakin lama semakin banyak tamu berdatangan. Tidak lama kemudian, bu Sri pemilik kebun yang berdekatan dengan mas Zaki pun datang bersama suaminya.Aku menyapa wanita setengah baya itu, lalu duduk dan sedikit berbincang-bincang dengannya. Yang awalnya hanya berdua mengobrol, satu persatu ibu-ibu di ruangan ini juga ikut bergabung.Canda tawa meramaikan suasana malam ini, para bapak-bapak di luar sana pun terdengar riuh dengan canda tawa.Sejak tadi aku hanya menjadi pendengar yang baik, sesekali ikut tertawa ketika mendengar gurauan mereka."Eh, ibu-ibu udah tau belum kalo kemarin di sungai ada jasad korban pembunuhan." Kami semua memutar pandangan ke arah wanita yang berbicara tadi."Oh itu, iya kemarin saya lihat. Katanya bukan di bunuh tapi di jadikan tumbal orang pan ....""Ssttt ... Jangan di sebutkan Bu, pamali." Bu Sri memberi tahu. Semua orang di sini tiba-tiba berwajah puas ketika mendengar perkataan wanita bertubuh tinggi tadi, aneh sekali memang siapa yang dimaksud tadi?"Eh iya, maaf saya lupa." Jawab ibu tadi."Aku loh jeng, tadi pagi mau masak ayam sudah tak bersihkan. Bumbu sudah aku siapkan. Eh, ayam ku hilang.""Lah kok bisa wak?""Ya gak tau, bingung kali aku itu." Ibu berlogat Batak itu terlihat bingung."Ikhlaskan saja, kak. Potong lagi nanti."Aku pun antusias ingin ikut bercerita kejadian kemarin malam, belum sempat berbicara sudah keduluan oleh bu Sri."Di kebunku itu jeng kalo malam ramai sekali seperti pasar." Cicitnya sembari duduk sampingku.Semua orang di tempat ini saling bercerita satu sama lain. Bukan menggibah atau menceritakan aib tetangga melainkan pengalaman mistis atau hal-hal yang di luar nalar yang mereka alami.Ternyata bukan aku saja yang mengalami kejadian aneh di tempat ini, bahkan hampir ibu-ibu di sini pun juga sama. Bahkan lebih seram dan membuat bulu kudu merinding.Sebenarnya aku ingin menanyai bu Sri. Tapi niat itu aku urungkan, kurang pantas rasanya jika menanyakan seputar masalah dapur. Kalau pun itu bu Sri yang memasak, Apa urusannya denganku.Mas Zaki, menghampiri diriku, dia mengajakku pulang. Sebab malam sudah semakin larut jam dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam.Kami berpamitan untuk pulang terlebih dulu kepada pemilik rumah dan para tamu yang datang._______Kami mengendarai kuda besi milik mas Zaki, melewati perkebunan karet yang gelap nan rindang. Udara dingin yang berhembus menembus masuk kedalam pori-pori kulit.Cahaya sinar bulan yang terlihat dari cela-cela pepohonan, menambah suasana seram malam ini.Kuk ... Kuk ... Kuk ....Suara burung hantu terdengar di setiap tepian jalan. Entah mengapa, perjalanan pulang terasa lebih lama berbeda dengan tadi saat berangkat terasa sangat cepat."Dek. Kamu takut?" Suara mas Zaki memecah kesunyian di tengah-tengah perjalanan kami."Gak, kok. Cuma dingin aja." Jawab ku bohong. Dan sambil terus memeluk erat lingkar pinggang mas Zaki."Dek!""Hmm.""Jangan menoleh ke kiri ya, tutup aja matanya kalo takut." Mas Zaki memberitahu."Emangnya kenapa mas?" Tanyaku penasaran."Nurut aja, nanti di rumah mas ceritain." Pangkasnya."Iya." Jawabku malas. Rasa penasaranku sangatlah tinggi mengalahkan rasa takut ku saat ini.Tanpa menghiraukan ucapan mas Zaki, aku menoleh ke arah kiri. Terlihat hamparan kebun sawit yang tertata rapi, tampak sebuah pondok kayu yang sudah tua dan tidak terawat lagi di tepi jalan yang kami lalui.Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan."Aaaaa ....! Aku berteriak sekencang mungkin.-------Bersambung.BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN05.Sorot lampu motor, sekilas menyinari, seseorang yang berada di pintu rumah itu. Aku memperjelas penglihatan ini, ketika motor yang kami kendarai melintas tepat di depannya.Sosok laki-laki kurus berperawakan tinggi dan mengenakan baju serba hitam, tengah berdiri dan. "Aaaaa ....!" Aku berteriak sekencang mungkin dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan.Mas Zaki terkekeh geli mendengar teriakanku. "mangkanya, nurut kalo di kasih tau. jangan ngeyel." Ucapnya meledek."Gak lucu tau." Aku mencerbikkan bibi, merasa kesal dengan suamiku itu. "Mas, yang tadi aku lihat itu orang atau bukan?" Tanyaku lagi."Demit.""Demit?" Tanyaku kembali."Iya, apa lagi kalo bukan demit. Rumah itu sudah puluhan tahun tidak ada yang menghuni." Aku terkejut dengan penjelasan mas Zaki. Aku bergidik ketika mengingat kembali sosok yang menyerupai manusi tadi. Seorang laki-laki dengan tubuh tergantung di tengah pintu, bola mata yang terbelalak dengan lidah menjulur.Sesekali
BAU MASAKAN DI TENGAH HUTAN06.Mas Zaki menarik tubuh ini menjauh dari depan pintu. Jantungku berdebar, tangan dan kaki masih sedikit gemetar."Mahluk apa itu mas?" Aku bertanya dengan terbata-bata.Belum sempat mas Zaki menjawab, terdengar suara mahluk itu melompat ke atap ini, berjalan kesana kemari di atas sana. Aku menatap mas Zaki dengan wajah takut.Suamiku itu berjalan menuju jendela, menyibakkan tirai dan mengintip keluar. "Sini dek." Menyuruhku untuk mendekat.Dengan langkah gemetar aku berjalan menuruti perintahnya. Dari balik jendela aku melihat makhluk yang begitu menyeramkan dan sangat menakutkan.Matanya begitu tajam menatap ke arah kami, tubuh hitam penuh bulu itu kembali melompat dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain.Kikikik ... Kikikik ...."Astaghfirullah. Mahluk apa itu mas.""Itu namanya ...." Mas Zaki menghentikan ucapannya. "Ah, besok saja aku beritahu." Sambungnya lagi.Hening, kami sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. "Apa yang memb
Angin kencang di luar sana begitu riuh, suara gemuruh angin beradu dengan bunyi ranting dan daun yang berhamburan. Gelapnya malam dan dinginnya angin menggambarkan kesunyian di tempat ini.Ranting-ranting yang terhempas mengenai atap memantulkan bunyi dentuman. Malam ini terasa sangat dingin, aku menarik selimut untuk menutupi separuh tubuh.Sejak pagi tadi mas Zaki belum juga kembali, sudah di hubungi berkali-kali akan tetapi tidak aktif dan selalu diluar jangkauan.Teringat akan nomor misterius yang tadi bicara mengancam membuatku tidak nyaman, padahal seingatku di sini tidak pernah sekalipun bermasalah dengan siapapun.Ini pengalaman pertama untukku di dalam bangunan yang berada di tengah hutan dan baru kali ini aku di tinggal lama oleh mas Zaki. Bukan tidak takut, tapi ini semua karena salahku sendiri yang tidak mau ikut ketika tadi pagi di ajak pergi.Mata rasanya sudah sangat mengantuk tidak sanggup lagi menunggu kepulangan mas Zaki, lagipula suamiku selalu membawa kunci cadangan
.Semenjak kejadian mimpi itu, aku semakin takut dan rasanya ingin segera pergi dari tempat ini. Akan tetapi mas Zaki menolak saat aku menyampaikan usulanku untuk membangun rumah di kota.Alasannya belum mendapat pekerjaan yang cocok untuk mengurus perkebunan miliknya. Tidak ada alasan untukku membangkang kepada keputusan mas Zaki.Meskipun sudah menceritakan kejadian yang aku alami, dari bau masakan hingga teror mahluk yang mengerikan, bahkan telpon misterius dan mimpi aneh yang terjadi beberapa waktu lalu.Menurutnya itu hanyalah tahayul, halusinasi semata. Meskipun sudah menunjukkan batu berukuran kecil berwarna hitam yang di berikan oleh gadis yang bernama Bainong di dalam mimpi.Seperti biasa aku berada di rumah seorang diri, karena hari ini mas Zaki pergi memanen buah kelapa sawit. Dia berangkat sejak pagi bersama kedua rekannya.Melihat halaman rumah berserakan dengan daun-daun kering aku bergegas membersihkannya. Aku menoleh saat mendengar suara motor yang mendekati pondok.Ter
Suara tawa mahluk berbulu itu datang kembali. Aku menoleh ke arah mas Zaki yang mudah sekali tertidur baru saja dia bangun sekarang sudah mendengkur.Dengan perasaan takut aku berjalan menuju jendela kamar ini, tanpa berpikir panjang lagi aku menyibakkan gorden melihat siapa gerangan tertawa malam-malam seperti ini.Cahaya bulan menerangi gelapnya malam di luar rumah. Remang-remang masih bisa aku melihat meskipun samar. Dengan penuh kewaspadaan aku terus mencari dari kanan dan kekiri seterusnya sampai akhirnya mata ini menangkap sesuatu.Bayangan hitam tengah berdiri membelakangi ku dibawah sinar rembulan, dia berjalan terseok-seok Lalau membalikan badannya ke arahku. Mataku membulat ketika melihat sosok mahluk yang menyeramkan itu.Dia menyeringai menujukan gigi dan taringnya yang tajam, mata merahnya melihat bringas ke arahku.Aku bergidik ngeri, melihat mahluk yang kini berada di hadapanku itu. Kuku tajamnya membuat bulu kuduk meremang. Telapak tangan mendadak dingin dan berkeringat
Pagi ini aku mulai berkemas, rencananya beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah orang tua mas Zaki untuk sementara sampai waktu yang tidak ditentukan."Udah siap dek?""Udah Mas." Aku menunjukkan beberapa tas yang sudah terisi penuh oleh baju.Saat kami sibuk memasukan beberapa bawaan ke atas mobil, dari ujung jalan terlihat dua sepeda motor mendekati pondok."Onde, pengantin baru. Mau alan-alan ya?" Salah satu pemilik motor itu mebercanadai kami."Iya dong sekali-kali alan-alan, emang situ kerja terus." Jawab mas Zaki terkekeh."Terus giman sama kita Zak?" Tanya laki-laki yang biasa di panggil dengan sebutan Uda Anas itu bertanya."Ya gak tau, lah kok tanya saya.""CK, awak serius Zaki!" Ucap Uda Anas kesal."Tau ni, ngelawak terus. Kita kekurangan tenaga manen ini." Laki-laki bertubuh tambun yang bernam Malin ikut menimpali."Pak Abdul kemana?" Tanya mas Zaki penasaran."Gak tau, tadi kita udah kesana, rumahnya kosong gak ada orang." Uda Anas memberi tahu."Duh, gagal dong j
Aku berniat memangil mas Zaki untuk makan malam, bisa saja suamiku itu ketiduran karena sejak tadi tidak kunjung turun ke lantai satu. Saat melewati ruang tamu tiba-tiba saja hawa dingin menyapa tengkuk leher.Tok ... Tok ... Tok ....Langkahku terhenti tatkala pintu rumah di ketuk dari luar, aku terdiam cukup lama karena kaget."Sebentar!" Teriak ku dari dalam.Aku memutar gagang pintu dan menariknya perlahan, di sana terlihat seorang laki-laki paruh baya tengah berdiri di depan pintu."Eh ... pak Abdul, kirain siapa?" Tanyaku sedikit kaget. "mari silahkan masuk pak." Aku mengajaknya untuk masuk kedalam rumah.Akan tetapi pak Abdul diam tidak bergerak dari tempat dia berdiri. Wajahnya terlihat Pucat, matanya tampak buram menatapku dengan pandangan kosong.Tanpa banyak bicara laki-laki itu memutar badan lalu duduk di tepi kursi panjang yang terletak di samping pintu. Pak Abdul terlihat berbeda dan sedikit lebih kurus dari sebelumnya."Di dalam saja pak, di luar dingin." Kataku memeberi
12"Tolong! Tolong ....! Ada mayat!"Laki-laki bertubuh gempal terlihat berlari kencang ke arah mas Zaki yang sedang duduk di halaman. Orang itu berlari dengan nafas terengah-engah."Zak, tolong ... tolong! Ado ma-mayat di Kabun awak."Laki-laki itu, berbicara terbata-bata dengan posisi setengah merundukan badan, dan kedua tangan di letakkan ke atas lutut guna menopang tubuh lelahnya.Degup jantungnya terdengar lumayan keras, keringatnya mengalir bercucuran membasahi seluruh wajah. Laki-laki yang bernama Johan, atau yang sering di panggil dengan sebutan Uda Jo itu menunjuk-nunjuk ke arah perkebunan sawit milik dirinya."Di ma, ado mayat Da?" Mas Zaki, menanyai uda Jo, yang masih terkulai lemas karena kelelahan berlari. Mas Zaki membantu uda Jo untuk duduk."Di kabun awak, Zak!""Mayat siapa, Da?" Mas Zaki bertanya dengan nada serius."Indak baitu jaleh do, Zak. Ambo takut bana, langsung berlari kasiko.""Minumlah dulu Da." Aku menyodorkan segelas air kepadanya."Terima Kasih Diak." Den