Home / Romansa / BAYI YANG KUBAWA PULANG / EMPAT BULAN YANG LALU

Share

EMPAT BULAN YANG LALU

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2024-04-16 12:51:55

Empat bulan yang lalu ...

Waktu sudah menunjuk jam sebelas lewat lima belas saat motor matic yang dikendarai Zahra sampai di depan rumah yang ia tempati bersama Kakaknya. Merantau di kota yang sama dengan saudara membuat hidupnya sedikit lebih mudah karena bisa mendompleng ini itu pada kakaknya.

Tak ada hal aneh saat Zahra membuka pintu dengan kunci cadangan yang dimilikinya. Hal biasanya yang gadis itu lakukan setiap masuk kerja shift dua.

“Mbak aku pulang,” teriak Zahra.

Biasanya di jam seperti ini Andin sudah masuk kamar dan tak terlalu menghiraukan kepulangan adiknya.

Meski katanya hanya kerja di toko roti, Andin bisa dibilang sangat sukses. Selain bisa membeli sawah dan merenovasi rumah, wanita itu juga bisa mencicil perumahan kelas menengah yang kini di tempatinya dengan Zahra. Tak hanya itu, semenjak Zahra datang, ia langsung membelikannya sepeda motor untuk menunjang transportasi adiknya.

Setelah bersih-bersih, Zahra melangkah menuju dapur. Biasanya Andin sudah membeli sesuatu untuk makan malamnya.

Zahra mengernyit heran saat tak menemukan makanan apa pun di dapur, entah itu di meja, di dalam lemari atau di dalam kulkas. Tak mau ambil pusing Zahra akhirnya mengambil sebungkus mi instan, sebutir telur dan beberapa lembar caisim dari dalam kulkas.

Hanya tinggal berdua dengan sang Kakak membuat rumah terasa sepi. Biasanya ada suara televisi yang berasal dari kamar Andin, namun saat ini agaknya wanita itu sudah tidur karena tak ada suara apa pun yang terdengar kecuali detak jam dinding.

Zahra duduk di meja makan yang terletak di tengah dapur. Aroma mi instan bercampur kuah telur membuat Zahra tak sabar untuk menikmatinya. Ingin makannya terasa lebih nikmat, Zahra mengambil ponselnya lalu memutar lanjutan drama korea yang sudah ia tonton kemarin.

Baru beberapa suap, Zahra terperanjat saat telinganya mendengar suara seseorang merintih. Menganggap itu hanya suara kucing, Zahra kembali melanjutkan makannya. Lagi pula suara ponselnya yang cukup keras membuat suara itu tak terdengar jelas.

Beberapa saat kemudian, suara itu kembali terdengar. Tak hanya rintihan Zahra juga lamat-lamat mendengar suara tangis bayi. Sontak jantung Zahra berdetak sangat kencang. Ia berdiri lalu berlari mencari sumber suara yang ternyata berasal dari kamar Andin.

“Mbak, Mbak Andin!” Zahra mengetuk kamar kakaknya.

“Mbak, buka pintunya, Mbak!” teriaknya lagi.

Merasa ada yang tidak beres, Zahra berusaha membuka pintu kamar kakaknya yang ternyata tidak dikunci. Seketika bau sedap menguar di hidung Zahra sesaat setelah pintu terbuka.

Meski merasa takut, Zahra melanjutkan langkahnya. Tujuannya hanya satu kamar mandi kamar kakaknya yang pintunya masih tertutup. Ia yakin kakaknya ada di dalam karena sejak pulang tadi, motor yang biasa dipakai kakaknya sudah terparkir di teras rumah.

Dengan hati-hati Zahra membuka pintu berwarna pink dihadapannya. Matanya membelalak saat melihat seonggok makhluk berwarna merah menggeliat di lantai kamar mandi yang basah dan bersimbah darah. Zahra menutup wajahnya, ingin sekali mulutnya berteriak namun suaranya seperti tertahan di leher.

“Ba-Bayi!” gumam Zahra.

Nafasnya mendadak terasa sesak dan otaknya seakan berhenti berpikir saat ia memutuskan melihat kembali pemandangan menakutkan dihadapannya.

“Sa-Sakit.”

Suara itu berhasil membuyarkan lamunan Zahra. Ia beralih menatap kakaknya yang duduk bersandar di dinding kamar mandi dengan tubuh bagian bawah bersimbah darah. Bahkan daster berwarna biru yang dikenakannya kini sudah berubah merah.

Tak mungkin terus diam, Zahra memutuskan untuk melakukan sesuatu. Dengan tangan gemetar, ia mengangkat makhluk kecil yang tergeletak di bawah kakinya. Basah dan licin adalah hal yang pertama kali Zahra rasakan saat tangannya bersentuhan dengan makhluk kecil bernyawa itu. Benda putih yang menjulur panjang di perut bayi itu juga cukup membuat Zahra merasa ngeri namun ia coba menahannya sekuat hati. Zahra meraih handuk di gantungan lalu membungkus bayi itu asal sebelum meletakkannya di ranjang.

Setelah satu masalahnya selesai, kini Zahra harus berpikir keras bagaimana cara memindahkan kakaknya dari kamar mandi. Dengan mengerahkan semua tenaga yang dimilikinya, Zahra berusaha mengangkat dan memapah tubuh Andin. Tak peduli dengan darah yang berceceran di lantai, yang ada di pikirannya sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan kakaknya agar selamat.

Zahra membaringkan Andin tepat di samping bayi yang baru dilahirkannya. Ia menatap nanar kedua makhluk di hadapannya dan berharap semua ini hanya mimpi. Sesaat kemudian tubuhnya lunglai dan jatuh terduduk di lantai.

Zahra mengangkat kedua tangannya yang masih terasa lengket. Tubuhnya bergetar dan air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya luruh. Ia bisa saja berlari dan meminta tolong pada tetangga, namun hal itu enggan ia lakukan karena hal ini sungguh memalukan. Lagi pula jika hal ini diketahui khalayak ramai, tak menutup kemungkinan jika kakaknya akan berurusan dengan polisi dan berita ini akan cepat tersebar ke penjuru negeri.

Di tengah rasa takutnya, Zahra teringat seseorang yang mungkin bisa menolongnya.

“Mas David,” gumam Zahra.

Gadis itu segera beranjak untuk mencari ponsel milik Andin, ia akan menghubungi David—kekasih Andin yang mungkin bisa menolongnya. Lagi pula Zahra yakin jika David adalah Ayah dari bayi itu karena semenjak datang ke kota, ia hanya tahu jika lelaki itu saja yang dekat dengan kakaknya.

Zahra menyambar ponsel Andin yang tergeletak di atas meja. Dengan cepat ia segera mencari kontak kontak David dan segera meneleponnya. Namun belum sampai tersambung, gadis itu terperanjat saat sosok yang dicarinya sudah berdiri di ambang pintu.

“M-Mas David?”

“Za-Zahra?” lirih David saat melihat adik kekasihnya memandang kini memandang tajam ke arahnya.

“M-Mbak Andin, Mas!”

Ingin sekali Zahra memaki lelaki dihadapannya, melayangkan pukulan atau melemparinya dengan benda apa saja di kamar ini. Ia yakin jika lelaki itulah yang membuat kakaknya seperti ini. Namun lagi-lagi tubuhnya tak sejalan dengan pikirannya, yang ada Zahra kembali luruh ke lantai dan menangis sesenggukan.

“Kamu jahat, Mas! Kenapa kamu melakukan semua ini pada Mbak Andin?” racau Zahra.

David mengusap wajahnya kasar, ia telah terlambat menjemput Andin sehingga masalah yang sejak awal ia tutup rapat-rapat akhirnya diketahui oleh Zahra. Meski begitu, ia bersyukur karena Zahra belum memanggil orang dan rahasianya kemungkinan masih tetap terjaga.

David melangkah maju dan menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Zahra. Dengan ragu lelaki itu meraih tubuh Sahra dan membawa ke pelukannya. Ia tahu gadis itu sangat ketakutan dengan kejadian yang baru saja dialaminya.

“Tenang saja, aku pasti tanggung jawab. Semua akan baik-baik saja,” bisik David.

Zahra berusaha mendorong tubuh David dan melepaskan diri. Ia tak sudi disentuh oleh lelaki yang telah menyakiti kakaknya.

“Sebenarnya kami tak ingin melibatkanmu, tapi berhubung kamu sudah tahu, mau tak mau kamu harus terlibat. Tolong jaga rahasia ini jika ingin semua berakhir baik-baik saja,” ucap David memperingatkan.

“Dasar lelaki jahat!”

“Kita bawa Kakakmu dan bayi ini ke rumah sakit, mereka harus selamat. Nanti aku ceritakan hal tentang Andin yang tak pernah kamu tahu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   KESEMPATAN KEDUA

    Tujuh tahun kemudian ...Tak ada yang berubah dari kehidupan Zahra. Ia tetap disibukkan dengan pekerjaan ibu rumah tangga yang terkadang membuatnya lelah tapi tetap menyenangkan. Meski masih ada Wati yang membantunya tapi Zahra tetap saja ikut turun tangan. Ia memang bukan tipe orang yang suka bersikap layaknya seorang bos karena sadar dari mana ia berasal.Mora kini sudah duduk di kelas empat sekolah dasar dan Miko kelas satu. Meski anak-anaknya sudah terbilang besar bukan berati pekerjaan Zahra menjadi ringan. Ada saja hal yang selalu menjadi perdebatan atau bahan rebutan sehingga Zahra harus menjadi wasit bagi kedua anaknya.“Bunda, kaos kaki aku mana?” Suara Miko terdengar menggelegar.“Di laci lemari, Sayang.”“Bunda, jepit kupu-kupu aku mana?” Kini giliran Mora yang berteriak.“Mama lihat ada di meja belajar.”Zahra menghela nafas sebelum kembali mengaduk nasi goreng yang sedang di masaknya. Seperti biasa, setiap p

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   JEBAKAN

    Matahari sudah berada cukup tinggi saat Zahra melangkahkan kaki di sebuah halaman gedung dua lantai yang dikelilingi tembok tinggi. Meski sekilas bangunannya terlihat megah dan luas, tapi semua orang tahu jika di dalamnya ada ratusan orang yang terpaksa tinggal di sana menjadi pesakitan dan harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa bebas.Hal yang tak pernah terbayang sebelumnya dalam hidup Zahra jika Andin, kakak sekaligus saudara satu-satunya harus merasakan dinginnya dinding penjara atas kesalahan fatal yang dilakukannya. Dan kali ini untuk pertama kalinya Zahra memutuskan untuk menjenguk dan menemui wanita yang dulu hampir saja menghancurkannya.“Yakin mau masuk?” David menghentikan langkah tepat di depan pintu masuk.Zahra mengangguk mantap. Ia memang sudah mempersiapkan diri serta menata hatinya sejak masih berada di kampung. Bahkan ia sudah tak sabar untuk menantikan momen ini sejak tiga hari yang lalu tepatnya saat ia sampai kembali pulang ke rumahn

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA PERTEMUAN

    “Eh, Zahra, emang kamu enggak ada niatan buat nebus Andin dari penjara? Secara suami kamu kan orang kaya?” celetuk Bu Seli yang tiba-tiba mendekat saat Zahra sedang membawa Miko jalan-jalan.“Maksudnya gimana ya, Bu?”“Ya keluarin Andin dari penjara. Kasihan dia enggak bisa lihat bapaknya buat yang terakhir kali, padahal selama ini dia sudah berjuang mati-matian buat ngangkat derajatnya sampai salah jalan begitu.”Lama tak bertemu, ternyata Bu Seli belum banyak berubah, dia masih tetap menjadi paparazi yang selalu ingin tahu dan mencampuri hidup seseorang.“Ditanyai diam aja, apa jangan-jangan kami takut Andin ngerebut suami kamu kalo keluar? Secara dia kan bekasnya Andin,” cibir wanita berdaster lebar itu.“Maaf, itu bukan urusan ibu. Lagipula emang ngeluarin orang dari penjara itu gampang?” ketus Zahra.Semenjak Zahra memutuskan tinggal beberapa saat di kampung untuk menemani ibunya, kedatangannya memang bak artis ibu kota

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   MEMILUKAN

    “Kenapa kalian tega padaku? Kalian anggap aku apa, hah?” Zahra berteriak pada dua orang di depannya.“Memangnya kenapa kalo aku tahu? Apa itu merepotkan kalian?” imbuhnya.“Bu-bukan seperti itu, Nak. Ini murni kemauan bapak. Bapak enggak mau kamu khawatir bahkan sampai minta pulang saat kamu hamil tua,” lirih Pak Sarip.“Tapi kenapa saat aku tanya, kalian selalu bilang sehat? Tapi nyatanya lihat! Bapak sakit, sakit parah lagi. Bahkan sampai detik-detik terakhirnya pun aku tak diberitahu. Sebenarnya aku ini siapa, Bu? Kenapa ibu tega melakukan semua ini?”“Sudah, sudah, umur seseorang tak ada yang tahu, kami juga tak menyangka kalo bapak akan pergi secepat ini, pasalnya kemarin beliau juga masih berbicara denganku lewat telepon.” David berusaha menenangkan istrinya.Malam tadi kondisi Pak Sarip menurun dan dilarikan ke rumah sakit. David dan Zahra yang mendengar hal itu langsung memutuskan untuk pulang. Zahra yang tak tahu menahu kondisi bapaknya yang sebenarnya cukup bingung karena se

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA

    Zahra menghentikan langkahnya saat melihat seorang wanita bermake up tebal serta berpenampilan glamor sudah berdiri di ruang tamu bersama seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda.“Silakan masuk,” sambut David dingin.“Terima kasih, maaf jika mengganggu, aku hanya mengantar mama yang penasaran dengan keluarga baru mantan menantunya,” jelas Marta sambil membukan kaca mata hitamnya.Seketika Zahra mematung, entah mengapa ia menjadi tak suka jika harus berurusan dengan keluarga mantan istri suaminya.“Apa kabar, David?” tanya wanita bernama Sarni sambil membenarkan posisi kursi rodanya.”“Ba-Baik, Ma.”David tak menyangka setelah sekian lama akhirnya ia bisa bertemu dengan mantan ibu mertuanya. “Mama apa kabar?” David berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Bu Sarni.“Gara-gara kamu enggak mau nengokin mama, dia jadi maksa minta ke  sini. Lagian apa salahnya

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   TAMU

    Suka cita menyambut anggota keluarga baru begitu kentara di rumah David. Suara tangis bayi sesekali terdengar menghiasi rumah mengimbangi teriakan Wati yang semakin kewalahan mengasuh Mora. Anak itu kini sudah pintar berlari, berbicara dengan nada cadel dan melakukan segala hal sesukanya termasuk mengganggu adiknya.Mikola Ardian adalah nama yang disematkan pada bayi berumur dua bulan 0yang kini melengkapi kebahagiaan David dan Zahra termasuk Mora yang begitu antusias dengan kehadiran Miko ditengah-tengah mereka. Anak itu berkali-kali ingin memegang dan mencium adiknya bak bermain boneka.“Diam di situ ya, Sayang. Mbak mau mandi sebentar,” tutur Wati pada Mora.“Ote.” Gadis kecil berponi itu mengangguk semangat.“Titip bentar, Mbak bos.”“Santai, aman kalo sama aku,” jawab Zahra.Zahra meraih Mora dalam pangkuannya. Semenjak Miko lahir, perhatian Zahra memang harus terbagi. Tapi bukan berarti ia melupakan Mora sepenuhnya. Setiap hari ia tetap berusaha meluangkan waktu untuk sekedar be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status