Share

KALUT

Author: Putri putri
last update Huling Na-update: 2024-04-16 12:50:33

Suasana rumah Pak Sarip mendadak terasa horor. Di dalam rumah, empat orang yang tinggal di dalamnya semuanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Pak Sarip dan Bu Sumi yang duduk berdampingan di ruang tengah pun hanya membisu. Mereka bingung sekaligus tak habis pikir dengan kelakuan dua anak gadisnya.

“Jadi siapa yang benar, Pak? Bayi itu anak siapa?” Suara Bu Sumi terdengar bergetar.

“Entah, Bu. Bapak jadi pusing. Kenapa anak-anak kita jadi begini ya, Bu? Bukankah dulu semua baik-baik saja,” ujar Pak Sarip.

Di dalam kamar Zahra tengah sibuk dengan ponselnya. Berulang kali ia menghela nafas saat panggilannya selalu di abaikan. Sesekali ia melirik pada bayi yang kini tengah terlelap di ranjangnya. Terbesit rasa menyesal karena bayi itu tak hanya merepotkannya namun juga telah memecah belah keluarganya.

Zahra merebahkan tubuhnya di samping Amora. Ia memejamkan mata berharap rasa lelahnya sedikit berkurang. Andai saja waktu bisa terulang kembali, ia tak ingin terlibat dalam masalah ini. Ia ingin menjalani kehidupan sebagaimana mestinya, bekerja dan menikmati masa mudanya. Namun semua sudah terlambat.

“Dipanggil Bapak, Ra,” panggil Bu Sumi dari luar kamar.

“Iya, Bu.” Zahra bangun, menarik nafas panjang lalu melangkah keluar.

Di ruang tengah Pak Sarip dan Andin telah menunggu. Mereka yang tadinya tengah mengobrol serius akhirnya terdiam saat Zahra datang dan duduk di hadapan mereka.

“Apa maksud kamu mengatakan kalo itu anakku, hah? Bukankah kamu sendiri yang bersikeras mau merawat anak itu? Kalo saja kamu mau menerima ideku dengan memberikannya pada pasangan yang mau mengadopsinya, tentu anak itu sudah bahagia dengan mereka sekarang!” ucap Andin.

Zahra tersenyum sinis, wanita yang dulu menjadi panutannya kini tak ubahnya tukang drama dengan wajah tanpa dosa.

“Kalo memang itu anak Zahra, apa kamu tahu siapa Ayahnya?” tanya Pak Sarip.

“Tanya saja sama Zahra. Yang aku tahu dia masih berhubungan dengan Zahra, Cuma dia pengecut enggak datang. Tapi setiap bulan lelaki itu yang menanggung hidup Zahra juga bayi itu.”

“Benar begitu, Ra?” Bu Sumi membuka suara.

“Itu benar, tapi bukan berarti aku yang melahirkannya. Aku hanya tak mau Ibu kandungnya menyesal karena menyia-nyiakan bayi tak berdosa itu!” jawab Zahra sembari melirik tajam pada Andin.

“Kamu masih menuduh aku yang melahirkan bayi itu, hah?” Andin berdiri dan mengacungkan telapak tangannya bersiap menampar Zahra.

Tak ingin terjadi keributan di antara kedua anaknya, akhirnya Bu Sumi pasang badan. Ia berdiri di antara kedua anaknya sembari menatap lekat dua gadis yang telah dilahirkannya bergantian.

“Cukup! Ibu enggak mau tahu itu anak siapa, entah kamu Zahra atau Andini semua bersalah. Yang Ibu mau sekarang adalah bawa laki-laki yang kalian bilang barusan. Kalo sampai lelaki itu tak datang dalam waktu satu minggu,silakan bawa bayi itu keluar dari rumah ini. Dia bukan cucu Ibu!”

Bu Sumi berusaha meredam getaran suaranya. Hatinya tak tega tapi ia harus tegas pada kedua anaknya.

“Kalo sampai minggu depan lelaki itu tak datang, silakan kamu bawa bayi itu pergi dari rumah ini. Terutama kamu Zahra, silakan bawa anakmu pergi, Bapak tidak sudi mengakuinya sebagai cucu!” timpal Pak Sarip.

Zahra hanya bisa menunduk, memang semua masalah ini berawal dari idenya untuk membawa pulang bayi itu. Atas nama rasa kemanusiaan, ia telah menghancurkan keharmonisan keluarganya sendiri serta memberikan rasa malu bagi orang tuanya.

Tak ingin berdebat, Zahra memilih meninggalkan ruang keluarga dan kembali ke dalam kamar. Ruangan berukuran tiga kalo empat meter dengan dinding berwarna merah jambu yang sudah sedikit pudar kini menjadi tempat favoritnya. Aroma minyak telon serta bedak bayi kini mendominasi kamar yang telah ia tempati sejak duduk dibangku sekolah dasar itu.

“Malang sekali nasibmu, Sayang. Setelah berniat membuangmu, menjualmu, Ibumu kini malah tak mau mengakuimu. Dan sayangnya, Ayah yang katanya ingin mempertahankanmu malah tak kunjung datang. Mereka sama-sama peng3cut!” gumam Zahra.

Dalam rasa kalutnya, Zahra kembali mengambil ponselnya. Ia ingin segera menghubungi lelaki yang telah membuatnya terpaksa masuk dalam masalah ini. Zahra mencari nama David dalam daftar kontaknya. Nama lelaki yang dibenci sekaligus ditunggu kedatangannya. Lelaki yang bisa menyelesaikan masalahnya dan menjelaskan tentang siapa Ibu dari Amora.

Dalam diam, Zahra mengetikan pesan panjang yang akan dikirimkan pada David. Sudah tiga hari lelaki itu tak bisa dihubungi dan itu sangat menyulitkannya. Ia pun memintanya untuk segera datang seperti keinginan orang tuanya. Meski ia sendiri tak tahu pesan itu akan terkirim atau tidak, paling tidak Zahra telah berusaha.

"Apa yang harus aku lakukan jika lelaki itu tak kunjung datang?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   KESEMPATAN KEDUA

    Tujuh tahun kemudian ...Tak ada yang berubah dari kehidupan Zahra. Ia tetap disibukkan dengan pekerjaan ibu rumah tangga yang terkadang membuatnya lelah tapi tetap menyenangkan. Meski masih ada Wati yang membantunya tapi Zahra tetap saja ikut turun tangan. Ia memang bukan tipe orang yang suka bersikap layaknya seorang bos karena sadar dari mana ia berasal.Mora kini sudah duduk di kelas empat sekolah dasar dan Miko kelas satu. Meski anak-anaknya sudah terbilang besar bukan berati pekerjaan Zahra menjadi ringan. Ada saja hal yang selalu menjadi perdebatan atau bahan rebutan sehingga Zahra harus menjadi wasit bagi kedua anaknya.“Bunda, kaos kaki aku mana?” Suara Miko terdengar menggelegar.“Di laci lemari, Sayang.”“Bunda, jepit kupu-kupu aku mana?” Kini giliran Mora yang berteriak.“Mama lihat ada di meja belajar.”Zahra menghela nafas sebelum kembali mengaduk nasi goreng yang sedang di masaknya. Seperti biasa, setiap p

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   JEBAKAN

    Matahari sudah berada cukup tinggi saat Zahra melangkahkan kaki di sebuah halaman gedung dua lantai yang dikelilingi tembok tinggi. Meski sekilas bangunannya terlihat megah dan luas, tapi semua orang tahu jika di dalamnya ada ratusan orang yang terpaksa tinggal di sana menjadi pesakitan dan harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa bebas.Hal yang tak pernah terbayang sebelumnya dalam hidup Zahra jika Andin, kakak sekaligus saudara satu-satunya harus merasakan dinginnya dinding penjara atas kesalahan fatal yang dilakukannya. Dan kali ini untuk pertama kalinya Zahra memutuskan untuk menjenguk dan menemui wanita yang dulu hampir saja menghancurkannya.“Yakin mau masuk?” David menghentikan langkah tepat di depan pintu masuk.Zahra mengangguk mantap. Ia memang sudah mempersiapkan diri serta menata hatinya sejak masih berada di kampung. Bahkan ia sudah tak sabar untuk menantikan momen ini sejak tiga hari yang lalu tepatnya saat ia sampai kembali pulang ke rumahn

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA PERTEMUAN

    “Eh, Zahra, emang kamu enggak ada niatan buat nebus Andin dari penjara? Secara suami kamu kan orang kaya?” celetuk Bu Seli yang tiba-tiba mendekat saat Zahra sedang membawa Miko jalan-jalan.“Maksudnya gimana ya, Bu?”“Ya keluarin Andin dari penjara. Kasihan dia enggak bisa lihat bapaknya buat yang terakhir kali, padahal selama ini dia sudah berjuang mati-matian buat ngangkat derajatnya sampai salah jalan begitu.”Lama tak bertemu, ternyata Bu Seli belum banyak berubah, dia masih tetap menjadi paparazi yang selalu ingin tahu dan mencampuri hidup seseorang.“Ditanyai diam aja, apa jangan-jangan kami takut Andin ngerebut suami kamu kalo keluar? Secara dia kan bekasnya Andin,” cibir wanita berdaster lebar itu.“Maaf, itu bukan urusan ibu. Lagipula emang ngeluarin orang dari penjara itu gampang?” ketus Zahra.Semenjak Zahra memutuskan tinggal beberapa saat di kampung untuk menemani ibunya, kedatangannya memang bak artis ibu kota

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   MEMILUKAN

    “Kenapa kalian tega padaku? Kalian anggap aku apa, hah?” Zahra berteriak pada dua orang di depannya.“Memangnya kenapa kalo aku tahu? Apa itu merepotkan kalian?” imbuhnya.“Bu-bukan seperti itu, Nak. Ini murni kemauan bapak. Bapak enggak mau kamu khawatir bahkan sampai minta pulang saat kamu hamil tua,” lirih Pak Sarip.“Tapi kenapa saat aku tanya, kalian selalu bilang sehat? Tapi nyatanya lihat! Bapak sakit, sakit parah lagi. Bahkan sampai detik-detik terakhirnya pun aku tak diberitahu. Sebenarnya aku ini siapa, Bu? Kenapa ibu tega melakukan semua ini?”“Sudah, sudah, umur seseorang tak ada yang tahu, kami juga tak menyangka kalo bapak akan pergi secepat ini, pasalnya kemarin beliau juga masih berbicara denganku lewat telepon.” David berusaha menenangkan istrinya.Malam tadi kondisi Pak Sarip menurun dan dilarikan ke rumah sakit. David dan Zahra yang mendengar hal itu langsung memutuskan untuk pulang. Zahra yang tak tahu menahu kondisi bapaknya yang sebenarnya cukup bingung karena se

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA

    Zahra menghentikan langkahnya saat melihat seorang wanita bermake up tebal serta berpenampilan glamor sudah berdiri di ruang tamu bersama seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda.“Silakan masuk,” sambut David dingin.“Terima kasih, maaf jika mengganggu, aku hanya mengantar mama yang penasaran dengan keluarga baru mantan menantunya,” jelas Marta sambil membukan kaca mata hitamnya.Seketika Zahra mematung, entah mengapa ia menjadi tak suka jika harus berurusan dengan keluarga mantan istri suaminya.“Apa kabar, David?” tanya wanita bernama Sarni sambil membenarkan posisi kursi rodanya.”“Ba-Baik, Ma.”David tak menyangka setelah sekian lama akhirnya ia bisa bertemu dengan mantan ibu mertuanya. “Mama apa kabar?” David berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Bu Sarni.“Gara-gara kamu enggak mau nengokin mama, dia jadi maksa minta ke  sini. Lagian apa salahnya

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   TAMU

    Suka cita menyambut anggota keluarga baru begitu kentara di rumah David. Suara tangis bayi sesekali terdengar menghiasi rumah mengimbangi teriakan Wati yang semakin kewalahan mengasuh Mora. Anak itu kini sudah pintar berlari, berbicara dengan nada cadel dan melakukan segala hal sesukanya termasuk mengganggu adiknya.Mikola Ardian adalah nama yang disematkan pada bayi berumur dua bulan 0yang kini melengkapi kebahagiaan David dan Zahra termasuk Mora yang begitu antusias dengan kehadiran Miko ditengah-tengah mereka. Anak itu berkali-kali ingin memegang dan mencium adiknya bak bermain boneka.“Diam di situ ya, Sayang. Mbak mau mandi sebentar,” tutur Wati pada Mora.“Ote.” Gadis kecil berponi itu mengangguk semangat.“Titip bentar, Mbak bos.”“Santai, aman kalo sama aku,” jawab Zahra.Zahra meraih Mora dalam pangkuannya. Semenjak Miko lahir, perhatian Zahra memang harus terbagi. Tapi bukan berarti ia melupakan Mora sepenuhnya. Setiap hari ia tetap berusaha meluangkan waktu untuk sekedar be

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status