“Wanna cum, Baby? Then I’ll make you cum.”
Anna menyeringai. Entakan jantung yang sempat berdetak normal beberapa detik yang lalu, kembali berdetak meningkat. Wajahnya terlihat seperti seorang anak kecil yang terlalu girang mendapat kado dari Santa Claus, tangan Anna bergerak dengan cepat melepas benda yang melilit pinggang Marvin. Adrenalinnya telah terpacu sejak tadi dan kini makin menjalar ke seluruh pembuluh darah.
Mulut Anna terbuka, membiarkan desahan lolos dari sana. Ia menatap kedua tangannya yang berhasil membuka gesper. Anna tertawa lalu mendongak menatap Marvin. Sejurus kemudian, tangannya kembali bergerak menarik gesper yang melingkari pinggang Marvin.
‘Ayo, Anna. Cepatlah. Aku haus!’
Dirasa Anna ada sesuatu yang menudungi tubuhnya dari belakang. Ia menghela napas sambil mengangkat dagunya tinggi.
‘Biarkan aku melakukan sisanya, Anna.’
Makin lama, semakin kuat sisi gelap itu mengusainya d
Terdengar samar suara geraman dari Marvin. Pria itu mulai sadar ketika cahaya matahari masuk lewat celah gorden yang tak tertutup sempurna memberikan pertanda jika hari sudah pagi. Marvin memegang kepalanya yang berdengung karena kelebihan alkohol.Sambil mengumpulkan kesadaran, pria itu mencoba membuka kelopak matanya. Agak buram hingga ia mengerjap beberapa kali. Lewat bulu matanya, Marvin seperti menangkap sesuatu. Detik selanjutnya ia pun melesak dari atas tempat tidur.“Mi – Mi-“ Marvin menggagap menatap wanita dalam balutan jubah mandi berwarna putih yang kini duduk di tepi ranjang –tepat di sampingnya.“Good morning,” sapa Anna. Seulas senyum mematri wajah Anna saat menyapa Marvin.Sementara pria itu masih dalam kebingungan. Ia menyeret punggungnya ke belakang hingga kepalanya menyentuh headboard. Jantungnya langsung berdetak meningkat saat melihat sang bos dalam pakaian seperti itu. Wajahnya terlihat natural. Ta
Marvin mendengkus. Ia menoleh ke belakang lalu kembali menatap Luna dengan tatapan nyalang.“Kamu tuh ya, bisanya cuman nuduh, nuduh, nuduh aja!” tukas Marvin. Ia berdecak kesal. Membawa telapak tangan meremas dahinya, pria itu kembali mengembuskan napas panjang.“Lun,” panggil Marvin. Suaranya kembali berubah kalem. Menyadari jika sedetik yang lalu, ia telah bertindak kasar, pria itu pun memasang tampang lunak. Ditatapanya sang istri yang sekarang memasang tampang kesal. “Mas minta maaf soal tadi,” bujuk Marvin.“Gak apa-apa, Mas. Bentak aja aku terus. Kamu hanya bisa seperti itu kalo lagi marah.”Mulut Marvin terbuka. Ia menengadahkan wajahnya ke atas. Desahan napasnya kembali menggema ketika dirasa Marvin kepalanya berkedut nyeri. Seperti biasa. Istrinya selalu menuduhnya berselingkuh.“Lun, kita bukan remaja lagi. Kita udah tua untuk berdebat seperti ini.”“Kamu yang selal
“Ahhhh ….” Desahan dari bibir berbalut lipstick merah, dibarengi dengan bunyi gelas yang menyentak meja bar. “Lagi,” kata Anna. Di samping gadis itu, ada Marvin yang dengan begitu setia menuangkan martini ke seloki milik sang bos. Wajah Anna tampak merah padam dan sejak tadi ia terus mendengkus. “Persetan!” Dan tak henti memaki. Wanita muda itu memalingkan wajahnya ke samping tepat saat Marvin juga masih mematri tatapan padanya. “Bagaimana dia bisa ada di sini, hah?!” Anna menaikkan nadanya setengah oktaf. Sementara Marvin meresponnya dengan memberengut dan mengedikkan kedua bahu. “Sial!” desis Anna. Ia kembali mendengkus. “Tuangkan lagi,” titah wanita itu. Marvin memilih untuk tidak bertanya apa pun. Walaupun dia sudah sangat penasaran, tetapi pria itu memilih untuk bungkam agar tidak melanggar batasan. “Apa dia tahu kalau aku di Paris? Apa Mijung memberitahu keberadaanku?” Anna terus bermonolog. Sejurus kemudian ia memutar tubuh. Mat
“FUCK!” jerit Anna. Hidungnya kembang kempis mengembuskan napas yang bergemuruh kasar. Wanita itu meracau kesal sambil mengentak-entakkan kedua kakinya. Sekali lagi mendengkus dan dia berjalan menghampiri dua orang pria yang berjalan tak jauh di depannya. “I wanna kill this man,” kata Anna. Telunjuknya bergetar menunjuk ke arah Marvin yang kini berjalan dalam keadaan setengah sadar. Sementara Vic hanya mendelikkan matanya ke atas. Ya. Ini sudah biasa. Pria itu sudah beberapa kali mengantar pria-pria yang pernah menjadi ‘submasif’ sang bos. Dan ini yang pertama kalinya dia mengantar seseorang yang … basah. “Dia gila! Sinting.” Anna terus memaki. “I think he told that he was wet!” Anna berbicara dengan kening yang terlipat dan wajah yang ia condongkan ke depan. Kemudian dia mengedikkan kedua bahu. “Sial!” umpatnya lagi. “Ternyata dia menyirami celananya sendiri.” Lanjut Anna. Wanita itu melayangkan kedua tangan ke udara dan menggeram. Sudut bibir
Bola mata Marvin melebar saat merasakan serangan tiba-tiba di bibirnya. Namun, bukannya mendorong tubuh Anna untuk menjauh, dia malah membiarkan Anna melakukan keliarannya.Wanita Smith itu juga tak mengerti dengan dirinya yang tiba-tiba bertindak gegabah. Selama tiga jam dia terus menggerutu. Bahkan, dia telah merendam tubuhnya ke dalam bak mandi berisi es batu. Berharap kepalanya akan dingin, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Amarah di dalam dirinya makin meledak-ledak.Anna tak tahan untuk segera menghukum Marvin. Namun, saat ia tiba di depan kamar Marvin, Anna mendengar sesuatu yang malah menghiburnya.‘Terima kasih, Luna. Terima kasih karena sudah memarahi Marvin. Sekarang aku jadi tahu kalau kamu sangat sialan jalang. Berani-beraninya kamu membentak lelakiku. Berani-beraninya kamu memperlakukan dia seperti binatang.’“No …,” gumam Anna di dalam mulut Marvin. Wanita itu menarik bibirnya. Membiarkan Marvin bernapas,
Dengan jantung yang berdebar meningkat, Marvin berusaha untuk tetap tenang. Satu sisi dalam dirinya berteriak jika dia harus segera lari, tapi satu sisi lainnya berbisik kalau dia membutuhkan semua ini. Sayang sekali. Suara yang berbisik itu lebih mendominasi daripada akal sehatnya yang meraung kencang.“Sssshhhh ….” Desisan si wanita berpakian dress merah spaghetti itu menggema. Menutupi semua suara yang ada.Marvin terduduk di atas bar stole dengan perasaan gelisah. Menatap wanita yang sejak tadi berjalan mengitari tempat duduknya. Wanita bermata elang dengan bola mata cokelat itu seakan punya kekuatan magis. Menghipnotis juga menaklukan. Memaksa Marvin untuk tidak melakukan pergerakan sama sekali.“Ms. Anna, bagaimana dengan V-““Ssshhhh ….” Desisan menakutkan itu kembali menggema. Membuat Marvin menghentikan ucapannya.Lelaki itu menelan ludahnya. Dia menutup mata saat merasakan sentuhan lembut
Jantung Marvin berdetak penuh kewaspadaan, sedangkan dadanya naik turun mengembuskan napas yang bergemuruh. Sementara matanya tak bisa berhenti atau sekadar mengerjap. Terpaku pada sosok paling seksi yang kini terduduk dengan wajahnya tepat di depan lutut Marvin. Dilihat Marvin, manik berwarna cokelat milik sang mistress berkilat dengan pandangan berkabut dan bergairah. Bulu mata yang lebat dan lentik itu terlihat begitu menggoda. Bibir yang terpahat indah dengan warna merah menyala melepaskan suara serak-serak basah. Alam bawah sadar Marvin dibuat bergidik, tetapi matanya malah menyala oleh perasaan mendamba. Menyadari jika ia tak pernah lagi disentuh oleh sang istri. Apalagi dengan sentuhan yang lembut dan andal seperti ini. Demi Dionysus si dewa anggur yang memabukan. Wanita yang kini berlutut di depannya adalah candu ternikmat dan terliar yang pernah dira
Mulut Anna terbuka. Wajahnya terdongak dan seketika terdengar desahan panjang mengalun dari mulut sensual itu. Tangannya masih melingkar di leher Marvin sementara menikmati dentuman jantung sang lelaki yang berdetak cepat. Sampai-sampai tekanannya terasa hingga ke dada Anna.Keringat mengucur dari rambut, menetes ke wajah. Sekujur tubuh keduanya mengkilat oleh keringat yang terus memaksa keluar dari pori-pori. Sementara tubuh mereka menahan sisa-sisa getaran dahsyat yang baru saja meledak.Seakan-akan erangan yang berubah menjadi raungan dari keduanya masih menggema di dalam ruangan ini. Menyadari jika mereka baru saja melakukan pertukaran hasrat yang benar-benar liar. Marvin tak bisa menghitung berapa kali dia meledak oleh permainan.Otak Marvin bahkan masih merekam jelas bagaimana tubuh ramping, seksi dan sensual