Beranda / Fantasi / BEHIND / First Blood

Share

First Blood

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-03 15:32:43

"Rosalie monster!"

"Aku bukan monster!"

"Kau bahkan lebih buruk dari monster!"

"Kau jelmaan iblis!"

"Aku manusia biasa!"

"Lalu, sayap apa di belakangmu itu? Jika bukan manusia dan iblis, apa kau akan mengatakan bahwa kau adalah malaikat, huh?"

"Aku tak per--"

Aw. Bau anyir menguar dalam sekejap, saat salah satu kawan panti mulai melempariku dengan berbagai benda padat. Lantas, mereka mulai berbaris sejajar untuk berpasang-pasangan. Menenggak gairah yang seharusnya tak disalurkan. Hampir saja, para kawan itu terserap habis energinya, saat seseorang memanggilku lembut.

"Rosalie ...."

Mentari masih bersinar penuh malu, saat kubuka mata perlahan. Silaunya cahaya kembali mengingatkanku bahwa hidup harus terus berjalan. Mengabaikan tiap kenangan kelam yang selalu datang saat mataku tertutup rapat. Meski hendak kuakhiri hidup, tak akan ada yang terjadi. Semua luka perlahan membaik kembali dalam waktu yang singkat. Membuatku mampu meregenerasi tiap sel dalam waktu kurang dari enam puluh detik.

Kuintip ponsel yang menunjukkan pukul 08.37 dengan tanggal yang berbeda, masih terlalu pagi untuk mengantarkan hasil bidikanku tempo hari. Menghabiskan energi serta darah dari tujuh pria yang hendak menjamah, membuatku harus tertidur lebih dari sehari. Kenyang yang berlebih, membuat tubuhku seakan-akan berhibernasi. Mengistirahatkan diri dari segala aktivitas duniawi.

Setelah berbenah diri dan kamar apartemen, lekas kusiapkan segala keperluan. Mulai dari hasil bidikan tempo hari, hingga beberapa alibi jika saja jejakku terendus oleh tim kepolisian. Dengan santai, kuderap langkah pelan menuju salah satu anak perusahaan majalah.

Sembari memegang kamera keluaran baru yang cukup ternama, kuambil beberapa gambar bidikan pada bermacam aktivitas yang sempat kutemui. Seorang anak kecil sedang menjilati permen lolipop, sembari terus menatap pada salah satu mainan di toko. Binar matanya menyiratkan sebuah keinginan besar. 

"Kau sedang apa?"

"Sedang menikmati permen, Kak."

"Aku tahu, maksudku, sedang apa kau berdiri di sini? Ke mana ibumu?"

"Aku tersesat," ucapnya tenang. 

Kali ini, mungkin mataku yang berbinar. Melihat keberanian bocah kecil yang tersesat, lalu berkata penuh ketenangan. Sepolos itukah aku dahulu?

"Lalu, kenapa kau tak segera mencari polisi yang berpatroli?"

"Sudah, Kak, tapi aku lelah. Jadi, kuputuskan untuk menunggu di sini, di tempat terakhir aku kehilangan ibu," jelasnya. 

"Siapa namamu?"

"Rose, Kak. Kau?"

"Tak perlu tahu, yuk, kita beli mainan."

"Aku tak punya uang, Kak."

"Kutraktir!" seruku. 

Lagi, binar matanya tampak kian menyilaukan. Ia mengangguk mantap,  lalu menggandengku masuk ke toko mainan. Benar saja, ia mengambil mainan yang sedari tadi ditatap melalui jendela kaca. Setelah membayar, kugamit tangannya dan mengajak ke sebuah cafe pinggir jalan. Namun, ia berhenti mendadak.

"Kata ibu, aku harus menunggu di tempat terakhir, Kak."

"Kau benar, Sayang, tapi apa kau tak haus?"

Kulihat ia mengangguk membenarkan, tapi juga menggeleng secara bersamaan. Lekas kusejajarkan diri, berlutut tepat di depannya. "Biar kakak yang beli minum, kau tunggu di sini, ya?"

"Janji!"

Dengan cepat kuderap langkah ke seberang jalan, memesan dua gelas minuman manis dingin yang kini digemari banyak kalangan. Sembari terus melirik dari ekor mata, memastikan Rose masih dalam keadaan aman. Kulihat, ia masih menikmati lolipopnya sambil melambaikan tangan. 

Kugerakkan mulut perlahan, berusaha memberinya isyarat agar tetap tenang. Ia hanya mengangguk dari jauh. Bodoh sekali, bukankah saat tadi ia tersesat sendiri, ia benar-benar tenang? Lalu, untuk apa aku menyuruhnya untuk tetap tenang?

"Silakan, Kak, minumannya." Tanpa mengalihkan pandangan, lekas kuraih kantong plastik berisi dua gelas minuman. Lalu, menyeberang tanpa mengindahkan lalu-lalang kendaraan. Hingga sebuah debuman menyadarkan pada kecerobohan, berlanjut dengan lengkingan suara Rose dan semua menggelap.

"Kakak!"

"Rose?"

"Kau tak apa, Nona?"

Dengan cepat kuhindari kerumunan masa, menutupi wajah agar mereka tak menamatkan pandangannya. Mengabaikan nyeri hebat dari kepala bagian belakang. 

"Kak, diamlah, setelah ini ambulans akan segera tiba," ujar Rose yang kembali mendekat. 

Lantas, kutegapkan badan dan berlari menjauhi mereka. Meninggalkan Rose kembali tersesat dalam kesendirian, mengabaikan beberapa pasang mata yang simpati padaku. 

Salah, ini salah. Rose masih kecil, tapi dia menamatkan pandangannya padaku. Bagaimana jika ia terus mengingatku hingga kembali bertemu? Kau gila, Grace! 

Kuraba kepala bagian belakang, terasa aliran darah yang mulai mengering. Bahkan wanginya masih menguar pekat, saat luka itu kembali menutup dengan rapat.

Masih kuderap langkah tergesa, menghindari banyak tatapan orang sekitar. Entah apa yang salah, hingga anak perusahaan majalah yang kutuju telah terlihat di pelupuk mata. Lekas kumasuki ruang redaksi dan menemui pegawai yang biasa memeriksa hasil bidikan. 

"Kau baik-baik saja, Grace?"

"A-aku?" tanyaku. 

"Tentu saja, lihatlah, kau tampak begitu berantakan."

"Ah, tadi ada sedikit kecelakaan, Mea. Membuatku mau tak mau tampak seperti ini," ucapku sembari menggaruk kepala. 

"Kau sudah diperiksa? Sepertinya ada bekas darah di sebagian rambutmu, Grace."

"Tak perlu, Mea, aku masih bisa berdiri bahkan berlari ke sini. Aku baik-baik saja."

"Berikan hasil bidikanmu dan kau bisa membersihkan diri sebentar di kamar mandi."

"It's a good idea! Thank you, Mea!"

Setelah memberikan beberapa lembar hasil bidikan tempo hari, lekas kutinggalkan Mea di meja kerjanya. Di depan cermin kamar mandi, aku terpaku melihat penampilanku yang begitu berantakan. Bercak darah di mana-mana, bahkan bajuku seakan kusut tak terawat. 

Apa kecelakaan tadi begitu hebat, hingga membuatku begitu berantakan?

Sontak, kuingat perlahan kejadian tadi, berharap tak ada saksi mata maupun kamera pengawas di sekitar tempat kejadian. Sayangnya, karena terlalu fokus pada Rose, aku jadi ceroboh hingga tak memperhatikan tiap sudut yang berkemungkinan dijadikan tempat kamera pengawas merekam tiap kejadian. Kuhela napas panjang, sebelum akhirnya kubilas rambut panjang pada wastafel. Meluruhkan bercak darah yang hampir mengering, lalu meremas rambut dengan kuat.

Setelah memastikan rambut setengah mengering dengan bantuan mesin pengering tangan, cepat kuampiri Mea untuk mengetahui hasilnya. 

"Bagaimana, Mea?"

"Maafkan aku, Grace, hanya ini yang akan kuambil," ujarnya sembari menyerahkan yang lain.

"Hanya satu?"

"Maaf, Grace. Kautahu, kan, Anthony tak begitu menyukaimu?"

"Oke thank's, Mea, uangnya kuambil lain kali, ya."

"Ingatkan jika aku terlupa!"

Kuangkat jempol sebelum akhirnya berlalu pergi, menuju tempat kejadian perkara mengenai kecelakaan tadi. Berharap tak akan ada orang yang mengenaliku, bahkan Rose sekalipun. Lalu dengan cepat, akan kuempas semua kamera pengintai di sekitar sana. Menghilangkan jejak apa pun yang berhubungan denganku.

Sayangnya, di sana Rose masih mematung di depan toko mainan. Cepat kupicingkan mata pada beberapa kamera pengintai, hingga membuat mereka berasap dan mati lampu indikatornya.

Kumasuki sebuah toko elektronik, tak jauh dari toko mainan. Mencari sebuah ruangan penuh dengan layar yang terhubung dengan beberapa kamera pengintai. Mencari rekam jejak Rose dan aku yang mungkin masih tersisa.

Benar saja, lekas kuhapus segala rekam jejak mengenai diri ini. Lalu sedikit memundurkan rekaman, pada jam dimana Rose masih bersama ibunya. Di toko mainan itulah, ibunya masuk dan tak keluar kembali. Membuatku sedikit berpikir keras. 

Ke mana perginya? 

Ira Yusran

Sementara ini, si Grace lagi direvisi, ya, Gaes. Jadi, kemungkinan semua alur bakal berubah. Yuks, pantengin terusss đź’š Salam Hisap đź’š

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dayat_eMJe
lanjut thor ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • BEHIND   Akulah, Titisan Dewi

    Kubuka mata pelan sembari memecing berulang. Seberkas cahaya putih membuatku harus menutup mata lagi untuk beradaptasi."Kau sudah sadar?"Suara Jonathan terdengar begitu dekat nan cemas. Aku mengangguk meski belum tahu pasti di mana diri ini merebah."Kau pingsan dua hari."Aku menanap. Dua hari katanya? Saat membuka mata itulah aku melihat sosok Jonathan dan Jean. Aku .... "Di mana Hard? Bagaimana dengan Nathalie?"Jean mendekat, lalu menggenggam jemariku kuat. "Tenang, Grace. Semua sudah berakhir sesuai rencana kalian."Kulihat Jonathan juga tersenyum ke arahku. Senyum yang membuatku merasa tenang dan aman. "Mana Hard?""Kita tak melihatnya selama ini. Mungkinkah dia kembali ke dunia bawah tanah?"Aku memberengut. "Lalu bagaimana bisa diriku ada di sini? Siaap yang membawaku kemari?""Seorang p

  • BEHIND   Berdebum

    Udara dingin merasuk hingga ke tulang belulang saat kami telah saling berhadapan. Jarak kami masih sangatlah jauh, tetapi melihat kekuatan para iblis itu tak begitu menyusahkan. Sepertiku, pasti tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana.Mereka terlihat banyak, menggerombol di ujung padang pasir dekat dengan pintu masuk ke dunia bawah tanah. Aku mulai gusar, tapi Hard makin terlihat kian membara."Jangan pikirkan jumlah, Grace. Kita menang banyak. Bahkan, Pangeran dari Neraka pun memihak."Kulirik para jenderal perang. Mereka telah siap dengan wujudnya masing-masing. Lekas, kuubah diri menjadi jati diri yang sebenarnya. Sementara Hard, tiba-tiba jubahnya bersinar seterang bulan yang menguasai malam. Aku bahkan tak pernah tahu jubah itu bisa menyala dalam gelap.Hanya dalam sekejap mata, Nathalie telah berada di hadapan Hard. Ia melirikku sebentar. "Kau akan meneruskan ini atau akan memberikan Grace s

  • BEHIND   Kesediaan Pangeran

    Hari telah tiba. Matahari di ujung peraduan tampak malu-malu untuk menerik, menghangati bumi. Atau, bisa jadi ia enggan untuk sekadar melihat kerusakan yang akan terjadi.Ini hari terakhir, sebelum esok tiba. Malam nanti, bulan purnama akan bersinar terang untuk yang ke 6500 usai pertempuran pertama.Aku dan Hard masih di dalam mobil, menunggu seseorang yang katanya akan segera datang. Sayangnya, sudah lebih dari dua jam ia tak kunjung menampakkan batang hidungnya."Ke mana pangeran itu?"Hard menggeleng. Aku mengalihkan pandang ke arah luar. Lantas, tercium aroma gairah yang begitu lembut nan menggoda, tetapi juga kuat nan tajam. Entahlah, aku tak bisa mendeskripsikannya.Jauh di ujung jalan sana, kulihat ada seorang pria yang tampaknya melihat ke arahku. Ia mengulas senyum. Ah, bukan. Seringai, ia melempar seringai padaku. Salah satu tangannya diangkat, telunjuknya melambai.

  • BEHIND   Sabarr

    "Sabarlah. Kita hanya harus menyelesaikan ini agar semua usai."Aku mengangguk. Ya. Kita sudah sejauh ini setidaknya harus usai setelah ini. Lima hari lagi. Dan semua akan berhenti. Entah aku atau Nathalie yang mati."Kalian tak perlu ikut bersama kami. Cukup diam di sini. Lindungi aku dengan cara melindungi kalian sendiri. Jangan pergi ke mana pun seorang diri."Akhirnya Jonathan mau mendengarkanku. Begitu pula Jean. Beruntung aku punya keterikatan yang mematikan. Jika saja tak ada ikatan itu, mungkin mereka masih akan bersikeras untuk ikut."Turki adalah negara yang aman. Tak ada iblis murni di sini. Jangan pernah menyahut saat ada yang memanggil kalian. Tak ada yang mengenal nama kalian di sini. Jadi, jika ada yang memanggil nama kalian dengan sangat jelas, bisa kupastikan mereka suruhan Nathalie."Jonathan dan Jean mengangguk, lantas saling berpandangan dalam diam. "Haruskah

  • BEHIND   Harus Sembunyi

    Perempuan ini, dia terus menatapku tanpa henti. Tatapan yang mengunci, seolah-olah akulah mangsanya yang terakhir. Sedangkan pria di sampingnya, ia malah menatap nyalang, seakan-akan akulah musuh bebuyutan."Aku tau, masing-masing dari kalian punya motif tersendiri. Jadi aku meminta bertemu hanya untuk meyakinkan, bahwa Grace memanglah gadis yang diramalkan."Keduanya mendesis bersamaan. Pasangan ini memang tampak serasi. Satunya cantik dengan bagian bawah tubuhnya bak ular, sedangkan yang satu pun terlihat lebih tampan dari iblis kebanyakan. Tubuhnya penuh sisik dengan jambul di kepalanya. Perpaduan manusia dan ular yang menarik."Kalian tau, kekuatan kami tak sebanding dengan banyaknya pasukan yang telah disiapkan di barat gate. Banyak dari mereka punya kekuatan yang lebih daripada kami," ucap Damballa."Aku tak meminta kalian untuk bertarung berdua. Kita bersama. Ada banyak, mungkin lebih dari dua

  • BEHIND   Dinding Transparan

    "Kau yakin, mereka aman di sana?"Hard mengangguk. Diembuskannya asap sisa pembakaran sigaret yang terjepit di antara kedua jemarinya. Ia tampak tenang, seperti biasa."Kalau mereka berontak? Menyusul ke Turkmenistan, apa yang bisa kita lakukan?"Kali ini, tatapan teduh Hard menatapku dalam nan lekat. "Kau tau, Grace. Meski Jonathan punya kekuatan sepertimu, dia tetap manusia biasa seperti pada umumnya. Sedangkan yang akan kita hadapi nanti adalah peperangan sesama iblis yang tak punya belas kasih. Jika Jonathan mati di sana, tak berguna lagi peperangan ini tercipta.""Lantas, untuk apa separuh kemampuanku ditransfer padanya?"Hard terdiam. Ia meraih bahuku setelah meletakkan sigaret di asbak. "Itu bukan keinginan kita. Itu kerja alam. Timbal balik dari penyatuan kalian berdua."Aku menghela napas panjang, lantas melihat ke sekitar. Lantas, tersentak saat sad

  • BEHIND   Next Plan

    Hari sudah gelap saat pesawat yang kami tumpangi baru saja mendarat dengan mulus. Penerbangan dari Miami ke London memakan waktu lebih dari delapan jam. Terhitung, sudah seminggu aku dan Hard mengumpulkan banyak sekutu.Menurut perhitungan dari laporan seluruh iblis yang menerima persekutuan, sudah ada sekitar 18 iblis murni yang mengulurkan tangan. Belum iblis turunan yang memang mereka ikut sertakan."Itu bahkan sebelum seperempat dari total iblis murni yang memihak Nathalie, Hard."Ucapan Jonathan memang benar adanya. Namun, hampir semua iblis yang telah rela mengubah haluan itu adalah para barisan makhluk tertua. Bahkan, terkuat pada eranya.Terlebih Jersey. Ia tak akan mati semudah itu. Tak ada yang tahu apa kelemahannya, kecuali aku. Pukulannya mampu membelah bebatuan besar. Jika ia masih memegang janjinya, aku tak perlu khawatir pada musuh yang mungkin tubuhnya lebih besar.

  • BEHIND   Jersey

    "Kau beruntung tanduknya bisa tumbuh lagi, Grace."Aku membuang muka. Bukan salahku jika harus meladeni amarahnya, 'kan?""Memang bukan salahmu karena membela diri. Hanya saja, kau lupa bahwa ada peraturan mengenai hak wilayah perburuan. Bukan hanya manusia yang punya dasar-dasar aturan. Kita juga punya."Kuhela napas panjang, lantas kembali menatap titik-titik cahaya di dekat telaga. Mungkin, para manusia itu sedang mencari sumber suara geraman yang tercipta tadi. Aku tak yakin, mereka akan menyimpulkan ini ulah hewan buas. Kerusakan yang terjadi di luar nalar dan batas binatang."Biarkan mereka dengan opini masing-masing. Setidaknya, jangan sampai manusia tahu banyak iblis berada tak jauh dari mereka."Aku bergeming, lantas menatap Hard dan Jersey bergantian. "Ia tak kembali ke wujud manusia?"Hard mendekat, lalu duduk bersisian denganku. "Dia bukan iblis s

  • BEHIND   Waktu yang Terhenti

    "Beraninya kau melanggar batas!"Suara berat itu menggelegar, membuatku sedikit terguncang. Ia melompat, dalam sekejap saja sudah berada di hadapan. Seluruh tubuhnya yang merah, serta tanduk yang memanjang membuatku ngeri menatapnya lebih lama.Tubuhnya yang gempal langsung membekap dan membawaku bersamanya. Dari ketinggian, kulihat Jonathan yang bergeming di bawah sana. Pun Hard yang juga mematung di tempat.Cepat kubentang sayap hendak meloloskan diri dari cengkeraman tangan besarnya yang kuat. Sayangnya, untuk bergerak seidkit pun aku tak mampu. Apalagi hendak membentangkan kedua sayap."Kau tak akan bisa lepas!"Sekali lagi, suara itu menggema bak lindu yang mengguncang. Kulihat sekeliling, mengabaikan embusan angin. "Hard!"Brak!Tubuhku dibanting, aku terpelanting hingga menabrak bebatuan di pinggiran danau. Kepalaku pusing. "Tu ...

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status