Share

Rencana Penyerangan

Masih terekam jelas di ingatan Gravin bagaimana dia berjalan terseok-seok keluar dari rumah. Para pembunuh bayaran itu tidak menyisakan sepotong daging keluarganya untuk bisa dikuburkan dengan layak. Itu dilakukan atas perintah dari orang yang membayar mereka untuk menghilangkan jejak kejahatannya terhadap keluarga dari Gravin.

Di tangannya, Gravin membawa hadiah mobil-mobilan yang dibeli oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahun.

Hingga Gravin tiba di sebuah gedung tua, kakinya tidak bisa dibawa untuk melangkah lagi. Anak kecil itu tumbang, dia kehilangan kesadarannya dengan rasa sakit yang teramat dalam di hatinya.

Kilasan adegan pembantaian orang tuanya, membangunkan dia dari tidur panjangnya.

Gravin mengerjap, menelisik setiap ruangan yang terasa asing baginya. Saat dia akan beranjak dan melarikan diri, seorang laki-laki yang mungkin seusia ayahnya, menghentikan dia.

Dialah Seto Pahlevi, seorang pengusaha ternama yang dengan tangan lebar merangkulnya dalam perlindungan.

"Aku dimana?" lirih Gravin penuh ketakutan.

"Kamu berada di rumahmu anak kecil," jawab Seto dengan suara yang penuh wibawa.

"Rumahku? Tapi ...." Gravin kecil terlihat ragu karena jelas ini bukanlah rumahnya.

"Iya, ini adalah rumahmu sekarang! Aku tahu apa yang sudah terjadi pada keluargamu, anak kecil. Tapi tak apa, mereka mengira kau sudah lenyap dan tidak akan mungkin berusaha untuk mencelakaimu lagi," ucap Seto membuat Gravin kembali menangis.

"Kenapa mereka jahat, Paman? Kenapa mereka melenyapkan Ayah, Ibu, dan juga Mas Bimo? Bahkan mereka menjadikan adik kecil seperti boneka mereka. Mereka sangat keterlaluan," lirih Gravin penuh kesedihan.

"Ayahmu tidak sengaja merekam aksi curang yang sedang dilakukan oleh seseorang, aku tahu karena anak buahku tidak sengaja ikut menyaksikan hal itu juga. Berhentilah menangis karena sekarang bukan waktunya untuk menangis! Kamu harus memanfaatkan ketidaktahuan mereka tentang keberadaanmu, untuk melakukan aksi balas dendam. Apa kamu tidak ingin balas dendam dan membalaskan setiap rasa sakit yang dirasakan oleh orang tuamu?" tanya Seto membuat kilatan amarah kini terpancar di wajah Gravin.

Anak itu mengusap kasar air matanya. Benar apa yang di katakan paman di hadapannya, kalau sekarang bukanlah waktunya dia untuk menangis tapi waktunya untuk merancang aksi balas dendam.

"Apa paman bisa membantuku?" tanya Gravin penuh harap.

"Untuk itulah aku membawamu kesini, aku akan membantumu untuk membalas kelakuan keji yang sudah mereka lakukan!" jawab Seto berapi-api.

Mata Gravin menajam dengan tangan yang terkepal erat. Ini bukanlah saatnya untuk berleha-leha tapi untuk mengasah diri agar bisa membuat perhitungan dengan orang-orang keji yang sudah merenggut nyawa keluarganya.

Mengingat itu, dada Gravin terasa sesak. Apalagi saat mengingat jika di mobil mainannya ada sebuah memori card yang ternyata berisi rekaman aksi curang yang orang itu lakukan sesuai dengan apa yang Seto katakan padanya.

"Tunggulah, besok aku akan muncul dan akan membuat kalian merasakan bagaimana sakitnya dilenyapkan tanpa ampun, seperti apa yang kalian lakukan pada keluargaku. Tidak akan ada ampunan untuk kalian semua," lirih Gravin dengan tangan yang sudah terkepal erat.

"Tuan, maaf mengganggu waktu Anda," ucap seorang dari belakang, membuat Gravin seketika berbalik.

"Ada apa Kalisa? Apa ada yang ingin kau katakan?" tanya Gravin dengan wajah dinginnya.

"Ayah meminta Tuan Gravin untuk menemuinya," jawab Kalisa apa adanya.

"Baik, aku akan segera menemuinya," jawab Gravin singkat.

"Apa sudah terjadi sesuatu, Tuan?" tanya kalisa menatap Gravin yang tampak basah oleh keringat.

"Tidak!" jawab Gravin acuh.

"Tapi, Anda …."

"Aku harus pergi menemui ayahmu, Kalisa. Jadi aku mohon jangan halangi aku!" potong Gravin enggan menanggapi Kalisa.

"Ah, baiklah! Maaf," sahut Kalisa sembari menundukan wajah.

Tanpa banyak bicara lagi Gravin segera berlalu melewati Kalisa. Gadis itu hanya bisa cemberut mendapatkan respon yang selalu dingin dari Gravin.

Padahal selama ini, Kalisa selalu mencoba mendekatkan diri pada lelaki yang sudah lama bertahta di hatinya, tapi Gravin seakan membangun dinding yang sangat tinggi sehingga siapapun tidak bisa untuk menjangkaunya.

"Hish, Tuan Gravin selalu saja begitu! Benar-benar menyebalkan!" gerutu Kalisa penuh kekesalan. Bahkan gadis itu tampak beberapa kali menghentakkan kakinya saking kesalnya.

Sementara Gravin yang sudah sampai di depan pintu bercat hitam, segera mengetuk pintu itu. Setelah mendapatkan instruksi dari dalam, barulah Gravin membuka pintu dan melenggang masuk menemui orang yang sudah membuatnya berada di posisi ini.

"Ada apa Paman Seto?" tanya Gravin setelah mendudukan diri di kursi.

"Aku dengar dari Kalisa jika besok kalian akan mulai menunjukan aksi balas dendam secara terang-terangan. Apa itu benar?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Ya, Paman," jawab Gravin singkat.

"Baiklah, aku akan memberitahumu sesuatu," ucap seto membuat Gravin mengernyit.

"Apa, Paman?" tanya Gravin penasaran.

"Kemari!"

Seto meminta Gravin untuk mendekat lalu mengatakan sesuatu dengan berbisik-bisik. Mungkin apa yang dia sampaikan sangatlah penting sehingga cicak pun tidak boleh mendengarnya.

Gravin menganggukan kepala sebagai jawaban kalau dia mengerti. Setelah semuanya dirasa selesai, Gravin segera keluar dari ruangan Seto.

"Apa Tuan sudah bertemu, Ayah?" tanya Kalisa begitu mereka berpapasan.

"Ya." Gravin kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Kalisa yang langsung menghentakkan kakinya kesal.

"Kapan kau itu akan berubah? Selalu saja bersikap kayak tembok!" gerutu Kalisa dengan bibir yang mengerucut.

Begitu sampai di ruangan tempat berlatih, Gravin tampak terseyum kecil. Semua orang-orangnya dia persiapkan sebaik mungkin menghadapi hidup dan mati esok hari. Mereka benar-benar sudah siap terjun ke Medan tempur. Gravin berharap semua yang dia rencanakan akan berjalan sesuai dengan harapannya.

"Tuan, semua anak-anak sudah siap," ucap Hans memberitahu kesiapan pasukan mereka.

"Bagus. Kita sudah lama menantikan hari esok tiba dan aku tidak ingin ada kesalahan. Pastikan semuanya lenyap termasuk dengan keluarganya sekalipun. Jangan sampai ada yang tersisa!" ucap Gravin dengan gigi yang gemeretak.

"Baik Tuan, kami tidak akan melakukan kesalahan sekecil apapun. Kami akan menyingkirkan mereka semua," jawab Hans meyakinkan.

"Hem, bagus! Itu yang aku harapkan dari kalian."

"Tentu, Tuan."

Bukan mereka tidak bisa melakukan penyerangan dari kemarin-kemarin, tapi memang besok adalah saat yang sangat tepat.

Besok, seluruh keluarga dari Eldrick si tersangka utama, akan hadir di acara ulang tahun anak bungsunya itu. Ini untuk pertama kalinya mereka muncul ke permukaan, dengan pengamanan yang tidak seketat biasanya.

Gravin benar-benar menantikan saat ini karena dengan begitu dia bisa langsung membabat habis hingga ke akar-akarnya.

Apa yang pernah Eldrick lakukan pada dia dan juga pada keluarganya, akan dia balas dengan cara yang sama juga. Tidak akan ada ampunan untuk mereka sedikitpun.

Mereka kembali berlatih, agar kemenangan berada di tangan mereka. Jika Eldrick memiliki uang saja, maka Gravin memiki uang dan juga kekuatan.

Gravin tahu benar jika melawan Eldrick bukan hanya lewat perang bisnis saja, tapi juga lewat perang kekuatan seperti ini. Apalagi, mengingat jika Eldrick selalu mempunyai bekingan dari beberapa preman dan juga kelompok pembunuh bayaran. Tentu menjadi tantangan tersendiri untuk Gravin bisa menaklukan mereka dengan kekuatan.

Gravin benar-benar ingin mengakhiri segalanya besok, supaya dia bisa menjalani kehidupan layaknya manusia pada umumnya. Tanpa dendam yang akan terus membuat hatinya terasa suram seperti yang selama ini dia rasakan.

Kesalahan terbesar yang Eldrick lakukan saat ini adalah bersikap lengah, seolah tidak ada lagi orang yang bisa menyentuhnya. Padahal yang dia tidak tahu, seekor macan yang penuh dengan amarah, tengah mengincar dia dan keluarganya.

Macan itu terbentuk karena kesalahan yang Eldrick lakukan di masa lalu. Dendam dari seorang laki-laki yang keluarganya pernah dibantai, lewat tangan para pembunuh bayaran suruhannya. Tidak ada ketakutan akan kematian, hanya haus akan darah Eldrick dan antek-anteknya saja yang terpancar dari wajahnya.

"Tunggulah aku besok, Eldrick! Aku akan membalas rasa sakit yang selama dua puluh tahun ini aku pendam. Jangan pernah meremehkan aku untuk ini, karena aku akan benar-benar membuatmu memohon bahkan untuk kematian mu sendiri!" lirih Gravin dengan senyuman yang begitu menyeramkan.

Siapapun yang melihat aura menyeramkan dari Gravin sekarang, pasti akan langsung ketakutan bahkan sebelum memulai pertarungan. Aura dendam memanglah lebih kuat dari pada apa pun. Api kemarahannya pun tidak akan pernah bisa padam sebelum tujuannya tercapai. Kematian Eldrick lah yang akan membuat dia puas dan melupakan semua dendamnya.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status