Share

BELENGGU DENDAM TUAN GRAVIN
BELENGGU DENDAM TUAN GRAVIN
Author: Azka Shakila

Mimpi Buruk

"Bu, apa Ayah akan pulang lebih cepat hari ini?" tanya seorang anak laki-laki penuh harap.

Si ibu tersenyum lalu berjongkok di hadapan anaknya.

"Tentu saja, Sayang. Ini kan, hari ulang tahunmu. Ayah sudah berjanji akan membawakanmu mainan mobil-mobilan yang kamu mau itu," jawab si ibu membuat anak kecil itu kegirangan.

"Yee … akhirnya Avin akan mempunyai mobil-mobil seperti Mas Bimo," teriaknya sambil melompat-lompat.

Anak itu berlari menghampiri anak laki-laki yang mungkin seusianya. Ia tersenyum lalu memeluk anak laki-laki itu dengan erat.

"Mas Bimo dengarkan, kalau aku juga akan dibelikan mainan yang sama seperti Mas Bimo? Jadi sekarang kita tidak akan bertengkar karena berebut mainan lagi," ujarnya senang.

"Kau benar, Vin. Aku tidak sabar menunggu Paman segera pulang. Aku ingin melihat mobil-mobil baru milikmu itu," ucap anak yang dipanggil Bimo itu tak kalah antusias.

"Hu'um."

Mereka tidak sabaran menunggu, berjalan hilir-mudik sambil sesekali melihat ke arah pintu. Perasaan senang di hati keduanya membuat kedua anak itu menjadi tidak sabaran.

"Aduh, aku kebelet. Mas Bimo tunggu ayahnya sendiri dulu ya, aku mau kebelakang sebentar," pamitnya karena sudah tidak tahan mendapat panggilan alam.

"Baiklah, tapi nanti jangan nangis karena Mas Bimo yang lebih dulu lihat mobil kamu," ucap Bimo membuat bocah cilik itu langsung menggelengkan kepala.

"Enggak, Mas. Mas Bimo kan, cuman lihat bukan mau merebut mainan aku," sahutnya meyakinkan.

"Ya sudah, sana pergi sebelum kamu pipis di celana!" titah Bimo dan dijawab anggukkan kepala oleh bocah itu.

Anak laki-laki itu segera berlari ke belakang menyisakan tawa dari seorang ibu dengan perut buncit dan juga anak laki-laki yang bernama Bimo.

Cukup lama anak kecil itu menyelesaikan hajatnya karena dia bukan hanya pipis saja. Setelah dirasa apa yang mendesaknya plong, anak itu segera berlari dengan gaya riangnya.

Namun, saat hampir sampai ke ruang tengah, anak itu mendengar jeritan menyakitkan dari arah depan bahkan terdengar juga beberapa tembakan. Dengan insting pertahanan diri, buru-buru dia mengendap-endap masuk ke celah lemari tua yang selama ini menjadi tempat persembunyiannya saat bermain petak umpet bersama Bimo.

Dari sana dia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi pada keluarganya. Ayah, ibu, bahkan Mas Bimo nya, sedang di bantai habis-habisan.

Bukan hanya tembakan yang mereka terima di seluruh tubuhnya, bahkan ketika mereka sekarat pun, orang-orang keji itu masih tidak mau menghentikan aksinya mengoyak raga yang sudah hampir tidak bernyawa. Mereka semua tertawa-tawa bahagia seakan apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyenangkan.

Anak laki-laki itu menangis sambil menggigit kain yang disumpalkan ke mulutnya. Itu dia lakukan agar mereka yang sedang mengeksekusi keluarganya tidak menyadari kehadiran dirinya.

Kelakuan keji mereka terekam sangat jelas dalam ingatan anak kecil itu. Meskipun wajah mereka tidak terlihat dengan jelas karena tertutup topeng, tapi setiap kata yang keluar dari mulut orang-orang itu tidak mungkin pudar dari ingatan Gravin. Itu sangat cukup menjadi jalan untuk anak itu menemukan mereka suatu saat nanti.

"Huh … huh … huh … TIDAK!"

Seorang laki-laki terperanjat bangun dari tidurnya, tangannya mengusap peluh yang sudah membasahi seluruh pelipisnya.

Segera dia mengambil air putih yang ada di atas nakas dan meneguknya hingga tandas.

"Mimpi itu lagi," lirihnya sambil menyeka peluh yang membasahi pelipisnya.

"Aku berjanji akan membalaskan setiap tetes darah yang keluar dari tubuh kalian akibat ulah biadab mereka. Aku janji, Ayah, Ibu, Mas Bimo, aku berjanji akan melakukanya."

Kilatan amarah jelas terpancar dari mata elangnya. Mimpi itu seolah menjadi pengingat pada apa yang menjadi tujuan hidupnya selama ini.

Ya, dia adalah Gravin Axsein, satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian yang terjadi pada keluarganya sekitar 20 tahun yang lalu.

Kejadian itu bertepatan dengan ulang tahunnya yang ketujuh. Hadiah di hari ulang tahunnya itu merupakan hadiah yang tidak akan mungkin dia lupakan untuk selamanya.

Hadiah mengerikan itu adalah kematian orang tua juga kakak sepupunya karena kekejaman dari kelompok pembunuh bayaran yang disewa oleh seseorang yang saat itu bahkan sampai sekarang masih berkuasa di sebuah perusahaan yang sangat besar.

Gravin selalu memantau mereka, memastikan celah untuk dia menghancurkan mereka semua hingga sehancur-hancurnya.

Bahkan sekarang Gravin menjadi pemimpin yang disegani di sebuah perusahaan yang selama ini menjadi musuh bebuyutan dari perusahaan yang dipimpin oleh pelenyap keluarganya itu.

Tidak ada hari untuknya berleha-leha, dia terus mengasah kemampuannya dalam bertarung, menggunakan berbagai senjata, dan juga kecekatannya dalam berbisnis.

Gravin, anak lugu nan polos itu kini sudah berubah menjadi seorang laki-laki yang tidak tersentuh dan terkenal berdarah dingin.

Tidak ada belas kasih ketika Gravin menyingkirkan penghalang jalannya, bahkan apa pun akan dia lakukan untuk membuat korbannya tidak berani kembali mengangkat wajahnya.

Setelah merasa bisa mengontrol emosinya, Gravin segera keluar dari kamarnya. Setelah mendapatkan mimpi seperti itu, dia selalu menuju tempatnya yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan segala amarah.

Bawahannya yang sudah tidak asing dengan kelakuan Gravin, segera mengekor laki-laki itu dari belakang.

Laki-laki itu langsung melepaskan segala amarahnya pada samsak tinju hingga seluruh tubuhnya seakan bermandikan keringat.

Dendam yang tertanam dalam hatinya sejak kecil, membuat Gravin menjadi orang yang ambisius bahkan tidak pernah mengenal rasa takut.

Bahaya seperti apapun yang menghalangi jalannya selalu Gravin singkirkan tanpa gentar. Itu juga yang membuat dia diangkat menjadi pengganti oleh pemimpin dari perusahaan yang kini berada di bawah kuasa nya.

Karena, orang itu sangat yakin dengan api amarah yang terus menyala dalam diri Gravin akan membuat perusahaannya terus berjaya. Apalagi, setelah mengetahui jika orang yang Gravin incar adalah rival mereka.

Setelah puas melepaskan amarah, Gravin langsung menghampiri anak buahnya yang sedari tadi menemaninya di sana.

"Bagaimana dengan mereka, Hans? Apa kalian sudah mendapatkan celah supaya kita bisa melakukan penyerangan dalam waktu dekat ini?" tanya Gravin dengan sorot mata penuh dendam.

"Ya, Tuan. Kita sudah mendapatkan kesempatan untuk membuat mereka porak-poranda sampai ke akar-akarnya," jawab orang yang bernama Hans membuat senyum misterius terbit di bibir Gravin.

"Bagus! Siapkan segalanya untuk kita melumpuhkan mereka dalam sekali tepuk! Aku tidak ingin ada kesalahan yang membuat mereka selamat dari cengkraman kita. Pastikan semuanya dipersiapkan dengan matang!" titah Gravin berapi-api.

"Baik, Tuan. Kami akan melakukannya dengan sangat hati-hati sehingga tidak akan membuat mereka bisa lolos dari serangan kita."

"Hemm, aku menantikan hasil kerja kalian!"

Gravin langsung meninggalkan Hans. Laki-laki itu harus memastikan sendiri jika lawannya tidak akan bisa melarikan diri saat mereka melakukan penyerangan nanti.

"Akhirnya, aku akan segera membawa keadilan untuk kalian," lirih Gravin menatap langit yang gelap tanpa cahaya sedikitpun seperti hatinya yang juga sama gelapnya karena dendam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status