Share

Bab 3. Sekertaris Cantik

Sudah satu bulan lamanya Nayla bekerja sebagai sekretaris Alvaro. Dia tidak dapat menolak lantaran sang suami terus mendesaknya, dengan alasan agar Nayla tidak merasa canggung kepada saudara ipar sendiri.

“Aku hanya takut kamu merasa bosan di rumah ini sendirian. Lagipula, dia kakakku. Apa salahnya kamu lebih akrab dengannya seperti saudara kandung sendiri. Toh, aku lebih merasa tenang bila aman bersamanya.” Ucapan Alvin waktu itu seolah menitipkan Nayla kepada Alvaro.

Ingin membantah. Namun, Nayla seakan tak diberikan pilihan itu.

Nayla tampak membuang napas kasar berkali-kali. Bukan tanpa tujuan dia berada di ruangan Alvaro. Ruangan dengan dominan cat berwarna putih itu membuat kesan nyaman dan damai. Namun kenyataannya tak seperti itu bagi wanita yang memakai blazer abu-abu, dia terlihat duduk dengan gelisah. Nayla merasa bosan berada di ruangan Alvaro, sedangkan pria itu seolah menahannya agar tetap di tempat.

"Pak, saya di sini untuk meminta tanda tangan Anda. Bukan untuk memandangi tubuh Anda!"

Wanita itu merasa kesal ketika Alvaro tanpa sedikitpun memeriksa berkas yang dibawa. Dia justru sibuk bolak-balik berganti pakaian di ruang pribadinya yang menyatu dengan ruangan kerja. Pintunya yang terbuat dari bahan transparan jelas menampilkan apapun yang ada di dalam sana.

Dia membalik badan lalu berjalan santai menuju Nayla dengan satu tangan di saku celana. Dia duduk pada tepian atas meja kerjanya, tepat di depan Nayla. Jemarinya mulai menggoyangkan pena di atas kertas putih tanpa matanya ikut menatap ke benda itu. Kedua netra hazel itu terus menatap sinis kepada wanita yang terlihat tidak dalam duduknya. Rambutnya yang dibuat ikal di bagian pangkal, membuatnya semakin cantik pagi ini.

Nayla lantas membuang wajah ke samping. Dia tidak suka dengan tatapan Alvaro seperti itu kepadanya. Selain itu, dia juga tidak suka pada debaran di dalam dadanya yang berpacu lebih cepat, seolah merasakan hal lain saat Alvaro menatapnya intens. Mata hazel kebiruan itu seolah magis untuk Nayla. Ditambah lagi ekor mata Nayla beberapa kali mencuri pandang pada tubuh bagian depan Alvaro yang sedikit terbuka akibat pemakaian kemeja yang tidak rapi.

Lekukan atletis di sana jelas membuat siapapun terpesona, tak terkecuali dengan Nayla. Wanita itu berusaha bersikap wajar untuk menutupi rasa gugupnya.

"Sudah selesai." Pria itu menutup map. Matanya tanpa sedikitpun teralihkan dari Nayla. "Kenapa kamu terlihat buru-buru sekali? Mau kemana pagi-pagi begini selain bertemu klien?" cecar Alvaro membuat Nayla tak nyaman.

"Bukankah Bapak yang meminta saya untuk berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan?" Nayla menjawab dengan nada ketus.

Pagi-pagi wanita itu sudah merasa kesal hatinya, lantaran Alvaro seolah mengalami amnesia.

"Oh iya, saya lupa. Karena saya tidak bisa ikut, akan saya kirimkan driver untuk menemani kamu." Pria itu merapikan kancing kemejanya, sembari menyeringai terhadap Nayla. "Satu lagi. Kamu memanggil saya bapak agar saya memanggil kamu ibu, lalu anak-anak kita memanggil orang tua, begitu?" Pria tampan itu tertawa setelah melempar candaan tak jelas kepada Nayla.

Nayla merasa jijik mendengar banyolan kakak iparnya. “Dasar jomblo! Makanya cari pasangan biar nggak error!” desis batinnya ingin meneriaki pria itu.

Nayla hanya memandang sinis pada punggung yang semakin menjauh.

"Sebab ini di kantor. Mana mungkin saya memanggil Anda kakak?" jawab Nayla pada akhirnya. Dia masih berusaha mengontrol amarahnya.

***

Di sebuah aula hotel. Alvaro tampak berjalan tergesa-gesa. Garis wajahnya tegas menunjukkan amarah yang keluar dari paras pria itu. Tangan kekarnya mengepal di kedua sisinya menampilkan otot-otot kebiruan di sana.

Sesampainya di lantai lima hotel berbintang. Tanpa ingin bersikap sopan, pria berjas navy itu membuka pintu salah satu ruangan dengan keras.

Terlihat dua orang pria bersama seorang wanita menoleh secara tiba-tiba ke arahnya.

Alvaro berjalan menghampiri sang wanita yang tidak lain adalah Nayla, sang adik ipar sekaligus sekretaris pribadinya.

Pria itu berdiri tepat di belakang tubuh Nayla. Hal itu membuat Nayla kebingungan. Sedang apa bosnya itu berada di sini, sedangkan dia juga memiliki agenda rapat di tempat lain? Nayla semakin merasa tidak enak saat menyadari mata hazel kebiruan itu menatap tajam pada kedua orang pria di depannya.

"Kenapa atasan kalian melanggar perjanjian? Bukankah hal semacam ini tercantum pada surat kontrak?" tanya Alvaro dingin. Sorot matanya mengintimidasi pada dua orang pria di seberangnya yang saling bertukar pandang.

"Maafkan kami, Pak Alvaro. Presdir kami tidak memberitahu pihak Anda untuk mengganti utusan pertemuan kali ini." Pria berambut cepak itu sedikit membungkukkan badannya.

"Untuk kali ini saya beri toleransi, tapi jika kejadian ini terulang lagi, saya tidak akan segan-segan membatalkan kerja sama ini," ancam Alvaro. Tangannya dengan cepat menyambar tangan Nayla, membuat wanita itu terlonjak kaget.

"Nay!" Seruan seseorang membuat Nayla menghentikan langkah kakinya lalu menoleh ke arah belakang. "Lain kali kita ngobrol lagi lewat pesan, ya!" pinta pria berkacamata yang menjadi salah satu kliennya.

Nayla hanya tersenyum sekilas sebelum Alvaro kembali menarik tangannya untuk keluar dari tempat itu.

Nayla menghentakkan tangan Alvaro setibanya di mobil pria itu. Pergelangannya terasa memanas sebab cengkeraman tangan pria itu yang teramat kuat.

"Ada apa dengan Anda? Kenapa terlihat marah seperti itu? Saya hanya melakukan tugas dalam pekerjaan, apa ada sesuatu yang salah?" Nayla terus memberondong berbagai pertanyaan kepada Alvaro.

"Saya tidak marah denganmu. Saya hanya marah pada klien itu yang tiba-tiba saja mengganti orang untuk bertemu denganmu. Jika tahu yang akan kamu temui adalah dua lelaki itu, aku akan membatalkan pertemuanku dengan klien lain. Untung saja alat penyadapku bekerja dengan baik." Alvaro mengembangkan senyum sinis untuk Nayla tanpa harus menoleh kepadanya.

Dahi Nayla lantas mengernyit setelah mendengar ucapan Alvaro. Ada penyadap dalam dirinya?

"Ah, iya. Aku marah kepadamu sebab satu hal." Alvaro menoleh kepada Nayla, kini raut wajahnya kembali dingin. "Siapa pria itu? Kenapa dia terlihat akrab denganmu?"

Nayla meluruskan pandangan setelah menyadari netranya bersitatap dengan Alvaro. "Dia teman lamaku. Kami satu kampus dulu. Memangnya kenapa? Mas Alvin saja tidak membatasi pertemananku." Nayla menjawab dengan dingin seperti halnya membalas tatapan Alvaro.

Alvaro menjadi salah tingkah saat menyadari tatapan Nayla mengundang banyak tanya untuknya.

"Ti-tidak ada. Hanya saja, kau bekerja denganku. Sudah pasti Alvin mempercayakan keselamatanmu kepadaku. Aku hanya tidak ingin dia kecewa setelah tahu istrinya mengalami hal buruk," ucapnya beralasan.

Nayla tak lagi menanggapi. Tubuhnya terasa lelah untuk terus berdebat dengan Alvaro.

Mobil warna hitam itu melaju menyusuri jalan raya setelah mendapat perintah dari Alvaro. Sepanjang perjalanan Nayla hanya diam, dia tak banyak menanggapi ucapan Alvaro yang seolah anak kecil belajar bicara.

"Aku berhenti di sini saja!" pinta Nayla.

Alvaro menghentikan mobil itu secara mendadak membuat tubuh Nayla sedikit maju.

"Kau marah dengan ucapanku?" Alvaro menatap tajam kepada Nayla.

Wanita itu mengembuskan napasnya kasar. "Tidak, aku hanya ingin mampir ke apotek–"

Belum selesai Nayla berbicara, Alvaro langsung memotong. "Apa kamu sakit? Alvin tidak menyadari itu?"

"Bukan, saya tidak sakit. Saya hanya ingin membeli susu program hamilku yang telah habis. Kali ini biarkan saya pergi sendiri," mohon Nayla.

"Tidak bisa! Selama Alvin tidak ada, kamu menjadi tanggung jawabku. Aku akan mengantarmu sampai ke apotek depan." Mobil metalik itu kembali melaju dengan kecepatan sedang.

Alvaro menepati janjinya, dia bahkan ikut masuk ke dalam apotek menemani Nayla. Satu hal yang paling tidak dia sukai untuk mengantar seorang wanita bepergian. Seperti yang dia lakukan pada para mantannya dulu. Namun, kali ini berbeda, hatinya seolah ingin terus mengikuti kemanapun wanita itu pergi.

"Alvaro." Suara seorang wanita berhasil membuat keduanya menoleh untuk mencari sumber suara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status