Share

Bab 2. Suka Lubang di Tengah

Alvin membuka pintu kamar dengan cepat. Pria berkemeja cokelat itu tampak terkejut mendapati Nayla terduduk di lantai.

"Kamu kenapa, Sayang? Kamu mengalami masalah?" serunya bernada khawatir. Tas dan jas hitamnya dia lempar asal di atas tempat tidur, buru-buru dia membantu Nayla berdiri.

"A-aku tidak apa-apa, Mas. Hanya terpeleset saja tadi," elak Nayla. Wanita itu masih berusaha mengatur napasnya agar tak terlihat gugup di depan sang suami.

Kedua alis Alvin hampir saja menyatu. Di pandangi seluruh tubuh Nayla yang tertutup selimut tebal.

Menyadari sang suami mulai merasa curiga, Nayla menampilkan sebuah senyuman sambil berkata, "Aku habis mandi, Mas. Airnya dingin sekali, makanya aku pake selimut ini."

Alvin hanya mengangguk dengan bibirnya yang membulat. Pria itu berjalan memutari tubuh Nayla, lalu merengkuhnya dari belakang.

"Aku minta maaf karena pulang terlambat. Aku harap kamu tidak marah. Sebagai penebus janjiku, apa kita akan melakukannya pagi ini?" bisiknya pada salah satu telinga Nayla, bibir berwarna pink pudar itu mencium sekilas tengkuk sang istri.

Bulu kuduk Nayla meremang. Bayangan kejadian tadi malam kini kembali teringat. Hatinya mulai sesak saat menyadari dirinya telah berkhianat terhadap Alvin.

Nayla memundurkan tubuh Alvin, bahkan kulit tubuhnya kini sudah terlanjur kotor untuk Alvin sentuh. Wanita itu menghapus air mata di pelupuk sebelum membasahi pipi.

"Aku minta maaf, Mas. Pagi ini aku datang bulan," ucapnya berbohong.

Alvin sedikit terkejut. Seingatnya, sang istri baru selesai mengalami fase itu. Takingin merasa curiga, pria itu kembali menghadirkan senyum untuk wanita pujaan hatinya.

"Tidak apa-apa. Masih ada waktu lain untuk mencobanya." Alvin berjalan mendekat lalu mencium puncak kepala Nayla.

Alvin berjalan menuju tempat tidur. Pria itu merebahkan tubuh kekarnya di atas sana.

Hati Nayla kembali merasa sakit saat melihat sang suami yang tampak begitu lelah akibat mencari nafkah untuknya, sedangkan dia justru melayani pria lain. Hal ini semakin membuat Nayla tak kuasa menahan tangis. Sebelum cairan bening itu keluar dari pelupuk matanya, buru-buru dia menuju kamar mandi.

"Mau kemana, Sayang? Ganti baju di sini saja," goda Alvin sambil terkekeh.

Nayla tak menggubris. Dia hanya memajukan bibir beberapa centi kepada Alvin.

Jika di kamar itu hanya ada Alvin, dia tak masalah akan berganti pakaian di sana. Namun, di sana juga masih ada Alvaro. Pria itu bersembunyi di bawah ranjang mereka. Bagaimana mungkin Nayla akan mempertontonkan tubuhnya untuk yang kedua kali kepada pria itu?

Nayla sengaja menyalakan keran air dengan begitu keras. Dia tidak ingin jika sang suami mendengar suara tangis pilunya. Yang ada dalam pikiran Nayla adalah, bagaimana dia bisa menghapus semua jejak Alvaro pada tubuhnya, bahkan pada ingatannya.

***

Wanita itu sudah cantik kembali dengan dress selutut membalut tubuhnya. Riasan tipis sudah ia bubuhkan pada wajah cantiknya. 

Bibir tipis kemerahan itu menghadirkan segaris senyum tatkala melihat sang suami tengah terlelap. Ini saatnya dia harus menjalankan kewajiban untuk menyiapkan sarapan untuk Alvin.

"Sayang, ini dasi siapa?" Nayla mematung di depan pintu. Saat akan keluar, Alvin berhasil menahannya.

Nayla perlahan menoleh. Dia melihat Alvin dalam posisi setengah duduk di atas ranjang. Salah satu tangannya memamerkan sebuah dasi berwarna maroon.

Wanita itu kembali membeku. Jantungnya berdegup lebih kencang. Salivanya Dia telan dengan susah payah. Dia sangat takut jika Alvin menyadari itu adalah dasi Alvaro.

"Aku menemukannya terselip di sisi ranjang." Matanya menatap bergantian antara Nayla juga dasi itu. "Apa aku memiliki dasi seperti ini?"

Nayla mengusap tengkuk perlahan, mencoba mencari alasan yang logis untuk sang suami.

"I-itu dasi kamu, Mas. Baru beli beberapa bulan yang lalu. Apa kamu lupa? Karena kamu lebih menyukai dasi hadiah dariku, jadi kamu jarang pakai dasi itu," ucapnya dengan sangat hati-hati. Semoga saja Alvin akan mempercayainya kali ini.

Alvin mengangguk ragu. Lalu membiarkan sang istri untuk melanjutkan tugasnya, sedangkan ia memilih menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Nayla hampir saja membentur tembok di belakangnya, piring yang berisi hidangan untuk Alvin hampir terjatuh saat tiba-tiba dia melihat sosok Alvaro di balik pintu lemari es. 

Wanita itu sempat terbengong sembari menelan saliva saat melihat beberapa otot mencuat dari tubuh pria kekar itu.

"Apa ada yang aneh?" Ucapan Alvaro berhasil membuyarkan lamunan wanita berusia 28 tahun itu.

Wajah Nayla tertunduk seketika untuk menghindari fokus matanya, meski ekor mata wanita itu terus saja tertuju pada cetakan roti sobek di perut Alvaro yang hanya tertutup kaos singlet.

"Tidak ada." Hanya itu jawaban singkat yang Nayla berikan. Kaki jenjangnya terayun meninggalkan Alvaro di tempat semula.

Setibanya di ruang makan, dia melihat sang suami telah duduk di kursi utama. Raut wajahnya tampak gusar, fokusnya menatap tajam pada sebuah layar laptop di depannya.

"Ada apa, Mas?" Nayla bertanya sembari meletakan sepiring kue donat di dekat kopi Alvin.

Alvin tersentak menyadari sudah ada sang istri di dekatnya. "Tidak ada, Sayang. Hanya masalah kecil di perusahaan saja." Raut wajahnya kembali dia cairkan di depan wanita itu.

Nayla membalas senyuman itu walau sedikit. Hatinya mengatakan ada suatu masalah besar yang tengah dihadapi suaminya.

"Hai, Kak!" Tangan Alvin melambai. Refleks, Nayla mengikuti arah tangan pria itu. Wajah Nayla kembali masam kala melihat Alvaro yang disapa Alvin.

"Sini dulu. Kita ngopi bareng," ajaknya. Tanpa ada sebuah penolakan, Alvaro menyambut ajakan sang adik.

Alvaro duduk di samping Alvin, berseberangan dengan Nayla. Tanpa ingin menegur ataupun menyapa, tangannya segera mengambil sebuah kue donat bertabur gula halus di dekat Alvin.

Sontak saja itu kembali membuat Nayla bersungut "Itu punya Mas Alvin, kenapa diambil? Kalo Kakak mau, ambil saja di belakang!" 

Alvaro yang baru saja akan memasukan kue bundar itu ke dalam mulutnya menjadi urung. "Ini punya kamu, Vin?" tunjuknya pada sang adik. "Aku boleh mengambilnya? Aku boleh mencicipi milik kamu, 'kan?" Pria itu berkata tanpa menoleh ke arah Alvin, dia justru menatap sinis Nayla dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.

Alvin terkekeh mendapati konflik kecil di depannya. "Tidak apa-apa, Kak. Kak Alvaro boleh mencicipi punyaku."

Ingin membantah karena pembelaan Alvin pada pria itu. Namun, tatapan Alvin lebih dulu menenangkan sang istri.

"Dasar tidak sopan!" desis Nayla.

"Istri kamu suka sesuatu yang dilubangi tengahnya?" celetuk Alvaro lagi.

Nayla kembali menatap tajam pada Alvaro, dia merasa ucapan Alvaro mengandung kata bermakna lain.

"Iya, dia suka bikin kue. Aku hampir membukakan toko kue untuknya, tapi dia nggak mau. Kurang percaya diri katanya," jawab Alvin. Senyum itu masih terpancar manis di bibirnya.

Nayla semakin tidak nyaman dengan adanya Alvaro di antara mereka. Tatapan yang pria itu berikan seolah memiliki arti.

Sedari tadi wajah cantik wanita itu dia palingkan ke lain arah. Nayla berusaha menghindari kontak mata dengan Alvaro. Entah kenapa, hatinya berdegup kencang, ketika sesekali memergoki Alvaro memperhatikan dirinya. Nayla merasa salah tingkah. Tidak dapat dipungkiri wajah sang kakak ipar memiliki kharisma tersendiri saat rambut dan beberapa titik di wajahnya dibanjiri peluh olahraga.

***

Nayla tengah duduk di atas sofa kamarnya. Terdengar suara keran kamar mandi dimatikan. Tidak lama, Alvin keluar dari ruangan bersih-bersih itu dengan mengenakan piyama tidur.

Dia berjalan mendekat, lalu duduk di samping tubuh Nayla.

"Oh iya, Sayang. Aku tadi ngobrol sama kak Alvaro. Dia mengatakan, kalo sedang mencari sekretaris. Seandainya, mas merekomendasikan kamu, bagaimana?"

Nayla batuk, dia tersedak teh hangat yang disesapnya. Dia sangat terkejut mendengar usulan Alvin.

Wanita berpiyama tidur itu terus berusaha menolak tawaran Alvin. Jika dia bersedia, artinya dia

akan selalu bertemu dengan Alvaro, laki-laki menyebalkan yang berusaha dia hindari akibat kejadian malam itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status