Alvin membuka pintu kamar dengan cepat. Pria berkemeja cokelat itu tampak terkejut mendapati Nayla terduduk di lantai.
"Kamu kenapa, Sayang? Kamu mengalami masalah?" serunya bernada khawatir. Tas dan jas hitamnya dia lempar asal di atas tempat tidur, buru-buru dia membantu Nayla berdiri.
"A-aku tidak apa-apa, Mas. Hanya terpeleset saja tadi," elak Nayla. Wanita itu masih berusaha mengatur napasnya agar tak terlihat gugup di depan sang suami.
Kedua alis Alvin hampir saja menyatu. Di pandangi seluruh tubuh Nayla yang tertutup selimut tebal.
Menyadari sang suami mulai merasa curiga, Nayla menampilkan sebuah senyuman sambil berkata, "Aku habis mandi, Mas. Airnya dingin sekali, makanya aku pake selimut ini."
Alvin hanya mengangguk dengan bibirnya yang membulat. Pria itu berjalan memutari tubuh Nayla, lalu merengkuhnya dari belakang.
"Aku minta maaf karena pulang terlambat. Aku harap kamu tidak marah. Sebagai penebus janjiku, apa kita akan melakukannya pagi ini?" bisiknya pada salah satu telinga Nayla, bibir berwarna pink pudar itu mencium sekilas tengkuk sang istri.
Bulu kuduk Nayla meremang. Bayangan kejadian tadi malam kini kembali teringat. Hatinya mulai sesak saat menyadari dirinya telah berkhianat terhadap Alvin.
Nayla memundurkan tubuh Alvin, bahkan kulit tubuhnya kini sudah terlanjur kotor untuk Alvin sentuh. Wanita itu menghapus air mata di pelupuk sebelum membasahi pipi.
"Aku minta maaf, Mas. Pagi ini aku datang bulan," ucapnya berbohong.
Alvin sedikit terkejut. Seingatnya, sang istri baru selesai mengalami fase itu. Takingin merasa curiga, pria itu kembali menghadirkan senyum untuk wanita pujaan hatinya.
"Tidak apa-apa. Masih ada waktu lain untuk mencobanya." Alvin berjalan mendekat lalu mencium puncak kepala Nayla.
Alvin berjalan menuju tempat tidur. Pria itu merebahkan tubuh kekarnya di atas sana.
Hati Nayla kembali merasa sakit saat melihat sang suami yang tampak begitu lelah akibat mencari nafkah untuknya, sedangkan dia justru melayani pria lain. Hal ini semakin membuat Nayla tak kuasa menahan tangis. Sebelum cairan bening itu keluar dari pelupuk matanya, buru-buru dia menuju kamar mandi.
"Mau kemana, Sayang? Ganti baju di sini saja," goda Alvin sambil terkekeh.
Nayla tak menggubris. Dia hanya memajukan bibir beberapa centi kepada Alvin.
Jika di kamar itu hanya ada Alvin, dia tak masalah akan berganti pakaian di sana. Namun, di sana juga masih ada Alvaro. Pria itu bersembunyi di bawah ranjang mereka. Bagaimana mungkin Nayla akan mempertontonkan tubuhnya untuk yang kedua kali kepada pria itu?
Nayla sengaja menyalakan keran air dengan begitu keras. Dia tidak ingin jika sang suami mendengar suara tangis pilunya. Yang ada dalam pikiran Nayla adalah, bagaimana dia bisa menghapus semua jejak Alvaro pada tubuhnya, bahkan pada ingatannya.
***
Wanita itu sudah cantik kembali dengan dress selutut membalut tubuhnya. Riasan tipis sudah ia bubuhkan pada wajah cantiknya.
Bibir tipis kemerahan itu menghadirkan segaris senyum tatkala melihat sang suami tengah terlelap. Ini saatnya dia harus menjalankan kewajiban untuk menyiapkan sarapan untuk Alvin.
"Sayang, ini dasi siapa?" Nayla mematung di depan pintu. Saat akan keluar, Alvin berhasil menahannya.
Nayla perlahan menoleh. Dia melihat Alvin dalam posisi setengah duduk di atas ranjang. Salah satu tangannya memamerkan sebuah dasi berwarna maroon.
Wanita itu kembali membeku. Jantungnya berdegup lebih kencang. Salivanya Dia telan dengan susah payah. Dia sangat takut jika Alvin menyadari itu adalah dasi Alvaro.
"Aku menemukannya terselip di sisi ranjang." Matanya menatap bergantian antara Nayla juga dasi itu. "Apa aku memiliki dasi seperti ini?"
Nayla mengusap tengkuk perlahan, mencoba mencari alasan yang logis untuk sang suami.
"I-itu dasi kamu, Mas. Baru beli beberapa bulan yang lalu. Apa kamu lupa? Karena kamu lebih menyukai dasi hadiah dariku, jadi kamu jarang pakai dasi itu," ucapnya dengan sangat hati-hati. Semoga saja Alvin akan mempercayainya kali ini.
Alvin mengangguk ragu. Lalu membiarkan sang istri untuk melanjutkan tugasnya, sedangkan ia memilih menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Nayla hampir saja membentur tembok di belakangnya, piring yang berisi hidangan untuk Alvin hampir terjatuh saat tiba-tiba dia melihat sosok Alvaro di balik pintu lemari es.
Wanita itu sempat terbengong sembari menelan saliva saat melihat beberapa otot mencuat dari tubuh pria kekar itu.
"Apa ada yang aneh?" Ucapan Alvaro berhasil membuyarkan lamunan wanita berusia 28 tahun itu.
Wajah Nayla tertunduk seketika untuk menghindari fokus matanya, meski ekor mata wanita itu terus saja tertuju pada cetakan roti sobek di perut Alvaro yang hanya tertutup kaos singlet.
"Tidak ada." Hanya itu jawaban singkat yang Nayla berikan. Kaki jenjangnya terayun meninggalkan Alvaro di tempat semula.
Setibanya di ruang makan, dia melihat sang suami telah duduk di kursi utama. Raut wajahnya tampak gusar, fokusnya menatap tajam pada sebuah layar laptop di depannya.
"Ada apa, Mas?" Nayla bertanya sembari meletakan sepiring kue donat di dekat kopi Alvin.
Alvin tersentak menyadari sudah ada sang istri di dekatnya. "Tidak ada, Sayang. Hanya masalah kecil di perusahaan saja." Raut wajahnya kembali dia cairkan di depan wanita itu.
Nayla membalas senyuman itu walau sedikit. Hatinya mengatakan ada suatu masalah besar yang tengah dihadapi suaminya.
"Hai, Kak!" Tangan Alvin melambai. Refleks, Nayla mengikuti arah tangan pria itu. Wajah Nayla kembali masam kala melihat Alvaro yang disapa Alvin.
"Sini dulu. Kita ngopi bareng," ajaknya. Tanpa ada sebuah penolakan, Alvaro menyambut ajakan sang adik.
Alvaro duduk di samping Alvin, berseberangan dengan Nayla. Tanpa ingin menegur ataupun menyapa, tangannya segera mengambil sebuah kue donat bertabur gula halus di dekat Alvin.
Sontak saja itu kembali membuat Nayla bersungut "Itu punya Mas Alvin, kenapa diambil? Kalo Kakak mau, ambil saja di belakang!"
Alvaro yang baru saja akan memasukan kue bundar itu ke dalam mulutnya menjadi urung. "Ini punya kamu, Vin?" tunjuknya pada sang adik. "Aku boleh mengambilnya? Aku boleh mencicipi milik kamu, 'kan?" Pria itu berkata tanpa menoleh ke arah Alvin, dia justru menatap sinis Nayla dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.
Alvin terkekeh mendapati konflik kecil di depannya. "Tidak apa-apa, Kak. Kak Alvaro boleh mencicipi punyaku."
Ingin membantah karena pembelaan Alvin pada pria itu. Namun, tatapan Alvin lebih dulu menenangkan sang istri.
"Dasar tidak sopan!" desis Nayla.
"Istri kamu suka sesuatu yang dilubangi tengahnya?" celetuk Alvaro lagi.
Nayla kembali menatap tajam pada Alvaro, dia merasa ucapan Alvaro mengandung kata bermakna lain.
"Iya, dia suka bikin kue. Aku hampir membukakan toko kue untuknya, tapi dia nggak mau. Kurang percaya diri katanya," jawab Alvin. Senyum itu masih terpancar manis di bibirnya.
Nayla semakin tidak nyaman dengan adanya Alvaro di antara mereka. Tatapan yang pria itu berikan seolah memiliki arti.
Sedari tadi wajah cantik wanita itu dia palingkan ke lain arah. Nayla berusaha menghindari kontak mata dengan Alvaro. Entah kenapa, hatinya berdegup kencang, ketika sesekali memergoki Alvaro memperhatikan dirinya. Nayla merasa salah tingkah. Tidak dapat dipungkiri wajah sang kakak ipar memiliki kharisma tersendiri saat rambut dan beberapa titik di wajahnya dibanjiri peluh olahraga.
***
Nayla tengah duduk di atas sofa kamarnya. Terdengar suara keran kamar mandi dimatikan. Tidak lama, Alvin keluar dari ruangan bersih-bersih itu dengan mengenakan piyama tidur.
Dia berjalan mendekat, lalu duduk di samping tubuh Nayla.
"Oh iya, Sayang. Aku tadi ngobrol sama kak Alvaro. Dia mengatakan, kalo sedang mencari sekretaris. Seandainya, mas merekomendasikan kamu, bagaimana?"
Nayla batuk, dia tersedak teh hangat yang disesapnya. Dia sangat terkejut mendengar usulan Alvin.
Wanita berpiyama tidur itu terus berusaha menolak tawaran Alvin. Jika dia bersedia, artinya dia
akan selalu bertemu dengan Alvaro, laki-laki menyebalkan yang berusaha dia hindari akibat kejadian malam itu.
Mata Pak Idris membelalak menatap Nayla. Tubuhnya seolah tak bertulang. Pria setengah baya itu terduduk di samping sang istri. Napasnya mulai terengah, tangan dengan kulit sedikit legam itu memegang dada yang terasa nyeri.“Bapak!” teriak Nayla panik.Namun, tangan pria itu segera terangkat memberi tanda agar Nayla tetap di tempatnya.“Semua ini ngga bener, Bu. Nayla tidak mungkin berbuat seperti itu,” bela Pak Idris dengan suara yang masih terbata akibat napasnya tersengal.“Ibu melihat dengan mata kepala Ibu sendiri, Pak. Mereka sedang bermesraan layaknya sepasang suami istri. Mereka tidak ada ikatan, lalu apa namanya jika bukan perselingkuhan?” Bu Marni masih tetap pada pendiriannya. Bukan ingin menyalahkan Nayla, tetapi wanita itu geram karena putrinya itu tidak juga membuka suara.“Nay, apa benar semua itu, Nduk? Apa kamu mengkhianati Alvin, suami kamu?” Dengan sangat hati-hati Pak Idris menanyakan apa yang dicurigai istrinya.Nayla menelan ludah kasar. Entah apa yang harus dia k
Alvaro saat itu sedang bermain dengan Keanu. Anak itu semakin hari bertambah pintar saja. Dia terus mengoceh tanpa henti jika menginginkan sesuatu. Seperti pagi ini misalnya. Keanu terus saja mengoceh ketika tidak sengaja melihat burung hinggap pada ranting pohon.Alvaro yang merasa gemas segera membawanya keluar menuju ranting itu. Pohon yang tidak terlalu tinggi memudahkannya menggapai ranting itu. Sayangnya, burung itu terbang menyisakan ranting pohon yang kini justru tengah asyik dimainkan Keanu.“Berikan cucu saya!”Suara yang terdengar keras itu membuat Alvaro harus membalikkan badan. Dia melihat Bu Marni yang sudah berdiri di teras rumahnya. Anehnya, tidak ada senyum di wajahnu seperti biasa dia menyapa Alvaro.“Ibu tidak jadi ke ladang?” tanya Alvaro merasa sungkan. Kali ini dia melihat sosok Bu Marni sungguh sangat berbeda.“Bukan urusan kamu. Berikan Keanu! Aku tidak Sudi jika cucuku dekat dengan laki-laki seperti kamu,” ucapnya sarkas. Dia merebut Keanu dari gendongan Alvar
Sudah satu minggu lamanya Alvaro tinggal bersama keluarga Nayla. Ramahnya keluarga itu membuat Alvaro merasakan memilki orang tua yang lengkap.Selama ini orang tuanya berada di luar negeri. Bukan bermaksud tuk mengabaikan mereka sehingga terasa kekurangan kasih sayang.Ibu Alvaro menderita sakit sejak Alvaro Alvin berada di bangku kuliah. Itu sebabnya kedua orang tuanya harus menetap di luar negeri untuk mengontrol pengobatan sang ibu.Penyakit serius yang dideritanya membuat wanita itu harus rela jauh dari kedua anaknya. Sampai-sampai saat Alvin menikah dengan Nayla dulu pun mereka tidak bisa hadir. Pun Alvaro yang saat itu sedang ada rapat untuk pertama kalinya menggantikan posisi sang papa.“Biar Nayla saja, Bu.” Nayla menghentikan aktivitas sang ibu yang sedang membereskan sisa makan malam mereka.“Kamu tidak menidurkan Keanu?” Bu terkejut ketika melihat Nayla justru keluar kamar lagi. Tadi anak semata wayangnya itu berpesan akan menidurkan Keanu.“Keanu tadi rewel. Sepertinya di
Alvaro menggeliat tubuhnya. Matahari perlahan naik. Hari akan sebentar lagi siang. Dia beranjak dari kasur untuk menuju ke kamar mandi.Awalnya Alvaro tidak kan menginap, tetapi tiba-tiba saja sejak tadi sore hujan mengguyur desa itu sangat deras. Sehingga dia terpaksa harus menginap karena kondisi jalanan akan berlumpur, dan sangat sulit dilalui. Akibatnya, mau tidak mau Alvaro harus menginap di tempat itu.Karena rumah ini sangat berbeda denga rumah miliknya di kota. Pria itu harus keluar kamar untuk bisa ke ruang bersih-bersih itu.Dia melihat Nayla yang sedang menata makanan. Wajahnya tampak serius menyusun makanan ke dalam tantang. Entah ke mana perginya Keanu. Sedari tadi telinga Alvaro tidak menangkap suaranya.Melihat Nayla yang seperti tidak menyadari keberadaannya membuat ide itu muncul dalam benaknya.Dengan perlahan dia mengendap menuju ibu satu anak itu. Alvaro melingkarkan tangan di perut Nayla, dengan dagu yang dia tempelkan di pundak Nayla.Menerima perlakuan seperti i
Tadinya Nayla akan diantarkan sopir, tetapi Alvaro mencegah. Pria itu berinisiatif untuk mengantar Nayla ke rumah orang tuanya.Ternyata dia tidak sanggup berpisah lama dengan Keanu, bayi mungil itu selalu membuatnya rindu setiap saat, apalagi bundanya, jangan ditanya lagi. Bahkan hati kecilnya diam-diam mendukung perceraian Nayla dan Alvin.“Kalo bertiga seperti ini aku merasa seperti keluar kecil bahagia,” seloroh Alvaro. Matanya melirik Nayla yang sedang memberi susu pada Keanu.Nayla membuang napas kasar. Ucapan Alvaro seolah pertanda jika dirinya sudah siap merangkul Nayla ketika sah berpisah dari Alvin.“Jangan ngarang. Aku bahkan belum siap untuk berumah tangga lagi. Pernikahan ini cukup membuatku trauma untuk menjalin hubungan. Aku harus instrospeksi diri sebelum mengambil keputusan menikah lagi.” Nayla mengembuskan napasnkasar. Dia merasa kecewa dengan pengambilan keputusan cerai.Bukan karena dia ingin memaafkan Alvin, tetapi naykayoernah berjanji jika dia ingin menjalani pe
Pagi menjelang. Nayla yang semalaman tidur bersama Keanu mulai membuka mata ketika putranya telah bangun lebih dulu dan mengoceh di dalam box bayi.Nayla beranjak dari kasur, kemudian menggelung rambut yang panjangnya. Wanita itu tersenyum ketika melihat bayinya justru anteng, tidak rewel ketika bangun tidur.“Anak Ganteng Bunda sudah bangun. Ngga rewel, pinter sekali, Sayang,” pujinya. Kemudian mulai menghujani ciuman pada semua bagian wajahnya.“Kita ke depan dulu, ya. Cari Suster Mita.” Nayla keluar dari kamar dengan menggendong Keanu.Karena semalam Nayla memilih tidur di kamar Keanu, membuat pengasuh itu memilih tidur di kamar lain bersama Mbok Asih.Terlihat dua orang pekerja di rumah Alvaro tengah sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk tuan mereka.“Suster, tolong urus Keanu sebentar, ya. Saya akan bersih-bersih dulu.” Mendengar suara sang majikan memanggil membuat Mita harus meninggalkan pekerjaannya dan segera mengambil Keanu dari Nayla.Sementara Mita mengajak Keanu be