Netra Alvaro sedikit melebar kala mengetahui siapa yang menyapanya. Raut wajahnya berubah kembali dingin saat melihat wanita dengan penampilan kasual di hadapannya.
"Hai, apa kabar? Senang bertemu denganmu." Tangan mulus wanita itu terulur kepadanya.
Tanpa ingin membalas, dia membuang wajah malasnya ke arah lain.
"Hai, siapa wanita ini?" Merasa tak mendapat respon baik dari Alvaro, Wanita itu berganti menatap Nayla hangat. "Perkenalkan, namaku Viona. Kamu bisa memanggilku Vio." Tangannya terulur kepada Nayla. Senyumnya terukir di bibir berlapis warna merah menyala itu.
Nayla menoleh ke arah Alvaro sekilas sebelum membalas uluran tangan wanita itu. Tampak raut wajah tidak suka yang ditampilkan oleh pria di sampingnya.
"Namaku Nayla." Dia menjawab sembari membalas uluran tangan itu.
***
Ketiganya kini berada di sebuah mini cafe yang berada di samping apotek. Itu adalah permintaan Viona yang terus mendesak Alvaro dan Nayla.
"Aku senang bisa bertemu denganmu, Tuan Alvaro Xavier Rayes." Viona tersenyum menatap Alvaro yang duduk di seberangnya. "Aku turut senang atas kesuksesanmu yang semakin melejit," lanjutnya.
Alvaro tak menanggapi. Sedari tadi wajah pria itu selalu dingin, bahkan tatapannya seolah tak ingin menatap wanita cantik yang duduk di seberangnya. Dia seolah sangat irit berbicara. Sungguh berbanding terbalik saat bersama Nayla, pria itu tak ubahnya seperti burung beo.
Hal itu membuat Nayla tertawa dalam hati. Bagaimana mungkin Alvaro yang terkenal sangat cerewet menurutnya terlihat mati kutu di depan Viona? Mungkinkah wanita ini salah satu jajaran mantan pria itu?
"Nay, ayo diminum! Kenapa dari tadi bengong mulu?" tegur Viona membuat Nayla tersentak.
"Ah, i-iya. Ini diminum." Untuk menutupi rasa canggungnya, wanita itu menyesap coffee latte yang telah dipesannya.
"Kita belum kenalan lebih jauh, Nay. Kamu pacar barunya Alvaro?" Senyum Viona kembali tersungging. "Dari tadi kayaknya Alvaro nempel terus sama kamu."
Nayla batuk, dia tersedak setelah mendengar ucapan Viona. Atas dasar apa Viona berkata seperti itu? Bagaimana mungkin hal itu terbersit dalam benaknya?
"Nayla adik iparku, dia istrinya Alvin," sela Alvaro tetap dengan nada suara dinginnya.
Menakjubkan, raut wajah Viona kini berubah. Dia terlihat kaget mendengar ucapan Alvaro. Senyum yang sedari tadi tersungging kini lenyap dengan cepat.
"Em …." Viona tersenyum sedikit di ujung bibirnya. "Selamat untuk pernikahan kamu dan Alvin. Maaf aku tidak bisa datang di acara pernikahan kalian. Semoga langgeng, ya.” Viona memberikan do’a terbaiknya, disusul senyuman tipis mengukir di bibir cantiknya.
"Terima kasih, Viona. Aku do'akan kalian juga cepat menyusul." Mata Nayla menatap bergantian antara Alvaro dan Viona.
Namun, wanita itu justru tertawa mendengar harapan baik itu.
"Maksud kamu aku dan Alvaro menikah?" Viona terlihat menahan tawa. Dia menunjuk dirinya serta Alvaro bergantan. "Tidak mungkin, Nay. Kami tidak memiliki hubungan apapun. Ya, mungkin dulu, tapi sekarang kami sudah selesai. Kami lebih memilih jalan masing-masing," ucapnya ringan.
"Jadi benar kalian pernah memiliki hubungan …." Nayla menutup mulutnya sebentar. "Maaf, kalo aku lancang. Aku tidak bermaksiat mengungkit masa lalu kalian," lanjutnya.
Viona tampak lebih tenang. Dia menepuk pundak Nayla pelan. "Tidak apa-apa. Kami dulu sempat dekat, tapi tidak lama. Setelah itu aku harus melanjutkan studi ke luar negeri. Sedangkan Alvaro harus mengurus salah satu perusahaan cabang keluarganya di sini. Itu sebabnya hubungan kami renggang dan akhirnya tanpa kejelasan," ungkap wanita itu.
Mereka terus berbincang seperti sudah lama mengenal. Di sisi lain Alvaro hanya diam di tempatnya. Sesekali pria itu hanya menimpali singkat pertanyaan Viona.
Mendengar obrolan kedua wanita di depannya membuat Alvaro semakin merasa bosan. Apalagi sedari tadi Viona seolah terus menyinggung masa lalu keduanya.
"Ayo, Nay, kita harus pulang. Viona juga butuh istirahat," ajaknya kepada Nayla.
Bukannya menimpali, Nayla justru menatap heran kepada Viona, lalu bertanya, "Kamu sedang sakit, Vi?"
"Dia habis keguguran," timpal Alvaro.
Nayla menatap terkejut ke arah Alvaro. "Darimana Kakak tahu?"
"Dia inikan selebgram. Sudah pasti berita tentang dia akan cepat tersebar di media sosial, bahkan khalayak umum," ketusnya. Alvaro kembali meraih tangan Nayla.
Akan tetapi berhasil wanita itu tepis.
Mata Nayla menatap iba kepada Viona. "Apa itu benar, Vi?"
Viona mengangguk pelan. "Iya, bulan lalu aku mengalami keguguran. Untung saja ada Alvin yang menemani saat itu." Wanita itu segera membungkam mulutnya setelah keceplosan di depan Nayla.
"Maksud kamu Mas Alvin?" Wanita itu mengernyitkan kening menatap Viona.
Viona merasa canggung dia seolah kehabisan kata di depan Nayla. "Em …, Alvin saat itu sedang check up katanya. Kami tidak sengaja bertemu. Dia menjengukku sebentar. Hanya sebentar, Nayla, sebagai tanda pertemanan kami." Viona tersenyum canggung mendapati reaksi Nayla.
"Ah, sepertinya aku harus kembali ke apartemen. Dokter tadi menyarankan untuk tidak terlalu lama berada di luar ruangan." Wanita itu mengemasi beberapa barangnya. "Senang bertemu denganmu, Nayla. Semoga, lain kali kita bisa bertemu lagi." Dia tampak pergi dengan buru-buru sebelum Nayla sempat menimpali.
***
Di dalam mobil Alvaro. Nayla hanya diam memikirkan ucapan Viona di cafe tadi. Apa mungkin antara dia dan suaminya memiliki hubungan?
Selama ini Alvin tidak pernah mengatakan memiliki teman seorang wanita. Rata-rata teman wanitanya adalah rekan bisnis pria itu. Nayla mengetahui semuanya, sebab Alvin selalu menceritakan kegiatannya selama sehari itu. Namun, kenapa dia tidak menceritakan pasal pertemuannya dengan Viona?
Ucapan Viona di cafe tadi sungguh sangat ambigu menurutnya. Dari raut wajahnya dia terlihat sangat senang setiap kali bercerita tentang Alvin. Ditambah lagi, kata 'untung saja' saat menceritakan Alvin menjenguknya. Memang kemana suaminya?
"Kamu kenapa diam?" Teguran Alvaro berhasil membuatnya terhenyak.
"Tidak," hanya jawaban singkat yang Nayla berikan.
"Kamu lagi memikirkan Viona?"
"Tidak juga."
"Alvin?" tebak Alvaro lagi.
Ibarat paranormal, Alvaro bisa membaca isi pikiran Nayla.
Nayla menggeser sedikit posisi duduknya, dia menatap ke arah Alvaro, meski rasanya sangat malas menatap pria itu. "Kakak sudah lama mengenal Viona?"
Alvaro menoleh sekilas dengan tatapan elangnya. "Seperti yang wanita itu katakan."
"Apa dia juga mengenal Mas Alvin? Mereka ada hubungan apa?"
Alvaro menginjak rem tiba-tiba, jelas saja itu membuat tubuh Nayla hampir tersungkur mengenai badannya.
Untung saja saat itu kondisi jalan terbilang sepi, sehingga tidak ada kendaraan lain yang memprotes tindakan Alvaro.
Wajah keduanya kini terlihat sangat dekat. Mata Nayla kembali bertemu dengan pemilik mata hazel yang terlihat indah itu. Lagi, jantungnya kembali berdegup tak beraturan.
Nayla larut dalam buaian bibir tipis Alvaro yang kini telah mendarat di atas bibirnya. Hatinya kembali berdesir kala tangan kekar itu mulai meraba kulit wajahnya yang mulus.
Ingin menolak. Namun, seolah hasratnya menepiskan semuanya.
Mata Pak Idris membelalak menatap Nayla. Tubuhnya seolah tak bertulang. Pria setengah baya itu terduduk di samping sang istri. Napasnya mulai terengah, tangan dengan kulit sedikit legam itu memegang dada yang terasa nyeri.“Bapak!” teriak Nayla panik.Namun, tangan pria itu segera terangkat memberi tanda agar Nayla tetap di tempatnya.“Semua ini ngga bener, Bu. Nayla tidak mungkin berbuat seperti itu,” bela Pak Idris dengan suara yang masih terbata akibat napasnya tersengal.“Ibu melihat dengan mata kepala Ibu sendiri, Pak. Mereka sedang bermesraan layaknya sepasang suami istri. Mereka tidak ada ikatan, lalu apa namanya jika bukan perselingkuhan?” Bu Marni masih tetap pada pendiriannya. Bukan ingin menyalahkan Nayla, tetapi wanita itu geram karena putrinya itu tidak juga membuka suara.“Nay, apa benar semua itu, Nduk? Apa kamu mengkhianati Alvin, suami kamu?” Dengan sangat hati-hati Pak Idris menanyakan apa yang dicurigai istrinya.Nayla menelan ludah kasar. Entah apa yang harus dia k
Alvaro saat itu sedang bermain dengan Keanu. Anak itu semakin hari bertambah pintar saja. Dia terus mengoceh tanpa henti jika menginginkan sesuatu. Seperti pagi ini misalnya. Keanu terus saja mengoceh ketika tidak sengaja melihat burung hinggap pada ranting pohon.Alvaro yang merasa gemas segera membawanya keluar menuju ranting itu. Pohon yang tidak terlalu tinggi memudahkannya menggapai ranting itu. Sayangnya, burung itu terbang menyisakan ranting pohon yang kini justru tengah asyik dimainkan Keanu.“Berikan cucu saya!”Suara yang terdengar keras itu membuat Alvaro harus membalikkan badan. Dia melihat Bu Marni yang sudah berdiri di teras rumahnya. Anehnya, tidak ada senyum di wajahnu seperti biasa dia menyapa Alvaro.“Ibu tidak jadi ke ladang?” tanya Alvaro merasa sungkan. Kali ini dia melihat sosok Bu Marni sungguh sangat berbeda.“Bukan urusan kamu. Berikan Keanu! Aku tidak Sudi jika cucuku dekat dengan laki-laki seperti kamu,” ucapnya sarkas. Dia merebut Keanu dari gendongan Alvar
Sudah satu minggu lamanya Alvaro tinggal bersama keluarga Nayla. Ramahnya keluarga itu membuat Alvaro merasakan memilki orang tua yang lengkap.Selama ini orang tuanya berada di luar negeri. Bukan bermaksud tuk mengabaikan mereka sehingga terasa kekurangan kasih sayang.Ibu Alvaro menderita sakit sejak Alvaro Alvin berada di bangku kuliah. Itu sebabnya kedua orang tuanya harus menetap di luar negeri untuk mengontrol pengobatan sang ibu.Penyakit serius yang dideritanya membuat wanita itu harus rela jauh dari kedua anaknya. Sampai-sampai saat Alvin menikah dengan Nayla dulu pun mereka tidak bisa hadir. Pun Alvaro yang saat itu sedang ada rapat untuk pertama kalinya menggantikan posisi sang papa.“Biar Nayla saja, Bu.” Nayla menghentikan aktivitas sang ibu yang sedang membereskan sisa makan malam mereka.“Kamu tidak menidurkan Keanu?” Bu terkejut ketika melihat Nayla justru keluar kamar lagi. Tadi anak semata wayangnya itu berpesan akan menidurkan Keanu.“Keanu tadi rewel. Sepertinya di
Alvaro menggeliat tubuhnya. Matahari perlahan naik. Hari akan sebentar lagi siang. Dia beranjak dari kasur untuk menuju ke kamar mandi.Awalnya Alvaro tidak kan menginap, tetapi tiba-tiba saja sejak tadi sore hujan mengguyur desa itu sangat deras. Sehingga dia terpaksa harus menginap karena kondisi jalanan akan berlumpur, dan sangat sulit dilalui. Akibatnya, mau tidak mau Alvaro harus menginap di tempat itu.Karena rumah ini sangat berbeda denga rumah miliknya di kota. Pria itu harus keluar kamar untuk bisa ke ruang bersih-bersih itu.Dia melihat Nayla yang sedang menata makanan. Wajahnya tampak serius menyusun makanan ke dalam tantang. Entah ke mana perginya Keanu. Sedari tadi telinga Alvaro tidak menangkap suaranya.Melihat Nayla yang seperti tidak menyadari keberadaannya membuat ide itu muncul dalam benaknya.Dengan perlahan dia mengendap menuju ibu satu anak itu. Alvaro melingkarkan tangan di perut Nayla, dengan dagu yang dia tempelkan di pundak Nayla.Menerima perlakuan seperti i
Tadinya Nayla akan diantarkan sopir, tetapi Alvaro mencegah. Pria itu berinisiatif untuk mengantar Nayla ke rumah orang tuanya.Ternyata dia tidak sanggup berpisah lama dengan Keanu, bayi mungil itu selalu membuatnya rindu setiap saat, apalagi bundanya, jangan ditanya lagi. Bahkan hati kecilnya diam-diam mendukung perceraian Nayla dan Alvin.“Kalo bertiga seperti ini aku merasa seperti keluar kecil bahagia,” seloroh Alvaro. Matanya melirik Nayla yang sedang memberi susu pada Keanu.Nayla membuang napas kasar. Ucapan Alvaro seolah pertanda jika dirinya sudah siap merangkul Nayla ketika sah berpisah dari Alvin.“Jangan ngarang. Aku bahkan belum siap untuk berumah tangga lagi. Pernikahan ini cukup membuatku trauma untuk menjalin hubungan. Aku harus instrospeksi diri sebelum mengambil keputusan menikah lagi.” Nayla mengembuskan napasnkasar. Dia merasa kecewa dengan pengambilan keputusan cerai.Bukan karena dia ingin memaafkan Alvin, tetapi naykayoernah berjanji jika dia ingin menjalani pe
Pagi menjelang. Nayla yang semalaman tidur bersama Keanu mulai membuka mata ketika putranya telah bangun lebih dulu dan mengoceh di dalam box bayi.Nayla beranjak dari kasur, kemudian menggelung rambut yang panjangnya. Wanita itu tersenyum ketika melihat bayinya justru anteng, tidak rewel ketika bangun tidur.“Anak Ganteng Bunda sudah bangun. Ngga rewel, pinter sekali, Sayang,” pujinya. Kemudian mulai menghujani ciuman pada semua bagian wajahnya.“Kita ke depan dulu, ya. Cari Suster Mita.” Nayla keluar dari kamar dengan menggendong Keanu.Karena semalam Nayla memilih tidur di kamar Keanu, membuat pengasuh itu memilih tidur di kamar lain bersama Mbok Asih.Terlihat dua orang pekerja di rumah Alvaro tengah sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk tuan mereka.“Suster, tolong urus Keanu sebentar, ya. Saya akan bersih-bersih dulu.” Mendengar suara sang majikan memanggil membuat Mita harus meninggalkan pekerjaannya dan segera mengambil Keanu dari Nayla.Sementara Mita mengajak Keanu be